29 〰️ Futsal

6.3K 503 14
                                    

Dodit melangkahkan kakinya menuju rooftop karena Nath, Kenny, dan Rama sudah menunggunya di sana. Guru di dua jam pertama mereka tidak masuk ke eklas karena harus mengurusi beberapa pekerjaan sekolah, jqdi mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu di sini. Karena di rooftop mereka bebas merokok, Dodit tidak menyia-nyiakan kesempatan. Sudah hampir tiga hari ini ia belum menyentuh rokok sama sekali. Sebagai antisipasi jika nanti bajunya terkena bau asap rokok, ia menenteng sebotol parfum yang ia pinjam dari Adam.

"Nanti sore futsal yuk!" ajak Dodit menyalakan putung rokok pertamanya. Mereka duduk di sofa empuk yang kulitnya sudah terobek di beberapa bagian. Sofa turunan dari alumni.

"Yuk! Udah lama gak futsal," balas Kenny.

"Gue sih ayok ayok aja. Gimana sama pipi?" tanya Rama menatap Nath yang sedang memainkan handphonenya.

Nath yang merasa ditanya hanya bergumam singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari benda pipih hitam itu. Dan ketiga temannya sepakat bahwa jawaban Nath barusan bermaksud menyetujui ajakan bermain futsal.

"Main futsal tuh enakan ada cewek tau, Dit. Jadi semangat mainnya," ucap Kenny

"Jadi gengsi lah. Kalo kalah malu," tukas Rama.

"Itu poinnya. Jadi harus berusaha menang," balas Kenny lagi. Keukeuh dengan pernyataannya.

"Nanti pulang ke rumah lo ya, Nath. Pinjem sepatu sama baju," ucap Dodit tidak menanggapi Kenny, membuat Nath melirik Dodit dengan sinis.

"Dia yang ngajak, dia yang nggak modal. Aneh," cibir Nath.

Mendengar itu, Kenny dan Rama tertawa. Dodit selalu seperti itu. Penuh dengan ajakan dadakan setiap harinya. Ia mengajak teman-temannya untuk futsal, basket, bahkan berenang walaupun ia tahu tidak ada dari teman-temannya yang selu siap sedia menerima ajakan dadakannya itu. Ajakan sistem tahu bulat, kalau kata Adam.

💪🏻💪🏻

Nath memasuki rumahnya dari pintu belakang yang langsung terhubung ke dapur. Di belakangnya ada Dodit dan Kenny membututi Nath. Kenny juga ingin meminjam sepatu baju futsal milik Nath. Bukan apa-apa, tetapi sepatu mereka semua satu ukuran. Sepatu futsal Nath juga banyak dan jarang di pakai. Itu karena Nath lebih sering bermain basket daripada futsal. Baju Nath juga banyak yang seukuran dengan teman-temannya. Itu juga menjadi alasan kenapa ketiga temannya itu sangat betah menginap di rumah Nath.

"Mba, sepatu di sini pada kemana?" tanya Nath terdengar ketus, berdiri di depan lemari kaca tempat biasa ia menaruh sepatu-sepatunya yang terletak di ruang keluarga.

Papa membelikan lemari kaca itu karena hobi Nath mengoleksi sepatu. Ia sering membeli sepatu bermerek dengan model yang berbeda-beda. Sebagian besar dari mereka belum pernah dipakai dan masih sangat bersih, makanya lebih baik di taruh di dalam lemari kaca agar memudahkan Nath memilih sepatu jika suatu saat ia ingin memakai sepatu barunya.

"Mba!" teriak Nath lagi karena tidak mendapatkan jawaban.

"Nyari apa, sih? Itu sepatu banyak gitu," celetuk Kenny.

"Sepatu futsal, lah. Masa sepatu balet, bloon," jawab Nath sewot.

Biasanya kalau menemukan barang miliknya tidak ada di tempat, Nath akan bersikap sangat arogan. Egonya dapat dengan mudah terpancing oleh hal sekecil ini. Sifatnya sama seperti Papa. Terorganisir dan semuanya serba rapih. Mereka tidak suka jika barang mereka terpindah dari tempat terakhir mereka meletakannya.

"Mba Ani!" panggil Nath lagi, berteriak karena belum mendapatkan respon.

"Iya, iya, saya lagi bikin kue di dapur, Mas. Kenapa?" tanya Mbak Ani, asisten rumah tangga Nath bagian dapur yang sudah bekerja di sana hampir 2 tahun.

Rester [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang