Gosip beredar cukup cepat tentang putusnya Gafi dan Chesta tentu itu di sambut baik oleh banyak perempuan yang menyukai Gafi. Sementara teman-teman mereka hanya bingung karena yang terlihat mereka seperti biasanya, bukan orang yang sudah putus. Arvad merasa sedikit kesal, berbeda dengan dirinya yang dulu setelah putus dari Chesta dia tak bisa bersikap seperti biasanya. Ia melihat jauh ke dalam dirinya, memang dia memiliki kepribadian yang berbeda dengan Gafi.
Ia tak mau terusik dengan itu dan mencoba fokus pada ujiannya serta keinginannya untuk belajar menggambar lebih banyak. Semua waktunya kini tersita untuk belajar dan menggambar. Chesta merasakan Arvad terlihat sudah berbeda dan sepertinya dia sudah tak memperdulikannya lagi, meskipun ada rasa sedih tapi ia juga tak mau kalah. Ia ingin fokus pada ujiannya dan persiapan masuk perguruan tinggi.
Mereka semua sibuk, sibuk belajar bersama dan sibuk untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Hanya Ina dan Yoga yang terlihat sangat dekat dan masih menjalin hubungan. Lisa semakin dengan dengan Rian, selain teman untuk belajar mereka juga sering saling berbagi cerita bersama. Hubungan mereka sangat baik sampai akhirnya mereka lulus dengan nilai yang bagus bahkan mereka juga tak menyangka akan mendapat nilai yang bagus. Bukan hanya mereka yang tak mengira hal itu tapi juga guru dan siswa lain sedikit terkejut.
Mereka merayakan kelulusan dengan berkumpul di salah satu tempat makan.
"Gue nggak nyangka kita bisa lulus semua." Seru Vita.
"Maksud lo apa? Cuma lo doang gitu yang bisa lulus." Sergah Eno.
"Ya kan Try out lo jelek banget, mana ada yang ngira kalau lo bisa lulus." Ledek Vita.
"Eh, gue tuh pinter ya, waktu itu gue Cuma terlalu nyatai aja ngerjainnya."
"Alesan."
"Liat aja ntar gue masuk PTN paling bagus."
"Heleh, jangan muluk-muluk dah liat soal TPA aja puyeng lo."
"Kalian, berantem mulu ngapa nggak jadian aja sih." Seru Lisa sambil tersenyum.
"Diem lo." Gertak keduanya kompak.
"Wah makin kompak tuh." Kali ini Rian tersenyum.
"Lo aja sono jadian sama Rian." Ledek Vita menyenggol bahu Lisa yang sedang minum. Hal itu membuatnya tersedak hingga batuk.
"Nih lis, lo nggak apa-apa?" Rian memberikan tissu pada Lisa.
"Uh, so sweettt..." ledek Arleta, Ina dan Vita kompak. Lisa hanya menunduk malu dan Rian terlihat salah tingkah.
"Hahaha...jadi bumerang kan, makanya jangan ledekin orang." Kali ini Vita tertawa.
"Eh, rencana kalian setelah lulus mau pada kemana?" tanya Yoga tiba-tiba membuat semua mata tertuju kepadanya.
"Eh, kenpa pada liatin gue?" tanya Yoga heran.
"Beb, lo nggak sakit kan?" tanya Ina menaruh tanganya di kening Yoga.
"Apaan sih?" Kata Yoga melepaskan tangan Ina dari keningnya. "Gue baik-baik aja, emang gue salah apa nanya begitu?"
"Aneh aja, lo nggak biasanya perduli hal-hal kaya gitu, bahkan saat gue tanya lo mau kemana setelah lulus aja lo selalu jawab dengan bercanda." Ina menjelaskan.
"Kalau gue sih masuk PTN pastinya nggak mungkin nggak." Sahut Eno.
"Jnagan sombong dulu, ntar nggak ketrima malu lo." Sahut Vita.
