54-Yakin?

3.3K 193 43
                                    

"Sini, biar aku yang bawa." Tiba-tiba seorang laki-laki merebut keranjang belanjaan Reya. Entah dari mana datangnya lelaki itu, yang jelas Reya sangat terkejut dibuatnya.

Keranjang yang baru diisi dengan sayur dan bumbu-bumbu instan sudah berpindah ke tangan Garin. Lelaki itu tidak menyerah. Ia sudah menegakkan prinsipnya agar tidak tumbang, mau bagaimanapun Reya mencacinya untuk pergi, ia tidak akan menuruti keinginan gadis itu. Ia hanya akan berhenti jika Reya kembali menerimanya.

Garin percaya. Usaha tidak akan menghianati hasil.

"Gak perlu!" Baru saja Reya ingin mengambil alih keranjangnya, namun Garin menghindar lebih cepat. Ia menatap Reya sambil tersenyum lebar dengan kedua alis naik turun.

"Mau beli apa lagi?" Garin melangkah pelan sembari mengamati kumpulan buah-buah segar.

"Oh iya, kamu kan suka buah Naga, tapi kok buah Naga gak ada di sini ya?" Garin berbicara sendiri, tidak peduli dengan wajah Reya yang menunjukkan aura permusuhan.

"Kamu gak suka buah Apel, ya? Gak jadi, deh." Garin kembali meletakkan beberapa buah Apel ke tempatnya semula setelah sempat menyimpannya dalam keranjang.

Reya menghampiri Garin dengan keadaan dongkol. Gadis itu menarik lengan Garin kuat hingga keduanya berdiri berhadapan.

"Bisa gak sih lo jangan ganggu gue lagi?" Reya berucap pelan, namun tajam. Ia masih tahu tempat dan kondisi untuk tidak berteriak di dalam minimarket yang dikunjungi banyak orang.

Garin menggeleng santai. "Aku gak ganggu kamu."

Reya mendengus kasar, lalu menatap Garin tajam. "Gue merasa terganggu! Lebih baik lo pergi dari sini! Jangan buat gue emosi!"

Garin hanya mengerutkan kening sambil menatapnya lama.

"Ini tempat umum, sayang. Kamu gak berhak suruh aku pergi. Emosi kamu ditahan dulu, ya." Garin tersenyum, sebelah tangannya terulur mengelus pelan pipi Reya yang memerah karena menahan emosi.

"Kamu tambah cantik kalau lagi kesal," lanjut Garin dengan berbisik.

Laki-laki itu berbalik membelakangi Reya sambil terkekeh pelan. Sudah lama ia tidak melihat kekesalan gadis itu. Siap-siap saja Reya harus kuat mental dan fisik karena Garin akan selalu seperti ini setiap harinya, bersikap menyebalkan sampai gadis itu menyerah, dan membiarkan dirinya kembali sebagaimana mestinya.

Reya kembali ke depan dengan keadaan napas memburu menahan kekesalan. Gadis itu kembali mengambil keranjang baru, tidak perduli dengan keberadaan Garin. Biar saja lelaki itu berbuat semaunya.

"Ngapain ngambil keranjang lagi? Keranjang kamu kan sama aku."

Reya berjalan cepat melewati Garin tanpa menjawab lelaki itu.

"Reya." Garin menahan pergelangan tangannya.

"Mau lo apa, sih?" Reya emosi saat Garin kembali merebut keranjangnya yang masih kosong dan meletakkannya di sembarang tempat.

"Kalau aku kasih tau mau aku, kamu mau nurut?"

"Nggak!"

Garin tahu, Reya pasti akan menjawab dengan satu kata yang sama. Ia tersenyum, lalu menarik tangan Reya menuju kasir.

Bumbu-bumbu instan yang sempat dipilih Reya sebagai penyedap rasa telah ia ganti dengan bahan-bahan untuk membuat bumbu alami. Semua makanan yang ia tahu disukai Reya juga telah ia masukkan ke dalam keranjang belanjaannya. Keranjangnya penuh. Garin rasa, itu sudah lebih dari cukup.

"Kamu duduk di sini, ya." Garin memperlakukan Reya dengan perhatian. Laki-laki itu mengelus rambut Reya sekilas, lalu melangkah menuju antrian cukup panjang yang dipenuhi oleh para ibu-ibu.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang