48 〰️ Kangen Papa

4.7K 440 25
                                    

Jam menunjukkan pukul 5 ketika Dodit datang ke rumah sakit. Karen baru saja selesai di suntik saat itu. Ia menatap Dodit dengan mata yang tergenang air mata, lalu ia melebarkan tangannya. Dodit berjalan cepat ke arah Karen, meletakkan helmnya secara asal di lantai, lalu memeluk Karen erat. Karen menangis di pelukan Dodit.

"Sakit lengannya," isak Karen.

Dodit mengelus punggung Karen pelan, paham dengan situasi yang Karen hadapi saat ini.

"Kapan sih nggak di suntik lagi? Sakit banget tau," isak Karen lagi.

"Nanti kalo udah sembuh. Makanya harus semangat biar cepet sembuh," balas Dodit.

Setelah sekian lama, Karen melepaskan pelukannya lalu menyenderkan tubuhnya di kasur. Ia meraih tangan Dodit lalu menggenggamnya.

"Tadi Lauren ke sini," ucap Karen setelah tangisannya mereda.

Dodit menatap Karen. Ia siap mendengarkan cerita Karen.

"Dia bilang, semenjak kenal sama gue, lo berubah. Lo jadi jarang nongkrong. Intinya, dia ngerasa kalo gue ngambil lo dari temen-temen lo," lanjutnya.

"Gue minta maaf, Dit. Kalo gue nggak sakit gini, mungkin lo bisa punya banyak waktu sama temen-temen lo. Lauren bisa punya banyak waktu juga sama lo," lanjut Karen lagi.

"Kenapa sih ngomong gitu?" tanya Dodit. Ekspresinya sulit dibaca.

Karen menggeleng, "Lauren masih sayang sama lo, Dit. She deserve you more. Dia lebih pantes buat lo. Dia jago basket, nggak sakit-sakitan kayak gue. Kalo lo sama dia.." Karen berhenti berucap. Air matanya kembali jatuh.

Sebelum melanjutkan perkataannya, ia menghela nafasnya pelan. Berat ia melanjutkan, "Gue nggak apa-apa kalo lo mau balikan lagi sama dia. Lo jadi bisa have fun. Ngedate, main basket bareng, kongkow kongkow.. Kalo sama gue, lo bisa apa? Cuma duduk di sini liatin gue tidur. Atau nggak cuma duduk, terus liatin gue nangis. Gue cengeng, nggak kayak Lauren yang keren. Lo lebih cocok sama cewek yang keren kayak Lauren, Dit."

Dodit menarik tangannya dari Karen, lalu berdiri. Ia tidak bisa tinggal diam melihat Lauren yang sudah membuat Karen merasa bersalah seperti ini. Ia tidak bisa diam saja melihat Karen berkata-kata seperti tadi. Memberikan dirinya untuk Lauren? Emang Karen kira, Dodit masih mau sama Lauren yang muka dua itu?

"Bangsat tu cewek. Nggak bisa di diemin orang kayak gitu," ucap Dodit pelan lalu memungut helmnya, kemudian keluar dari ruangan Karen.

Karen tidak sempat menghentikan Dodit karena kepalanya terasa pusing. Tangannya juga tidak bisa banyak bergerak karena masih sangat lemas akibat suntikan obat tadi. Karen kembali memejamkan matanya. Pikirannya terbang ke saat dimana Papa menemaninya sore-sore begini. Papa pasti duduk di sofa sambil minum kopi. Terkadang ia mengerjakan pekerjaannya, kadang juga hanya memandangi Karen.

Karen menatap bagian sofa yang sering di duduki Papa, lalu air mata kembali jatuh.

"Karen kangen Papa, Pa.."

🌩🌩

"Lauren!" panggil Dodit sesaat setelah ia sampai di lapangan basket.

Di sana ada Lauren sedang duduk bersama teman-temannya.

"Eh, Dodit. Apakabar, Dit? Tumben ke sini. Cewek lo udah lewat apa gimana nih, makanya lo ada waktu ke sini?" tanya Jordan.

Telinga Dodit terasa panas karena pertanyaan Jordan barusan. Tetapi ia tidak mau gelap mata. Ia berjalan ke arah Lauren, lalu menarik anak itu untuk mengikutinya ke luar lapangan tempat motornya di parkir. Lauren menurut saja. Sampai di luar, Dodit langsung menatap Lauren dengan tajam.

Rester [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang