6. Hidden Reason

722 77 2
                                    

Anyeoong...



Bagaimana rasanya kerja keras yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer, sakit mata apalagi sakit kepala namun pada akhirya hanya lewat begitu saja setelah dibaca. Entah apa itu berarti ataupun tidak, suka ataupun tidak. Tidak ada yang tahu. Aku tak meminta penghargaan semuah trophi atau ucapan selamat. Hanya ingin dihargai dengan satu klik atau dengan beberapa kata hingga membentuk sebuah kalimat. Semuanya tidak mudah, namun menghargai membuatnya lebih bersemangat sehingga akan terus berjuang meski tahu itu tidak mudah.














Next..









Happy reading..














*-*


"Gimana?"

"Udah mending"

*-*

"Walau agak lebih jauh, tempat ini lebih murah dari supermarket kemarin"

June memandu Lisa mengelilingi kota, mengingat kekhawatirannya yang tak berdasar beberapa hari lalu.

"Kenapa dibiarkan kosong?" tanya Lisa sembari melihat-lihat barang dagangan disana.

"Ha?"

"Kulkas elo"

"Just.." jawab June singkat.

"Nggak bisa masak?" tuduh Lisa setengah bergurau. Pasalnya, yang Lisa tahu June hanya memanggang roti untuk sarapannya kecuali sudah tersedia makanan di meja makan. Bahkan saat kulkas miliknya sudah terisi beberapa bahan makanan, June tak menyentuh bahkan membuka kulkas itu.

"Ya, anggap aja kayak gitu" jawab June seadanya.

"Kadang mencari alasan itu perlu untuk menyimpan alasan" Lisa menyadari bahwa June sedang tak ingin menjawab pertanyaan Lisa hingga membuatnya untuk berargumen sendiri tanpa tahu alasan sesungguhnya.

*

"Apa mereka melakukannya cuma pada waktu tertentu?"

Lisa berhenti, selangkah di belakang June. Lisa menatap dinding berlukis dengan cat warna-warni disana.

"Ha?" June menoleh, menyadari Lisa tak bergerak mengikuti panduannya.

"Kemarin tempat ini penuh dengan kumpulan manusia membentuk setengah lingkaran"

Lisa teringat, tempat itu sempat menarik perhatiannya dengan nada-nada dari deringan gitar. Sayang, ia tak dapat menyaksikan langsung permainan gitar itu.

"Elo tertarik?" June paham akan Lisa yang sempat ikut dalam rubungan itu.

"Bahkan lebih tertarik dari apa yang gue lakukan sekarang" jawab Lisa masih tak mengalihkan pandangannya dari tempat itu.

Lisa bukannya tak tertatik dengan menari. Tapi ada hal lain yang membuatnya lebih tertarik bahkan sejak dirinya belum tertarik pada menari. Bermusik. Dia menyukainya karena seseorang dan dia melakukan dance sampai sejauh ini juga karena seseorang itu.

"Ikut gue" June menarik pergelangan tangan Lisa.

***







"Sampai kapan elo akan terus seperti ini" tanya gadis itu sembari menatap pria di depannya yang menyeruput coffe latte hangat.

Langit biru berlalu, berganti merah kekuningan yang hampir menghilang. Sesekali ruang itu terasa dingin bersamaan dengan gemerincing datang dari arah pintu masuk. Gadis dan pria itu duduk di kursi dengan meja bundar. Tak jauh darinya berdiri panggung kecil setinggi lutut lengkap dengan beberapa instrumen musik yang masih kosong pemain.

"Entah" jawabnya singkat.

"Apa dia juga punya perasaan yang sama, seperti yang elo rasakan?" tanyanya lagi.

"Entah" jawabnya lagi, singkat.

"Tae, udah satu tahun lebih elo kayak gini. Elo nggak pengen ngambil tindakan gitu?"

"Tindakan apa, Ros? Cuma ini yang bisa gue lakuin sampai tiga tahun ke depan. Dan gue akan kembali"

Rose, sahabat Taehyung di sekolah sejak ia pindah ke Jepang.

Rose, gadis pemilik cafe kecil yang diberikan orangtuanya sekaligus pemilik gitar yang sering dipakai Taehyung melakukan aktivitas lalunya. Rose juga pengisi panggung kecil disana dengan permainan gitar bersama suara merdunya.

"Elo yakin? Elo yakin akan kembali ke Indo? Gimana dengan nyokap elo?"

Taehyung terdiam.

"Kalo akhirnya elo nggak bisa kembali, kenapa elo nggak lupain dia dan liat masa depan elo yang lebih jelas disini. Bukan dia yang cuma bisa jadi bayangin elo" tambahnya.

"Jangan paksa gue, Ros" kata Taehyung dengan sedikit menaikkan nadanya tanda tidak menyetujui usulan sahabatnya itu. Taehyung berdiri dan meninggalkan Rose dengan sedikit rasa kesal, entah pada Rose yang memberikan ide konyol padanya atau marah pada dirinya sendiri yang masih belum bisa melupakan masalalunya.

*-*







"Kemana?"

"Ikut aja"

Tanpa tahu yang dilakukan June, Lisa hanya mengikutinya.

"Tae?" batin Lisa.

Lisa berhenti, melepaskan genggaman June sesaat. Pandangannya tertuju pada sesosok pria dengan mantel coklat bersama syal warna senada yang keluar dari sebuah cafe.

Lisa menggeleng, mengalihkan lamunannya.

"Gue rasa tempat ini akan cocok buat elo"

June tersenyum, memandang bangunan kecil di hadapannya. Menunjukkannya pada Lisa, namun yang diajaknya bicara justru tak memberi respon karena memang masih fokus pada hal lain.

"Ayo masuk" ajak June, dan menarik tangan Lisa kembali.

*

"Bagaimana?" tanya June meminta pendapat.

Mereka duduk di antara belasan meja disana. June memilih tempat tak jauh dari panggung kecil itu untuk menunjukkannya pada Lisa.

"Tempat nyaman, hangat" pendapat Lisa.

"Tunggu dua menit lagi. Elo pasti akan menyukainya" June menatap mesin waktu di tangannya dengan mata yang menunjukkan senyum tak sabar.

"Apa?" Lisa tak paham.

"Elo liat aja"

Seorang gadis menaiki panggung kecil itu lalu duduk dan menyetel gitar di pangkuannya. Tak butuh waktu lama gadis itu mulai memetik gitarnya, tanda pertunjukkan akan segera dimulai.

"Selamat sore, selamat datang di Coffee land. Dan...selamat menikmati"

Tak banyak bicara, gadis itu memainkan gitarnya dengan apik yang disambut dengan suara manisnya menyanyikan sebuah lagu.

*

"Jadi ini?"


*-*

Vomment Juseyo

FINNA [Lisa X BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang