3 〰 Serba Salah

16.9K 1.1K 23
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Tadi, Karen menelfon dokter yang sudah janjian dengannya agar mundur satu jam. Untungnya dokter itu memahami dan kebetulan juga yadi ia ada meeting mendadak jam 4 sore. Dan sekarang, Karen sedang duduk di ruang tunggu bersama Dodit, menunggu namanya di panggil.

"Kira-kira, gue sakit apa ya?" tanya Karen membuat Dodit menoleh.

"Mungkin lo kecapean, makanya suka pegel-pegel sama mimisan. Gue juga kalo kecapean mimisan kok," jawab Dodit, berusaha membuat ceweknya itu tenang.

Ceweknya?

"Ya tapi gak wajar aja, Dit. Gue ambil nilai lari doang, itupun gue kebanyakan jalan mimisan seember," balas Karen berdecak.

Dodit lantas tertawa. Apanya yang lucu coba gelo? Pikir Karen.

"Udah-udah, itu cuma mimisan biasa," timpal Dodit tersenyum manis.

"Nanti lo di luar aja ya, gausah masuk." ucap Karen.

"Lah kenapa? Masa gue gak boleh liat calon ibu dari anak-anak gue di periksa?" tanya Dodit sontak membuat Karen memukul kening cowok itu.

"Lo kan heboh kalo liat suntikan. Daripada nanti dokternya gak konsen, mending di luar." jawab Karen

Dodit mengerutkan kedua alisnya, seolah berpikir. Sama seperti waktu ia berpikir di depan lembaran kertas soal UAS Kimia.

"Tapi kan lo cuma periksa, gak di suntik. Ayodong, gue janji deh ngga bakal heboh. Gue mau liat lo, gue mau tau lo kenapa, sakit apa. Gue gamau ketinggalan update 1 kabar aja tentang lo. Please, please, please ijinin Dodit masuuuuuuuk.." bujuk Dodit memelaskan wajahnya.

Karen mencerna perkataan Dodit. Sejenak, ia merasa senang sekaligus terharu. Ia merasa diperhatikan. Untuk pertama kalinya, ada orang yang berkata seperti itu kepada Karen. Tidak pernah ia mendapatkan hal yang seperti itu, sekalipun dari papa, apalagi Nath.  Namun perasaan itu lenyap ketika ia mendengar namanya di panggil oleh seorang suster.

"Yaudah ayo," balas Karen membuat senyum Dodit merekah.

"Ayuk sayang. Jangan takut, di sini ada pentolan Tanjung Duren." ucap Dodit membuat Karen tertawa.

Kehadiran Dodit membuat semuanya menjadi lebih hangat.

"Silahkan masuk," ucap Dodit membukakan pintu untuk Karen.

Karen masuk, diikuti Dodit. Ia kemudian duduk di depan kursi yang disediakan, kembali diikuti Dodit.

"Apa kabar?" tanya dokter Yansen, dokter yang sudah sangat dikenal oleh keluarga Karen.

"Baik. Dokter sendiri?" tanya Karen

"Baik, kok. Oh iya, saya bawa oleh-oleh dari Jepang. Kebetulan banget pas kita buat janji, saya lagi ada panggilan ke Jepang," jawab dokter Yansen membuat Karen terkekeh lalu mengangguk.

"Pacar?" tanya dokter Yansen melirik Dodit, membuat Karen menggeleng.

"Calon suami," jawab Dodit yang mendengar pertanyaan dokter Yansen.

Karen yang mendengar itu melotot, membuat pria satu anak di hadapannya ini terkekeh. Hubungan keluarga dokter Yansen dan keluarga Karen cukup dekat. Papa dan dokter Yansen adalah sahabat karib saat jaman-jaman SMP. Jaman yang hampir menghancurkan hidup dan prestasi papa.

"Apa keluhan kamu hari ini?" tanya dokter Yansen.

"Saya akhir-akhir ini sering mimisan. Kenapa ya?" tanya Karen balik.

"Mimisannya sering?" tanya dokter.

"Banget. Kalo saya main basket, suka tiba-tiba pusing terus mimisan. Waktu saya ambil nilai lari juga gitu. Yang simpel aja deh, saya kelamaan diri aja pusing terus mimisan. Dan mimisannya nggak berenti-berenti," jawab Karen.

"Badan kamu suka pegel-pegel selama mimisan parah ini?" tanya dokter membuat Karen berpikir sebentar, lalu mengangguk.

