Hari valentine telah berlalu. Hari ini, semua anak Dirgantara harus kembali menghabiskan waktu bersama buku pelajaran dan berbagai aktivitas lain di sekolah. Hari ini juga, Karen kembali ke rumah sakit. Hari ini ia akan melaksanakan transplantasi sumsum tulang belakang. Nath akan menemani, karena kemarin setelah acara valentine, ada kejadian yang membuatnya terpaksa harus di skors untuk seminggu. Dodit juga rencananya akan datang. Ia akan meminta ijin pulang cepat.
"Kalo nggak di kasih? Lo kan udah beberapa kali pulang cepet bulan ini," tanya Karen saat Dodit menelfon tadi.
"Bodo amat, ah. Kabur aja. Orang gue mau nemenin lo masa di larang-larang," balas Dodit sewot di sebrang sana.
Dan di sinilah Dodit. Ia berdiri tepat di depan ruangan Karen. Ada uncle Ray dan Nath di depan sana, mengenakan pakaian hijau seperti para dokter.
"Loh, Dodit? Kok kamu di sini? Nggak sekolah?" tanya Ray heran melihat kehadiran Dodit.
Dodit menggeleng, "Tadi udah ijin pulang cepet kok sama guru piket. Nggak di bolehin sih, tapi aku terobos aja," jawab Dodit.
Ray memggeleng pelan, "Kamu jangan gitu, Dit. Harusnya nggak usah dateng. Lagian kamu nggak boleh masuk. Kamu masih pake seragam gitu. Kotor," ucap Ray.
Dodit meraih tasnya ke depan, lalu mengeluarkan sebuah kaos putih dan celana basketnya. "Aku bawa baju kok, Om," jawab Dodit.
Ray menghela mafasnya. Ia jadi tersentuh melihat niat Dodit. Dodit sampai berpikir panjang untuk membawa baju ganti. Ray jadi tidak tega. Ia akhirnya menepuk pundak Dodit pelan, "Ya udah sana, ganti. Nanti Om mintain lagi baju ijonya,"
Dodit mengangguk, lalu dengan cepat pergi ke toilet untuk mengganti baju. Ia meletakan tas, jaket, helm, bahkan kunci motornya begitu saja di lantai. Ray kemudian menoleh menatap Nath, "Dia tuh pacaran nggak sih sama Karen?" tanya Ray.
Nath menggeleng, "Nggak. Cuma temen."
Alis Ray menyatu. Teman? Yakin cuma teman? Bahkan orang yang Karen anggap sahabat saja tidak pernah mengambil tindakan seperti Dodit -selalu mengorbankan apa saja agar bisa menemani Karen. Ray pikir, sangat tidak cocok menganggap bubungan Karen dan Dodit hanyalah sebatas teman.
☘☘
Beberapa jam kemudian, prosedur transplasi sumsum tulang yang tadi Karen jalani sudah selesai. Saat ini ia sedang diinfus dengan obat-obat dan kantong darah. Besok ia akan menjalankan kemoterapi dengan dosis yang lebih tinggi. Lalu dua hari setelah itu, ia bisa pulang dan istirahat di rumah. Karen terlihat pucat, tetapi ia tersenyum saat Dodit masuk. Nath dan Ray menunggu di luar. Dodit duduk di sebelah Karen, lalu satu tangannya meletakkan sebuah baju basket yang pernah Dodit pakai saat ia memenangkan turnamen beberapa bulan lalu di samping bantal Karen. Ia menjadi shooter terbanyak di turnamen itu. Dan dua minggu lagi, Dodit akan kembali ikut dalam turnamen itu bersama Nath dan anak basket lain.
"Dua minggu lagi gue tanding. Kalo bisa, lo dateng ya, Ren. Pake baju basket gue nih," ucap Dodit.
Karen tersenyum. Tangannya yang diinfus bergerak perlahan untuk mengambil baju milik Dodit. "Keren banget lo," balas Karen.
"Kalo lo dateng, gue jadi semangat banget mainnya. Nggak perlu teriak-teriak atau nyanyi kok, Ren. Cukup duduk aja liatin gue," ucap Dodit lagi.
"Iya, nanti gue usahain. Kalo menang, traktir makan donat ya," balas Karen.
Senyuman Dodit mengembang. Wajahnya terlihat sangat ceria. Sudah muncul bayangan-bayangan saat Karen menontonnya di turnamen itu. Dodit jadi semangat untuk berlatih.
"Gue seneng banget bisa nemenin lo hari ini. Sebagai sahabat, gue ngerasa bangga bisa nemenin lo waktu di suntik-suntik kayak gini," ucap Dodit menatap lurus ke dalam mata Karen. Sahabat, sebuah fakta yang mampu mencubit hati Dodit.
"Gue nggak tau banget harus bilang makasih kayak gimana lagi, Dit. Lo sampe rela kabur gitu cuma buat nemenin gue. Mungkin bisa aja abis ini lo bermasalah gara-gara kabur, tapi lo tetep nekat dateng ke sini. Seumur hidup, gue belom pernah punya temen kayak lo. Gue bersyukur banget," balas Karen.
"Kenapa sih, lo baik banget gini sama gue? Gue aja nggak pernah bikin lo seneng. Kenapa lo masih mau di sini nemenin gue?" tanya Karen kemudian. Tatapannya polos menatap Dodit.
Dodit terkekeh, "Nggak tau juga. Gue kayak mau aja gitu nemenin lo. Aneh nggak si? Apa gue terlalu alay?"
"Dih, lo mah aneh Dit. Masa bingung sendiri," jawab Karen tertawa.
Melihat itu, Dodit ikut terkekeh dan mengelus kepala Karen dengan lembut. Ia sendiri bingung kenapa ia selalu ingin ada dekat dengan Karen. Jika di tanya kenapa ia kabur hanya untuk melihat Karen hari ini, ia bahkan tidak tahu harus menjawab apa. Ia sangat ingin menggenggam tangan Karen, tapi sayangnya, kedua tangannya diinfus.
"Btw, Ren. Mama gue punya pacar, loh. Katanya pacarannya udah mau dua tahun gitu," ucap Dodit.
Wajah Karen nampak terkejut, "Wah gila,"
"Iya. Jago banget ngerahasiainnya. Gue aja baru tau pas kemarin. Kemaron pas nyampe rumah, nyokap gue ngajak dinner valentine gitu. Eh tau-tau pas nyampe di restoran, ada pacarnya," balas Dodit.
"Ganteng gak?" ganya Karen.
"Biasa aja. Gantengan gue lah pastinya," jawab Dodit.
Karen terkekeh, "Masa kalah sama nyokap? Nyokap lo aja udah dua tahun. Lah, lo?"
"Ya abis, elo-nya gue ajakin nggak pernah mau," jawab Dodit.
"Ya udah tau gue nggak mau, lo bukannya cari yang lain. Banyak kali yang ngantri mau jadi pacar lo," balas Karen dengan nada bercanda.
"Gue kan maunya sama lo," timpal Dodit keukeuh. Wajahnya ia pasang pura-pura ngambek.
"Dit, kan lo pernah bilang sama gue. Apa yang kita anggep baik buat kita, belom tentu baik buat kita. Lo lupa?" tanya Karen.
Dodit menggeleng, "Inget, kok. Waitu itu di taman," jawab Dodit.
"Nah, ya udah. Terapin ke diri lo sendiri. Lo nganggep gue baik, tapi kenyataannya gue nggak baik buat lo. Lo sampe harus bolos cuma buat gue. Look up, Dit. Banyak orang di luaran sana yang jaaaaauuh lebih baik dari gue," balas Karen.
Wajah Dodit berubah menjadi cemberut. Moodnya berubah dengan perkataan Karen barusan. Apakah ini kode halus bahwa Karen tidak akan pernah menerima Dodit sebagai pacarnya?
"Gue kalo udah suka sama itu, ya maunya itu, Ren. Ibaratnya gue suka emas imitasi, walaupun di kasih emas asli yang paling mahal juga gue tetep maunya yang imitasi. Sama kayak feeling gue ke lo," ucap Dodit.
Karen menghela nafasnya, lalu terkekeh pelan. Ia mengambil baju basket Dodit, lalu menghirup aroma kamar Dodit yang masih tertempel di baju itu.
"Gue balik dulu ya, Ren," pamit Dodit kemudian. Ia berdiri, lalu merenggangkan otot tubuhnya sebentar.
"Nanti kalo udah sampe rumah, kabarin ya," balas Karen.
Dodit mengangguk pelan. Ia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Karen, lalu mendaratkan satu kecupan di dahi Karen. Pipi Karen memerah. Ia bisa merasakan kasih sayang yang tulus saat Dodit mencium dahinya tadi.
Dodit tersenyum kecil, "Harus tetep semangat, Ren. Jangan bandel, biar bisa nonton gue maun basket nanti."
"Gue pengen banget lo liat gue tanding. Gue mau bikin lo bangga," lanjutnya diikuti dengan senyuman.
--
huehue
segini dulu yaaas
tunggu part selanjutnya!btw, menurut kalian, Dodit itu gimana? berlebihan kah, sweet kah, posesif kah?
komen yaaaaa ->griertoast.
![](https://img.wattpad.com/cover/129357240-288-k745085.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rester [COMPLETED]
Novela Juvenil[completed story] [highest rank : #3 in SadEnding, 8 July 2019] •°•°•°• "Dit, kenapa lo bisa lengket terus sih sama cewek penyakitan kayak Karen? Kenapa nggak cari cewek lain aja yang bisa di ajak have fun? Karen kan lemah. Diajak main basket aja n...