Mereka kini sudah kelas dua belas dan semakin lama semakin kompak dengan keadaan kelas yang sama, bahkan mereka selalu belajar bersama. Chesta senang dengan keadaan seperti ini, ia merasa hubungannya baik-baik saja dengan sahabatnya ataupun orang-orang yang dulu sempat dihindarinya. Walapun sebenarnya ia ingin meluruskan tentang hubunganya dengan Gafi yang semestinya itu bukanlah pacaran, karena waktu itu ia merasa sedikit terpojok harus menyebut nama Gafi. Sekarang ia menerimanya karena dengan ini Arleta tak akan merasa tak enek lagi jika mencoba mendekati Arvad dan Arvad juga mulai biasa saja dengan ini meskipun trelihat sulit.
Hujan sore itu telah redan dan Chesta siap untuk berangkat karena sudah terdengan suara motor yang datang menjemputnya. Gafi, siapa lagi dan dia sedang duduk di ruang tamu sekarang. Chesta keluar dari kamar dan mendekatinya, bersiap untuk pamitan dengan bunda.
"Bunda, pamit dulu ya." Kata Gafi lembut, dia memang sellau lembut saat berhadapan dengan bunda dan Vira. Bunda mengangguk sambil tersenyum. Mereka keluar dan bersiap siap naik motor. Chesta sedang mengenakan helm.
"Mau kemana kak?" tanya Vira tiba-tiba yang baru datang dari latihan karate.
"Mau ngerjain tugas sama main."
"Hem,,,bilang aja mau pacaran." Gerutu Vira.
"Apaan sih, sana masuk." Suruh Chesta.
"Oh, sekarang bener ya pacar kakak dia. Emang kak Arvad di kemanain sih." Vira terlihat tak suka dengan Gafi.
"Udah sana masuk. Bawel banget." Chesta mulai kesal. Vira segera masuk rumah tanpa basa basi dengan Gafi, padahal jika itu Arvad ia akan mengajaknya bercanda atau bertanya sesuatu. Semenjak Gafi sering main ke rumah Chesta dan menjemput Chesta, adiknya itu memang terlihat tak suka entah dari sikap, pandangan ataupun ucapannya.
Mereka akhirnya berangkat tanpa mengucapkan sepatah katapun, terutama Gafi sepanjang perjalanan dia selalu diam. Sampai di rumah Arleta mereka tetap diam. Chesta merasa ada yang aneh dengan Gafi namun ia berusaha untuk biasa saja. Di rumah Arleta sudah banyak orang bahkan mereka datang terakhir. Mereka janjian untuk belajar bersama di rumah itu karena suasana yang kondusif dan nyaman, hari ini Rian yang akan membantu pelajaran fisika.
Ia sudah siap dengan papan tulis di depan, layaknya seorang guru ia menjelaskan beberapa rumus dengan mantap. Lisa memandangnya tak berkedip merasa kagum dengan kemampuan Rian.
"Woi, fokus banget. Sama pelajarannya atau sama yang ngajar?" tanya Vita menganggetkan.
"Eh, yang ngajar." Ceplos Lisa dan menutup mulutnya. "maksud gue ya sama pelajarannya jadi paham kalau yang ngajar dia." Lanjut Lisa takut Vita berpikir macam-macam.
"Hahaha muka lo merah gitu." Ledek Vita dan Lisa hanya bisa tertunduk malu.
Chesta melihat ke arah Gafi yang duduk cukup jauh dengannya, tidak seperti biasanya yang sering duduk dekat dan mengganggu nya. Gafi juga terlihat serius mengerjakan soal yang di berikan meskipun kadang ia terlihat tak mengerti dan berdiskusi dengan Yoga.
Arvad yang melihat sikap Chesta dan Gafi tidak seperti biasanya ia mulai penasaran namun tak berani bertanya. Ia lebih memilih mengabaikan walapun sebenarnya sulit, ia mendekati Arleta yang mengerjakan soal dan mulai berdiskusi.
"Ches, kok bengong. Susah ya?" tanya Rian duduk di dekatnya.
"Hem, nggak kok baru mau nulis jawabannya." Jawab Chesta terkejut tiba-tiba Rian muncul dan duduk di dekatnya.
"Salah nih, itu kan jawaban nomor selanjutnya."
"Oh, gue kebalik ya brarti."
Lisa yang melihat itu sedikit lesu, ia baru sadar kalau ia menyukai Rian. Ingin sekali mencoba dekat tapi ia dan Rian seolah memiliki tembok dan juga ia merasa mereka berbeda. Bahkan mereka juga tak pernah saling ngobrol kecuali waktu hujan itu. Memang tak memiliki kesempatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [END]
Teen FictionTerkadang kau ingin terbang bebas saat dirimu mulai bosan dan lelah dengan keadaan. Tetapi saat kau sudah bebas dari semua hal yang membuatmu terkurung, terkadang kau merindukan itu. apakah rindu membuat sesuatu yang bebas memilih untuk kembali terk...