21-Flashback(1)!

4.2K 208 31
                                    

Reya menghela napas panjang. Gadis itu lebih banyak diam. Matanya menatap kosong ke arah papan tulis yang penuh dengan coretan senyawa-senyawa kimia.

Pikirannya berkecamuk pada kejadian dulu. Tidak seharusnya ia kembali memunculkan rasa itu. Rasa yang dulunya suka, lalu berubah menjadi benci, lalu berubah lagi menjadi suka.

Entah. Reya tidak tahu. Reya bimbang dengan perasaannya sendiri, namun jika diingat lagi seharusnya rasa benci lebih mendominasi sekarang.

Dulu hingga sekarang, Reya tidak pernah lupa. Bagaimana bencinya ia kepada orang yang ia suka.

Semua itu bermula pada saat ia duduk di bangku SMP. Ia menyukai seseorang laki-laki tanpa diminta. Kehidupan cinta monyetnya pada saat itu dapat dikatakan sungguh sangat menggenaskan. Dipermainkan oleh laki-laki yang kadar kemanisan tampangnya lebih mendominasi dibanding ketampanannya. Reya mengakui, laki-laki itu sungguh memiliki wajah manis juga tampan. Sungguh paket wajah yang lengkap. Namun sekarang, gadis itu sungguh enggan untuk mengakuinya.

Reya menyesal, seharusnya. Reya harusnya tidak terpengaruh dengan perlakuan manis laki-laki itu ketika menolongnya. Reya harusnya tidak terpengaruh dengan wajah manis yang ternyata di dalamnya ada kebangsatan yang tersembunyi dan ia harusnya tidak terpengaruh ketika laki-laki itu mengatakan tiga kata, "aku suka kamu" di depan semua orang. Seharusnya tidak, namun semua telah terlambat. Kata seharusnya tidak itu sudah terjadi.

Reya mendesah pelan. Kejadian itu sudah lama, namun masih membekas di hatinya.

***

Flashback on!

Upacara bendera SMP Unggul Prestasi. Terlihat pria paruh baya yang memegang kuasa sebagai Kepala Sekolah masih saja betah dan bersemangat mengeluarkan berbagai petuah dari mulutnya, tidak peduli sengatan panas matahari yang bisa membuat kulit menjadi abu gosong. Banyak siswa-siswi yang mencak-mencak, menggerutu, mengeluh, mendesah, dan mendumel tidak jelas, bahkan ada yang berdoa secara terang-terangan agar Kepala Sekolahnya itu jatuh pingsan, tentu saja doa yang buruk tidak akan terijabah.

"Biasanya doa orang teraniaya itu cepat dikabulkan, tapi kok doa gue gak dikabulkan, ya?" celetuk salah satu siswa yang baru saja berdoa baik untuk pria paruh baya di depan sana.

"Emang lo teraniaya?" tanya teman sebelahnya yang sudah melepas topinya untuk ia gunakan berkipas.

"Ya jelas lah, gue teraniaya dengerin petuah yang gak ada habisnya itu. Mau sampe bel pulang kali ya, baru tuh si bapak berhenti. Heran gue, kenapa mulutnya gak berbusa coba?"

"Nino, diam kamu! Dengarkan apa yang disampaikan di depan!"

Setelah mendapat teguran tajam, kedua orang yang tadinya mengobrol secara terang-terangan langsung berdiri tegak dan memusatkan matanya ke depan. Takut, jika masa berdirinya di lapangan diperpanjang.

Barisan yang tadinya rapi dan lurus, kini sudah berbentuk lika-liku yang tidak teratur. Sudah banyak siswi yang jatuh pingsan, tetap saja amanat yang katanya singkat itu tidak kunjung terselesaikan.

"Lo sakit?"

Seorang gadis yang berusaha menahan rasa mual dan pusing di kepalanya, menoleh ke arah lelaki di sampingnya. Ia menggeleng lemah sebagai jawaban.

"Jangan ditahan. Sini, biar gue antar ke UKS."

Gadis itu kembali menggeleng. Ia berharap masih bisa bertahan. Entah mengapa di bawah sengatan sinar matahari membuat tubuhnya menjadi panas dingin. Keringat tak hentinya mengalir, rasa pusing di kepalanya makin menjadi, matanya yang menatap ke depan perlahan mulai menguning, lama ke lamaan mengabur, ia sudah tidak kuat menopang tubuhnya sendiri.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang