Gafi berusaha merebut bola dari tangan Arvad dan berlari setelah mendapatkannya lalu berhasil mencetak angka setelah melompat menuju ring basket. Semua orang disana bersorak hanya Arvad yang merasa kesal. Peluit dari sang pelatih berbunyi menandakan latihan selesai, masing-masing orang berhamburan membubarkan diri dan Yoga beserta teman-temannya menuju pinggir lapangan untuk beristirahat. Yoga merebut minuman Eno dan meminumnya tanpa persetujuan yang punya, kesal Eno mendorong botol minum saat Yoga meminumnya. Sontak air tumpah mengenai bajunya. Dan mereka mulai bertengkar seperti biasanya.
"Kenapa loe tumben kaya nggak konsen gitu?" tanya Gafi melihat Arvad terlihat murung.
"Hem, ng-nggak apa-apa." Sahutnya. Meskipun Arvad telah mengatakan tak apa-apa tapi Gafi tak sedikitpun percaya. Ia yakin sedari tadi Arvad selalu salah mengoper bola dan gagal menembak ring basket.
"Kalau loe ada masalah cerita aja, jangan sampai pas tanding nanti loe juga nggak fokus." Yoga mulai mendekat.
"Santai aja, gue pasti bisa kok."
"Sombong."sahut Eno.
"Itu bukan sombong, tapi percaya diri. Emang Arvad kaya loe." Gafi nyengir mengejek. Sementara Arvad ikut mengejek Eno.
"Lawan kita, Kay." Yoga sedikit menghela nafas.
"Kenapa kalau dia?" Gafi terlihat santai.
"Ya gue tahu kita pernah jadi teman tapi buat sekarang itu dia musuh kita." Eno sedikit serius.
"Musuh yang harus sportif." Arvad menatap Yoga menenangkan.
"Gue nggak yakin si curut itu punya kata sportif." Mereka semua memandang Eno. "Ya loe pada tahu sendiri kan, gimana tuh anak di pertandingan sebelumnya." Beberapa pertandingan sebelumnya memang Kay sempat main kayu saat berhadapan dengan lawan satu persatu.
"Bilang aja loe takut." Gafi meledek.
"Apaan, kagak gue mana ada kata takut." Sergah Eno dengan nada sedikit menutupi rasa takutnya.
"Alah chiken, chiken, chiken. Cundang, cupang." Gafi masih terus meledek membuat Eno semakin kesal dan bersiap memukul tapi Gafi menghindar alhasil timbul kerjar-kejaran. Arvad dan Yoga tertawa di pinggir lapangan.
"Jangan kawatir dia Cuma sibuk buat nyiapin LCC antar provinsi." Yoga tersenyum lalu pergi. Arvad sedikit bingung namun mengerti apa yang dimaksud. Bagaimana dia bisa tahu kalau Ia tak fokus karena masalah Chesta, Chesta jarang menontonnya untuk latihan basket dan beberapa pertandingan di babak penyisihan juga tak menonton. Padahal Arvad ingin mendapat dukungan darinya, apalagi kejadian semalam membuat Arvad terus memikirkannya.
Malam itu Chesta datang kerumah, betapa itu seperti hal yang sangat membuat jantungnya terus berdetak dengan kencang. Ia tak menyangka sama sekali kalau Chesta akan datang menemuinya. Hatinya sangat senang dan juga di buat menebak-nebak apa gerangan yang membuatnya datang kerumahnya. Kak Acha juga senang melihat kedatangan Chesta yang sudah lama tak berkunjung lalu meninggalkan kami berdua saat aku datang.
"Ada apa Ches?" Tanya Arvad yang terus tersenyum bahkan jika ia tak bisa menahan dirinya sekarang pasti ia langsung memeluk orang yang duduk di hadapannya.
"Oh, ini." Katanya singkat lalu mengeluarkan buku catatan milik Arvad. "Makasih, dan sorry baru bisa balikin." Ucapnya dengan dingin. Bahkan senyum Arvad memudar saat tahu alasan Chesta hanya ingin mengembalikkan bukunya. Bukan hanya itu tapi juga sikap Chesta yang seolah mereka tak saling kenal.
"Oh, iya." Balas Arvad seraya mengambil buku yang di letakkan di atas meja.
"Tadinya gue mau balikin di kelas tapi ternyata waktunya nggak tepat." Arvad masih terdiam melihat sikap dingin Chesta. "Gue balik ya, udah malem." Lalu beranjak berdiri, sementara Arvad hanya ikut berdiri tanpa mengucapkan apapun. Ia mengantar Chesta sampai pintu lalu reflek tangannya menarik Chesta. "Apa loe serius?" tanya Arvad dengan pandangan serius bahkan sangat serius. Chesta menautkan alisnya. "Tentang hubungan kita, apa itu serius?" Chesta tak bergeming dan hanya mengangguk, anggukan itu membuat pegangan Arvad merenggang. Dan Chesta pergi begitu saja tanpa menoleh padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [END]
Teen FictionTerkadang kau ingin terbang bebas saat dirimu mulai bosan dan lelah dengan keadaan. Tetapi saat kau sudah bebas dari semua hal yang membuatmu terkurung, terkadang kau merindukan itu. apakah rindu membuat sesuatu yang bebas memilih untuk kembali terk...