Sumpah demi apapun! Rasanya mereka berdua ingin mengutuk kedua orangtua mereka masing-masing. Siapapun yang terlibat dalam hal ini, ingin juga mereka kutuk, namun mereka tidak jadi mengutuk. Alasannya cuma satu. Takut dosa. Apalagi yang ingin dikutuk adalah kedua orangtuanya.
Reya dan Garin. Pasangan muda yang baru saja menikah beberapa jam yang lalu, memasuki apartemen yang terkesan kecil, namun lengkap. Maksudnya lengkap adalah apartemen itu memiliki ruang tamu, ruang tengah, dapur, kamar, toilet, jendela, pintu, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu-per-satu.
Ralat! Mereka baru saja menyadari, apartemen itu tidaklah lengkap. Keduanya telah berkeliling selama tujuh kali putaran, namun tetap, tidak ditemukan kelengkapannya. Disimpulkan apartemen itu sungguhlah kurang. Pastinya tidak sesuai harapan.
Kurangnya di mana?
Jawabannya adalah... kamarnya!
Kamar di apartemen itu hanya satu dan otomatis mereka harus tidur sekamar berdua. Itu artinya mereka akan berbagi ranjang, berbagi selimut, dan.....
Keduanya sontak bergidik membayangkan hal itu terjadi.
Ceklek!
Reya membuka pintu kamar dan sontak matanya melotot.
"Astagfirullah! Hari ini gue tobat sama tingkah orangtua zaman sekarang!" Reya mengelus dadanya pelan.
Garin datang menghampiri Reya, gadis yang baru saja resmi menjadi istrinya. Ia ikut melihat ke dalam kamar. Kamar itu dipenuhi dengan kelopak bunga yang tidak tahu berguguran dari pohon mana. Mungkin kelopak itu datang dengan sendirinya atau ada jin yang menggugurkannya di sana. Garin tidak peduli itu.
"Bersihin sana!" suruh Garin seenaknya seraya mendorong punggung Reya masuk ke dalam kamar.
Reya berusaha berontak, tidak sudi disentuh apalagi didorong oleh Garin.
Reya menatap Garin tajam. "Lo aja yang bersihin! Emang gue babu lo apa?" ucap Reya tidak terima.
Garin tersenyum sinis. "Lo itu istri gue. Jadi, lo harus nurut sama gue!" Garin memegang kedua bahu Reya, namun langsung ditepis gadis itu.
"Gue?" Reya menunjuk dirinya sendiri. "Nurut sama elo? Hahahahaha..." Reya tertawa ala Anggun di shampoo Pantene, namun ia tertawa lebih panjang.
Setelah itu, Reya menghentikan tawanya, digantikan dengan tatapan sinisnya. "Mimpi!" ucapnya, lalu menarik kopernya masuk ke dalam kamar.
Garin geleng-geleng. Dosa apa dirinya hingga dinikahkan dengan gadis gila itu? Bagaimana dirinya hidup ke depannya? Apakah ia ikut gila, lalu meniru tawa Anggun di shampoo Pantene? Tertawa saja Garin jarang, apalagi harus tertawa seperti itu. Tidak bisa dibayangkan!
"Lo tidur di luar. Gue tidur di kamar." Garin tersadar dari lamunannya setelah mendengar ucapan gadis di depannya.
Garin mendekat ke arah Reya, lalu berdiri tepat di samping gadis itu yang sedang menyusun pakaiannya ke dalam lemari.
"Lo aja yang tidur di luar. Emang lo pikir gue apaan?" ucap Garin mengajukan ketidak terimaannya. Garin sungguh kesal dengan gadis ini.
"Di apartemen ini cuma ada satu kamar. Dan gue gak mau satu kamar sama lo!" balas Reya yang tidak mau kalah.
"Yaudah! Tidur aja sana di toilet! Simpel, kan?" ucap Garin acuh tak acuh.
Reya menggertakkan giginya, emosi. Ia menatap Garin nyalang. Siap untuk memaki lelaki di depannya.
"Lo itu harusnya ngalah. Lo itu laki atau bukan, sih? Gue curiga sama isi dalam celana lo. Atau jangan-jangan, lo it--"
Cuppp!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomanceReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...