15-Dear Mantan

5.3K 247 28
                                    

Dear Mantan,

Andai kamu adalah tulisan yang menggunakan pensil...

Tanpa bekas akan sangat mudah tuk menghapusmu...

Sayangnya, kamu bagaikan ukiran di atas batu yang sulit untuk dihapus, bahkan tidak bisa dihapus....

Mantan, tahu kah kamu?

Hidupku sekarang rapuh,

Bagaikan sakitnya kulit yang apabila melepuh...

Dan meluruh dalam hembusan napas yang melewati paru-paru...

Berbahagialah kamu bersama yang baru....

Lupakan aku bersama masa lalu...

Dan tinggalkan aku bersama yang dulu...

Mantan,

Masih ingatkah kamu ketika kamu katakan cinta?

Aku yakin kamu pasti juga akan mengatakan cinta kepada yang lain...

Salahkah lidah yang tidak bertulang, hingga dengan mudahnya ia mendukung mulut untuk berkata bohong?

Mantan, hidupmu sekarang indah bukan?

Tanpa tahu jika hidupku berbanding terbalik denganmu...

Mantan,

Minggatlah dari hatiku...

Enyahlah dari bayangku...

Angkat kakilah dari pikiranku...

Biarkan bahagiaku bukan denganmu...

Greya Ametayara

Garin membaca setiap untaian kata yang tertulis apik di dalam binder milik Reya. Ia tidak sengaja menemukannya di dalam laci. Garin sendiri sudah hafal mati tulisan tangan milik gadis itu, tidak bisa dielakkan bahwa tulisan tangan 'Dear Mantan' itu adalah milik Reya.

Garin tersenyum kecut. Ia menutup binder di tangannya dan kembali menyimpannya ke dalam laci. Ia merasa Reya adalah salah satu korban yang gagal move-on. Dan Garin mulai gelisah, kira-kira siapa yang patut dijadikan tersangka hingga gadis itu bisa gagal move-on.

***

"Reya!"

Merasa namanya dipanggil, Reya menghentikan langkahnya dan langsung menengok ke sumber suara.

"Kenapa, Han?" tanya Reya sambil memperhatikan seorang laki-laki yang kini berjalan menghampirinya.

"Sorry, ganggu. Lo masih punya soal plus pembahasan Matematika tahun lalu, nggak?" tanyanya begitu sudah sampai tepat di depan gadis itu.

Reya diam sejenak mencoba untuk mengingat. Setelah pasti, baru lah gadis itu mengangguk memberi jawaban atas pertanyaan laki-laki di depannya yang bernama Farhan.

"Gue boleh minta, nggak? Pak Darius nyuruh gue buat jadi tutor anak kelas sepuluh, sedangkan punya gue udah hilang gak tau kemana." Farhan menyengir sendiri mengakui kecerobohannya.

Reya tersenyum. Wajar saja jika Farhan ditugaskan menjadi tutor, secara otak Farhan memang pintar. Kemampuan non-akademisnya pun patut diacungi jempol. Jadi, tidak ada yang salah dan aneh jika Farhan menjadi anak emas sebagian guru di sekolahnya itu. Walau nyatanya pun, Garin juga menyandang status anak emas itu. Bedanya, Garin tidak ramah sama sekali, malah lebih memiliki kesan sombong.

Reya menggaruk kepalanya. Mengapa jadi membandingkan Farhan dengan Garin?

"Boleh, tapi punya gue ada di rumah. Besok pasti gue bawain."

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang