41-Masing-masing

4.2K 217 72
                                    

Jangan lupa di-vote sebelum membaca. Vote itu gak berat kok, gratis pula. Hehe

Happy Reading!

°•°•°•°•°

Dua hari setelah kejadian malam itu, Reya lebih banyak diam. Berbicara seperlunya. Dan tidak pernah bertanya ketika Garin tiba-tiba pergi entah ke mana.

Sama halnya seperti saat ini, Reya duduk di samping pos satpam menunggu ojek yang dipesannya. Garin pergi meninggalkannya begitu saja setelah menjawab telepon. Tanpa penjelasan, dan bodohnya, Reya diam saja menatap punggung lelaki itu menjauh.

Kedua tangan Reya mengepal erat di atas pangkuannya, menahan gejolak aneh yang tiba-tiba datang menghantam dadanya. Sesak. Akhir-akhir ini ia sering merasakan itu.

Kepercayaannya terhadap Garin semakin memudar. Nyaris tidak ada.

Setelah ini. Reya tidak tahu apa yang akan terjadi. Mungkin Garin akan terus seperti ini. Tanpa kejelasan dan tanpa alasan.

"Melamun?"

Sedikit terkejut, Reya menengadahkan wajahnya. Rasanya ia ingin menangis saat melihat lelaki yang sekarang berdiri tegap di hadapannya, mengulurkan tangan minta disambut. Sepertinya urusan laki-laki itu sudah selesai.

"Ayo pulang," ajak Garin lembut.

Reya menatap Garin lama tanpa mau menyambut uluran tangan lelaki itu. Baru saja beberapa menit lalu lelaki itu pergi dan menyuruh Reya untuk pulang sendiri dan sekarang ia sudah kembali, berdiri tanpa ada rasa bersalah. Reya sendiri sudah lelah. Jujur, ia sangat lelah dengan tingkah Garin belakangan ini.

"Reya, ayo pulang. Aku mau ngomong sesuatu."

Reya menatap Garin dengan mata berkaca-kaca, ia menggeleng pelan. "Aku udah pesan ojek," kata Reya pelan.

Garin berlutut di depan Reya, menyamakan tingginya dengan gadis itu yang sedang duduk. "Kan bisa dibatalin."

Reya kembali menggeleng, namun pergerakannya langsung terhenti saat Garin memberikan tatapan tajamnya.

"Pulang, ya, aku mau ngomong penting." Garin kembali berucap lembut, kedua tangannya menggenggam erat tangan gadisnya.

"Mau ngomong apa? Sepenting apa?"

Garin tidak menjawab. Ia bangkit berdiri sambil menarik Reya menuju mobil yang kini terparkir di tepi jalan.

Selama di dalam mobil gadis itu sibuk dengan pikirannya sembari sesekali melirik Garin yang sedang mengemudi. Gadis itu sangat penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki itu. Terbesit harapan bahwa Garin akan menjelaskan semua sifat anehnya akhir-akhir ini.

Setelah duapuluh menit terlewat dalam keadaan hening, mobil yang ditumpangi keduanya akhirnya berhenti. Reya mengedarkan pandangannya. Pulang yang dimaksud Garin bukanlah ke apartemennya, melainkan rumah yang ditempati oleh kedua orangtuanya. Kedua orangtua Reya.

Lidah Reya terasa keluh hanya untuk sekedar bertanya. Hal yang ia takutkan mendadak kembali menyerangnya, merasuk ke dalam pikirannya. Ia bergeming, tidak bergerak, bahkan ketika Garin membukakannya pintu mobil sekalipun. Reya masih tidak mau turun. Ia menatap Garin dengan tatapan terluka.

"Ayo, turun." Garin memegang kedua bahu Reya sembari tersenyum tipis. Senyum palsu yang bisa ditangkap oleh sepasang mata Reya.

"Kenapa ke sini? Kenapa gak pulang ke apartemen?"

"Selama UNBK, kita tinggal di rumah masing-masing."

Jantung Reya berdegup kencang setelah mendengar jawaban Garin. Ia turun dari mobil dan berdiri tepat di hadapan lelaki itu.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang