Penghianat

812 17 0
                                    

Dua hari kemudian setelah mereka sering dipanggil ke ruang BP, akhirnya keputusan diambil oleh kepala sekolah adalah membebaskan mereka. Sekolah harus menghubungi pihak sekolah lain yang bersangkutan dengan Kay, untuk selanjutnya Kay mungkin akan di keluarkan atau di skorsing oleh pihak sekolahnya. Kebebasan Yoga dan teman-temannya membuat sebagian orang senang tapi beberapa orang juga kesal karena artinya akan ada biang kerok yang membuat ulah lagi.

Tak ada sepatah katapun dari mereka saat di kelas maupun sekarang yang berkumpul di rumah Yoga. Eno masih merasa kesal dengan semua yang terjadi pada mereka, terutama saat dia tahu Arvad sudah pernah pacaran dengan Chesta.

"Nih, cemilan kesukaan loe No." Yoga datang dari arah dapur sambil membawa beberapa makanan dan minuman. Eno hanya tersenyum menutupi kekesalannya. Meskipun Arvad sedang tidak disini tapi tetap saja perjanjian itu telah diingkari.

"Hai guys, sorry gue telat." Sapa Arvad yang baru saja datang. Serentak mereka menoleh lalu kembali membuang muka, Gafi sibuk mengganti chanel tv yang tak menarik ditonton. Meskipun sebenarnya bukan karena acara tv yang tak menarik lagi. Eno mengalihkan pandangan ke arah ponselnya berpura-pura sibuk dengan chat seseorang.

"Eh, nggak apa-apa kita juga belom mulai main." Hanya Yoga yang menjawab sapaan Arvad dengan tersenyum. Ia yang mengundang Arvad untuk bergabung, sebenarnya ia ingin membuat suasana tak canggung lagi. Sepertinya akan sedikit sulit melihat mereka berdua yang malas merespon.

"Ngapain lo ke sini? Weekend nggak ngapel?" kata Gafi sinis. Arvad hanya terdiam, ia tahu pernyataanya kemarin membuatnya semakin buruk.

"Hem, ngapel lo lupa Gaf, mereka udah putus." Sahut Eno.

"Bagus deh jadi nggak ada penghianat lagi di sini."

"Maksud lo apaan sih ngomong kaya gitu?" Arvad mulai terpancing dan menatap Gafi tajam.

"Kenapa lo tersinggung, oh iya gue lupa lo kan emang penghianat."

"Lo pada kenapa sih, harusnya kita udah seneng dan rayain kebebasan kita bukan malah berantem."

"Nggak usah sok jadi penengah ga. Loe sendiri gimana? Loe sekutu sama kita atau sama penghianat?" Gafi memandang Yoga curiga. "Atau ada sesuatu yag lo sembunyiin?"

"Gue emang penghianat itu terserah kata kalian yang jelas gue nggak tahu kalau perjanjian ini ada karena saat itu gue baru aja jadian sma dia."

"Bulsit." Tandas Eno.

"Gue udah putus sama dia terus mau kalian apa?" Gafi mendekati Arvad dengan kesal.

"Harusnya lo bilang kalau lo juga suka sama dia."

"Maksud lo, lo suka sama dia?" kali ini Arvad terlihat marah.

"Jadi maksud lo penghianat itu bukan masalah perjanjian kita." Kali ini Eno menatap Gafi geram, ia tak menyangka kalau tak ada yang mau berpihak padanya. "Oke, ternyata lo sama aja ya Gaf."

Gafi terdiam memandang Eno, bagaimana pun juga ia sebenarnya memang tak mau ada perjanjian di grup mereka. Tapi ini sebenarnya hanya tentang Eno dan persahabatan mereka.

"Apalagi, apalagi yang kalian tutupi mending omongin sekarang." Eno merasa masih ada sesuatu yang harus ia ketahui karena seperti ada hal yang mengganjal di hatinya. Ia duduk kembali hal itu membuat yang lainnya juga ikut duduk meskipun jaraknya sedikit berjauhan.

"Gue minta maaf guys, gue selama ini udah bohong sama kalian." Suara Arvad terlihat menyesalinya.

"Pengecut."

"Diem Gaf, lo sama aja kaya dia." Gafi memandang Eno dan bergeming kesal. Baru kali ini Eno terlihat berani padanya biasanya mereka selalu membully Eno tapi masalah ini ternyata bisa membuatnya sangat marah. Hingga Yoga sendiri tak berani berkata apapun dan hanya tertunduk. Ia mengangkat wajahnya dan menghembuskan nafas berat.

"Gue yang lebih pengecut, karena gue juga punya hubungan sama Ina sampai detik ini." Ucapan Yoga membuat Eno beranjak dari tempat duduknya dan menghantam wajah Yoga hingga terjungkal. Sikap Eno membuat Arvad dan Gafi terkejut lalu segera menolong Yoga yang jatuh.

"No, Lo..."

"Gue emang harusnya dapetin ini kok Vad." Yoga menghalangi Arvad yang akan bertindak atas sikap Eno.

"Kenapa lo bisa semarah ini, ini Cuma masalah perjanjian nggak penting itu kan?" Kali ini ucapan Gafi dibalas tatapan tajam oleh Eno.

"Ya, perjanjian itu emang nggak penting terus kenapa kalian setuju? Apalagi lo ga lo yang pertama kali menyetujuinya." Tunjuk Eno ke arah Yoga.

"Karena kita teman."

"Terus kenapa lo juga ngelanggar apa karena lo bukan temen gue lagi?"

"Bukan gitu tapi ini masalah hati. Gue tahu gue salah gue pengecut dan terserah lo mau bilang gue apa, gue susah buat milih antara sahabat gue dan orang yang gue suka."

"Itu Cuma masa lalu No, nggak semua orang itu sama dan perjanjian bodoh ini Cuma bikin kita jadi pengecut, pembohong dan berantem kaya gini." Gafi menatap Eno yang marah, ia berusaha untuk tak terpancing lagi dan tenang. Semua terdiam begitu juga Eno. Sesaat kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan mereka semua. Mereka bertiga saling tatap tanpa berkata apapun. Arvad menyadari kesalahannya begitu juga dengan Yoga hingga mereka tak mampu menentang Eno. Gafi menginggat masa lalu antara mereka, hanya berharap agar Eno mengerti setiap manusia tidaklah sama.

Gafi beranjak pergi meninggalkan rumah Yoga, Arvad menatapnya penuh tanya ingin tahu apakah Gafi akan menyusul Eno.

"Gue suka sama dia, gue harap dia juga sama." Katanya lalu pergi. Arvad tahu siapa yang dimaksud, itu pasti Chesta ada rasa di hatinya yang sulit untuk di katakatan. Ia tahu Gafi tak akan menyerah jika ia ingin melakukannya tapi ada rasa tak ikhlas di hati Arvad. Tak ada yang bisa menghentikannya kalau dia ingin. Yoga menatap Arvad dengan perasaan penuh tanya dan ia sebenranya sudah menyadari bahwa Gafi mulai menyukai Chesta sejak lama, namun ia tak pernah mengatakan apapun pada Arvad.

"Gue rasa setelah kejadian ini Gafi bakalan deketin mantan lo." Arvad hanya mendengus kesal. Ia kini memikirkan chesta juga.

Back To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang