Yang nunggu Garin up. Silakan dibaca!
Di part ini. Sumpah. Gue benci pake banget sama Garin. Kalo kalian juga benci, bencilah Garin sepuasnya kalo perlu kita matikan Garin secara bersama-sama. Ada yang setuju?
°°°°°°
Setelah insiden Reya yang ditolong Garin ketika pinsan, tidak jarang keduanya saling melemparkan senyum ketika berpapasan. Bahkan, Garin tidak pernah absen berdiri di samping gadis itu ketika upacara bendera. Padahal barisan upacara sudah diatur untuk baris per kelas, entah bagaimana caranya laki-laki itu selalu bisa berdiri di sampingnya. Namun, Reya tidak mempermasahkan hal itu, justru ia begitu senang dengan berdirinya Garin di sampingnya.
"Kalo mau pingsan, lo pingsan aja! Ada gue, kok. Pura-pura juga gak apa-apa," bisik Garin ketika salah satu petugas sedang membacakan pembukaan UUD 1945.
Lantas Reya menoleh, melihat ke wajah Garin yang tengah tersenyum jahil. "Lo aja yang pingsan, biar nanti gue yang tolongin."
"Masa cowok kayak gue pingsan, gak elit banget." Katanya, berbisik pelan.
Reya berusaha untuk tidak tertawa. "Kan cuma pura-pura," ucap Reya, sambil melirik-lirik ke belakang, takut kepergok dengan guru sadis yang sedang berpatroli menulusuri barisan.
Garin berdehem sekilas. "Kalo gue berani pingsan, imbalannya apa? Jadi pacar gue, mau?" tuturnya sambil menaik-turunkan kedua alisnya.
Reya menatap Garin lamat-lamat. Tanpa pingsan pun, Reya sudah pasti mau. Namun, melihat Garin yang kini berusaha menutup mulutnya agar tetap terkatup yang artinya sedang menyembunyikan tawanya lantas Reya menghelas napas. Garin hanya bercanda.
Reya mengalihkan tatapannya ke arah wanita paruh baya yang berdiri di podium sedang menyampaikan amanatnya. Menghiraukan pertanyaan menggoda dari mulut Garin.
"Kenapa? Gak suka gue? Aiss, gue kira suka. Padahal, gue udah suka. Hancur, deh, hati gue." Garin kembali meracau, bukan lagi bisikan, melainkan ungkapan yang mampu mengambil perhatian dari beberapa barisan terdekat.
Bibir Reya melukis lengkungan sempurna sambil menunduk berusaha menyembunyikan rona wajahnya sekaligus senyum yang tidak dapat ia cegah.
Hingga suatu ketika akhirnya tiba. Bertepatan di saat Reya yang sedang sibuknya mempersiapkan belajar ujian nasional sekaligus sibuk belajar untuk dapat masuk ke SMA favorit, Reya jadi jarang mengobrol dengan Garin. Hanya mengumbar senyum ketika berpapasan dan Reya pun tanpa sengaja sering melihat Garin menggoda gadis kelas sebelah. Keduanya sering terlihat bersama, tertawa, dan makan di kantin bersama, bahkan tidak ada lagi Garin yang setiap hari Senin-nya berdiri di sampingnya ketika upacara berlangsung. Mereka sungguh sudah sangat jauh. Reya meneliti barisan ketiga yang berada tidak jauh dari barisannya, dari situ ia bisa melihat senyum merekah Garin bersama gadis di sampingnya. Reya menahan gejolak kecewa dalam hatinya. Toh, ia bukan siapa-siapa. Mau marah tidak bisa. Mau cemburu pun tidak berhak. Pacar bukan. Lalu apa? Hanya korban kebaperan dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab.
Berhari-hari berlalu pun keduanya menjadi seperti tidak saling mengenal. Kadang Reya berpapasan dengan Garin dan seorang gadis cantik di sampingnya. Mengejutkan, tidak ada lemparan senyum, menoleh pun tidak. Reya hanya bisa menatap Garin yang berlalu dengan tatapan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomanceReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...