"Ini percaya diri bukan sombong."
"Serah dah, Kalau gue sih ambil jurusan tata boga di PTN kalau nggak masuk ya nyari yang swasta."
"Pesimis amat jadi orang." Ledek Eno.
"Bawel lo." Kata Vita sambil mencubit perut Eno.
"Gue sama Lisa udah daftar sih di beberapa PTN walapun jurusan kita beda." Rian menjawab, yang lainnya hanya tersenyum sambil melirik Lisa.
"Lo tahu gue kan, gue pengen kerja sebenernya Cuma orang tua gue nyusuh masuk PTN juga jadi lo tahu lah permasalahannya." Kali ini Ina yang merasa di lihat oleh Yoga menjawab dengan sedikit menceritakan masalahnya yang belum mendapat solusi.
"Lo Ches?" tanya Yoga.
"Hem,,,Gue juga udah daftar di beberapa PTN jurusan Sastra, sama beberapa jurusan lain."
Yoga menatap Gafi yang seperti tak mau menjawab, "Oh, gue? Hem...gue mau pindah keluar kota, perinta nyokap sih cuma belom jelas bakal ngapain juga, yang pasti gue maunya bebas nggak di atur."
"Lah, itu lo disuruh ma nyokap berarti lo nggak bebas dong?" tanya Eno.
"Ya, itu mah beda kalau ma nyokap harus nurut kecuali kalau kalau di suruh terjun dari tempat tinggi."
"Hem, phobia ketinggian." Ledek Arleta sinis. Hanya di balas tatapan tajam sama Gafi.
"lah kalau lo gimana Ar?" tanay Ina.
"Gue, mau ikut om gue ke jepang. Mungkin bakal sekolah disana."
"Wah,,,keren." Seru Chesta tersenyum.
"Arvad juga ikut, dia mau belajar gabar dia pengen jadi mangaka." Lanjut Arleta sebelum Yoga bertanya kepada Arvad.
"Wah,,,jadi kalian barengan?" tanya Vita.
"Mungkin." Jawabnya singkat.
"Enak banget, gue juga mau dong ke jepang."seru Vita semangat.
"Hehe maaf tiketnya terbatas." Jawab Arleta.
"Hahaha...ditolak sodara-sodara." Ledek Eno dan di balas pukulan oleh Vita.
Raut wajah Chesta sedikit berbeda, ada yang aneh dengan hatinya. Kenapa ia harus sedih, toh selama ini mereka juga sudah tidak akrab seperti dulu. Arvad merasa ingin sekali mengucapkan sesuatu dan menanyakan tentang apa yang dirasakan Chesta setelah tahu berita ini, setelah dia tahu kalau ia akan pergi jauh. Tapi sepertinya Chesta sudah tak perduli lagi dengannya, bahkan selama ini mereka jarang menyapa. Seperti ada jarak, jarak yang jauh dan semakin jauh. Sepertinya tak akan bisa mendekat lagi jarak itu.
Chesta melihat ke arah Gafi yang terlihat seperti tak akah pergi jauh, ia juga berusaha menikmati kebersamaan bersama teman-temannya. Dari semua hal yang dilalui bersama hanya satu hal yang membuat semua orang sedih, yaitu perpisahan. Dan sebelum itu terjadi mereka tak mau mengambil pusing apakah mereka akan di pertemukan kembali atau tidak, apakah mereka akan saling mengenali atau tidak saat bertemu kembali. Mereka tak mau memikirkan sejauh itu. Yang mereka pikirkan hanya saat ini, hari ini dan beberapa hari sebelum mereka semua tak saling bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [END]
Teen FictionTerkadang kau ingin terbang bebas saat dirimu mulai bosan dan lelah dengan keadaan. Tetapi saat kau sudah bebas dari semua hal yang membuatmu terkurung, terkadang kau merindukan itu. apakah rindu membuat sesuatu yang bebas memilih untuk kembali terk...