Reya menatap langit yang kini berwarna abu-abu, menumpahkan derasnya air. Ia harus menunda kepulangannya, jika tidak ia pasti akan basah kuyup.
Reya menenteng barang belanjaannya keluar dari minimarket lantas duduk di salah satu bangku yang memang tersedia di sana. Ia menghentakkan jari-jarinya pelan di atas meja sambil menopang dagu, memperhatikan turunnya hujan yang tak kunjung mereda dan malah bertambah deras.
Sebenarnya jarak apartemennya tidak jauh dari minimarket, namun Reya tidak ingin nekat menerobos hujan. Ingin membeli payung, namun uangnya tinggal goceng di kantong. Ingin meminta Garin untuk menjemputnya, namun ponselnya sedang dalam keadaan tidak bernyawa, belum tentu juga Garin sedang berada di apartemen sekarang dan belum tentu juga Garin mau menjemputnya.
Jalan satu-satunya Reya memang harus setia menunggu hujan mereda.
"Lagi sendiri aja?"
Reya menghentikan aksi menopang dagunya. Ia mendongak, menatap laki-laki asing di depannya.
Reya hanya mengangguk lantas laki-laki itu tersenyum.
"Boleh duduk di sini?" tanyanya.
"Duduk aja," singkat Reya. Ia kembali menatap bulir-bulir hujan yang berjatuhan.
"Boleh kenalan?"
Reya kembali mengalihkan tatapannya ke lelaki asing yang kini duduk tepat di depannya. Ia menatap lelaki itu dengan alis terangkat satu.
"Gue Excel," katanya lantas mengulur tangan ke arah Reya.
Reya menatap datar tangan yang terulur ke arahnya, tanpa berminat untuk membalas.
"Reya."
Lelaki itu tersenyum dan kembali menarik tangannya. Ia menatap Reya di sela senyumannya. Cantik. Kata pertama yang terbesit di mulutnya saat melihat Reya duduk sendiri di sana.
"Lo suka hujan?" Laki-laki mulai bersuara setelah melihat gadis di depannya yang seperti enggan membuka mulut.
"Suka."
Lagi-lagi Reya hanya menjawab dengan satu kata.
"Walau pun hujan itu bisa buat lo sakit? Lo tetap suka?" tanyanya lagi.
Reya menatap Excel yang juga sedang menatapnya. Tatapan mereka terkunci.
"Hujan juga bisa menyembunyikan rasa sakit," jawab Reya terkesan cuek.
"Contohnya?"
Reya mengedikkan bahu sebagai jawaban. Ia ingin hujan ini segera reda. Udara di sekitarannya mulai terasa sangat dingin ditambah lagi angin yang juga ikut serta memberi hawa itu.
"Rumah lo di sekitaran sini?" tanya Excel setelah cukup lama terdiam.
Reya mengangguk. Ia lebih banyak menggerakkan anggota tubuhnya daripada mengeluarkan suara.
"Mau gue antar? Kebetulan gue bawa mobil, biasanya hujan kayak gini awet, dan lama baru bisa reda," jelasnya. Berharap Reya tidak menolak, namun harapan pupus ketika Reya menggeleng.
"Terima kasih." Reya tersenyum sekilas. Matanya beralih ke arah jalan raya yang basah. Banyak kendaraan berlalu lalang, terutama pengendara motor yang mengenakan jas hujan.
"Lo orangnya memang kayak gini, ya?" Excel tertawa hambar. Sementara Reya mengernyit bingung.
"Maksudnya?"
"Lo terlalu cuek. Irit suara, seakan-akan setiap kali lo ngomong itu biayanya mahal, dan lo takut bayar."
"Gak juga. Gue juga bisa cerewet dan banyak omong," tukas Reya.
![](https://img.wattpad.com/cover/135936058-288-k297476.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomanceReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...