45 〰️ Maaf, Ren

5.3K 415 24
                                    

Dari jendela mobil, Karen dapat melihat barisan karangan bunga dukacita yang berjejer di sekitaran rumahnya. Mobil-mobil juga berbaris di halaman rumah Karen. Saat membaca nama Papanya tertera di karangam bunga itu, hati Karen mendadak sesak. Ia menunduk, lalu kembali menitikkan air mata. Dodit tidak ikut di mobil Karen. Ia mengikuti di belakang menggunakan motornya. Persis di depan rumah Karen, ada antrian orang yang hendak masuk ke dalam. Gerbang rumah Karen yang biasanya tertutup rapat, hari ini di buka lebar-lebar. Karen dapat melihat teman-teman kerja Papa juga beberapa tetangganya masuk ke dalam rumah.

Saat sudah sampai tepat di depan rumah, Karen menghela nafasnya. Deru motor Dodit menyita perhatian orang-orang yang ada di sana. Dodit berjalan melewati mobil Karen, memarkirkan motornya di sebelah motor teman-temannya yang memang sedaritadi sudah datang.

"Gue turut berduka ya, Bos. Jujur, gue juga sedih banget tau kejadian ini," ucap Jamal menatap Karen.

"Lo nggak berhenti kan, Mal?" tanya Karen. Matanya berkaca-kaca menatap Jamal.

Umur Karen dan Jamal hanya terpaut 5 tahun. Hal ini membuat mereka bebas memanggil satu sama lain secara santai.

"Enggak lah, Bos. Nanti kalo gue berenti, yang ngaterin lo siapa?" tanya Jamal terkekeh.

Karen tersenyum tipis, "Kalo nggak di gaji, gapapa? Kan sekarang Papa udah nggak ada. Lo nggak takut ga nerima gaji?" tanya Karen membuat Jamal menggeleng.

"Gue iklas kerja buat lo, Bos. Mau di bayar, nggak di bayar, gue santai aja," jawab Jamal tersenyum.

Dodit mengetuk kaca mobil, membuat Jamal dengan sigap membuka kunci mobil dan bagasi. Suster Grace dan Jamal turun, sedangkan Dodit membukakan pintu untuk Karen.

"Mau di gendong?" tanya Dodit diangguki Karen.

Dodit menggendong tubuh Karen, lalu mendudukkan gadis itu di kursi roda. Beberapa tamu yang duduk di sekitaran garasi berdiri mengetahui itu Karen yang datang. Setelah Karen duduk dan suster Grace sudah membawa barang-barangnya, Jamal berpamitan untuk meletakkan mobil di tempat parkir di depan rumah. Semua mobil milik keluarga Nath dikeluarkan agar garasi mereka bisa dipakai untuk menampung karangan-karangan bunga yang datang dan juga memakirkan ambulans yang mengantar Papa nanti.

Dodit mendorong kursi roda Karen, dan suster Grace mengikuti mereka. Sampai di dalam, Opa dan uncle Dave menyambut kedatangan mereka. Karen menatap uncle Dave, lalu meraih tangan uncle Dave. Uncle Dave tersenyum kecil, lalu berjongkok untuk memeluk Karen. Di wajah uncle Dave yang biasanya penuh keceriaan dan tanpa beban, terdapat lingkaran hitam di bawah matanya. Matanya juga memerah. Pasti sangat berat kehilangan saudara kandung terdekatnya.

"Papa lagi di rumah sakit sebentar, Ren. Ada Auntie Maurin sama Om Rey kok nemenin Papa," ucap Dave menepuk punggung Karen.

"Karen nggak siap, Uncle," balas Karen mulai terisak.

"Siap nggak siap, harus siap, Ren. Ini udah jalan Tuhan. Kita nggak bisa nolak," jawab Dave lalu melepas pelukannya.

Ia menangkup pipi Karen, lalu menghapus air mata Karen dengan jempolnya. Wajah uncle Dave yang sangat mirip dengan Papa membuat Karen makin sesak. Andai saja yang di depannya ini Papa, bukan Uncle, mungkin ia sudah memeluk Papa erat-erat.

"Karen gabung sama Nath aja sana, ya," ucap Uncle diangguki Karen.

Dodit membawa Karen menuju ruang tengah, yang merupakan ruangan terbesar di rumah ini dan sekaligus digunakkan untuk meletakkan peti Papa nanti. Dodit membawa Karen ke kerumunan teman-temannya. Dan saat tatapan Karen bertemu dengan tatapan Nath, mereka hendak mengatakan sesuatu. Tetapi niat itu mereka urungkan karena suara sirine ambulans menginterupsi mereka.

Rester [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang