Besoknya, jam menunjukkan pukul 5 sore ketika Karen terbangun. Karen membuka matanya perlahan, kemudian mendapati Opa berdiri di depan bednya, lalu Dodit0 duduk di kursi samping Karen sambil menggenggam tangannya. Opa mendekati Karen, lalu mengelus puncak kepala Karen.
"Udah enakan? Pusing?" tanya Opa.
Karen menggeleng, "Haus," jawabnya.
Dodit dengan sigap mengambilkan air minum yang ada di nakas sebelah Karen, lalu mengarahkan sedotan yang ada digelas ke bibir Karen. Karen meminum air itu hingga sisa setengah.
"Udah?" tanya Dodit setelah Karen menjauhkan dirinya dari gelas itu, lalu kembali memejamkan matanya.
"Papa mana?" tanya Karen.
Dodit menatap Opa, lalu Opa balas menatap Dodit. Opa menggeleng pelan, membuat Dodit yang mengerti keadaan mengangguk kecil. Ia kembali menatap Karen, "Papa kamu kan lagi ke luar negri. Ada kerjaan," jawab Dodit.
"Yah.." lirih Karen.
Karen memutar badannya menghadap Dodit. Tangannya yang diinfus ia biarkan menggantung. Ia menatap Dodit.
"Karen kangen banget sama Papa. Mau di peluk Papa," ucap Karen menatap Dodit.
"Telfon Papa, Dit. Suruh Papa pulang," lanjut Karen pelan. Air mata mulai menggenang di matanya, membuat mata Dodit memanas.
"Mana bisa? Kan lagi kerja," balas Dodit.
"Karen," panggil Opa mendekati mereka.
"Opa mau ngomong sama kamu," ucap Opa.
"Aku duduk dulu," balas Karen bergerak untuk duduk.
Dodit dengan sigap bangkit, lalu meletakkan bantal di belakang sebagai sandaran Karen. Ia berusaha membuat Karen merasa senyaman mungkin. Setelah Karen sudah duduk, Opa ikut duduk di space kosong di bed Karen sebelah kiri. Dodit duduk di sebelah Kanan, masih memegangi tangan Karen.
"Ngomong apa, Opa?" tanya Karen. Kesadarannya terlihat sudah pulih sepenuhnya. Wajahnya tidak sepucat tadi.
"Soal Papa," jawab Opa.
Karen menekuk keuda alisnya, merasa heran dengan ucapan Opa barusan. Ada apa dengan Papa? Bukannya Dodit bilang Papa sedang kerja di luar negri?
"Papa lagi di luar, kan? Kan tadi Dodit udah ngomong," balas Karen.
Opa menggeleng pelan. "Iya, Papa kamu lagi luar negri. Tapi tadi pagi, uncle Dave telfon Opa," jawab Opa.
Ia menunduk, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberitahu Karen kabar terbaru tentang Papanya.
"Uncle Dave telfon. Dia bilang kalau Papa kamu.." lanjut Opa.
Karen semakin menekuk alisnya. Kerutan di alisnya makin jelas terlihat. Ia sangat bingung dengan perkataan Opa yang sepatah-patah.
"Apa, sih? Ngomong aja langsung," ucap Karen.
"Opa minta maaf sebelumnya. Opa bener-bener bingung gimana cara ngomongnya. Opa bingung apa kata yang tepat buat ngasih tau kamu kabar tentang Papa," balas Opa.
Karen mendekatkan tubuhnya ke Opa. Perasaan cemas tiba-tiba saja memenuhi hati Karen. Berbagai pikiran yanh tidak-tidak muncul di kepalanya, menerka-nerka apa yang coba Opa katakan.
"Apaan?!" bentak Karen mendesak bahu Opa.
"Karen.." ucap Dodit menarik bahu Karen pelan agar mundur.
"Opa ngomong nggak jelas, Dit! Papa kenapa?!" bentak Karen lagi dengan suara yang bergetar.
"Waktu Papa kamu mau berangkat dari hotel ke tempat meeting, mobil dia kecelakaan. Uncle Dave bilang, semua urusan udah beres di sana. Kita tinggal tunggu Papa diterbangin ke sini. Kam-" ucapan Opa dipotong oleh Karen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rester [COMPLETED]
Teen Fiction[completed story] [highest rank : #3 in SadEnding, 8 July 2019] •°•°•°• "Dit, kenapa lo bisa lengket terus sih sama cewek penyakitan kayak Karen? Kenapa nggak cari cewek lain aja yang bisa di ajak have fun? Karen kan lemah. Diajak main basket aja n...