"Kalo badan sih engga terlalu. Lengan saya itu, kalo bangun tidur suka tiba-tiba pegel sendiri," jawab Karen.

"Kamu ngerasa nafsu makan kamu berkurang?" tanya dokter kembali membuat Karen berfikir. Jujur saja ia merasa nafsu makannya biasa-biasa saja, tapi memang belakangan ini ia cepat kenyang dan malas makan.

"Biasanya Karen makan di sekolah istirahat 1 sama 2, terus pulang sekolah pasti beli makanan. Akhir-akhir ini jarang. Bahkan seminggu belakangan ini cuma makan kalo ada bekel doang," ucap Dodit.

"Hm, tes lab dulu deh." ucap dokter lalu berdiri, sontak membuat jantung Karen berdetak lebih cepat.

"Thats okay," bisik Dodit.

Dodit menggandeng tangan Karen untuk mengikuti dokter Yansen. Dokter Yansen mempersilahkan Karen duduk di berangkar, lalu dokter itu mengeluarkan alat-alat medisnya. Dokter Yansen juga meminta bantuan seroang perawat untuk mengambil darah Karen agar bisa di tes.

"Hasil tesnya keluar seminggu ke depan. Usahakan jangan aktivitas berat dulu. Juga makannya harus tetep di jaga. Paksain aja kalau emang gamau makan," ucap Dokter sambil menyuntikkan suntikan itu dan mengambil darah Karen.

"Nanti kalo saya muntah gimana?" tanya Karen.

"Kalo kamu muntah gak keluar darah ya gapapa. Tapi kalo muntahnya ada darah, telfon saya lagi." jawab dokter.

"Tapi kemungkinan dia kenapa, ya Dok?" tanya Dodit.

"Pastinya saya juga belum tahu. Saya nggak berani bilang sampe hasil tesnya keluar," jawab Dokter.

Karen menghela mafasnya pasrah. Jujur, ia takut. Ia sudah membuat penelusuran akan gejala-gejala sakit yang ia rasakan saat ini. Semuanya masih buram. Dan hal ini tentu membuat hidup Karen seminggu ke depan tidak akan tenang.

🌃🌃🌃

"Nath kalo gue kasih ini dia bakalan seneng gak ya?" tanya Karen memperlihatkan sepatu dari brand dengan logo 3 garis berwarna putih ke depan wajah Dodit.

"Dia lagi pengen sepatu itu," jawab Dodit membuat senyuman Karen mengembang.

Ia senang karena perkiraannya, Nath akan menerima kado yang ia berikan. Kebetulan sekali.

"Yaudah gue beliin ini aja, ya?" tanya Karen membuat Dodit mengangguk.

"Abis ini makan ramen yuk? Lo belom makan dari pulang," ajak Dodit membuat Karen yang sedang melihat-lihat sepatu lain berhenti.

"Gak ah. Gue pengen makan kue ulang tahun aja." balas Karen.

"Tapi kan lo belom makan nasi. Tadi aja di sekolah cuma makan bakso," timpal Dodit.

"Ih orang guenya gamau. Lo kalo mau makan nasi sana makan, gue mau kue. Titik gapake koma." ucap Karen.

"Yaudah iya. Yok bayar terus beli kue," ajak Dodit menggandeng tangan cewek imut di depannya itu.

"Ih orang gue lagi nyari sepatu, kok di ajak bayar? Udah gamau lagi nemenin gue? Yaudah sana," balas Karen membuat Dodit terdiam.

"Nyebut, Ren.." gumam Dodit.

"Jangan kira gue gak denger ya! Lo kira gue kesetanan, segala di suruh nyebut?" balas Karen melotot.

"Engga gitu.."

"Terus apa? Udah deh kalo Dodit emang udah bosen nemenin Karen pergi. Sana pulang sana," ucap Karen sewot sambil mendorong-dorong Dodit ke pintu keluar toko ini.

"Ih apaan deh," balas Dodit memakemkan tubuhnya.

"Gue bercanda doang kok," ucap Dodit.

"Bercandanya aneh. Gue gasuka," balas Karen.

"Yaudah maaf. Ayok mau cari sepatu yang mana, nanti kalo bingung gue pilihin," ajak Dodit kembali menggandeng tangan Karen dan menarik lembut anak itu ke rak-rak berisi sepatu wanita.

"Awas ya kalo Dodit bercandanya aneh-aneh lagi," ucap Karen.

"Iya," balas Dodit.


--

absurd? bgt anj WKWK.
maaf ya ..
janji part selanjutnya berbobot

-griertoast.

Rester [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang