04-Emosi

7.5K 374 60
                                    

Pagi sekali, Reya sudah bangun lebih dahulu, semalam ia lebih memilih tidur di ruang tengah, di depan televisi dengan menggelar selimut, lalu kemudian tidur. Reya takut kejadian waktu lalu terulang lagi. Kalian pasti tahu bukan, kejadian yang membuat Reya harus mencuci mulutnya dengan Detergen Anti Noda.

"Lo berangkat sekolah sendiri, jangan ikut gue!" seru Garin yang keluar dari kamar, lengkap dengan seragam sekolahnya.

Reya melotot tidak terima. "Gak ada. Lo enak-enak naik mobil, terus lo telantarin gue gitu aja. Gue aduin ke Mama baru tahu rasa lo!" ancam Reya yang tak mau kalah.

"Aduin aja sana! Bukannya semalam gue udah bilang, kalau lo tetap mau tidur di depan TV itu artinya lo harus siap berangkat sendiri," kata Garin, tersenyum sinis.

Emosi Reya kembali mengepul ingin keluar. Memang benar semalam Garin mengatakan itu, namun siapa yang mau tidur seranjang dengan laki-laki mesum. Bisa-bisa Reya akan bunuh diri karena kehilangan keperawanannya.

Lagipula, letak masalahnya dimana jika ia lebih memilih tidur di depan Televisi?

"Kalo lo berangkat sendiri, gue gak akan segan-segan doain lo kecelakaan di jalan!" rutuk Reya, emosi.

Garin tersenyum miring. "Allah akan melindungi suami tercinta lo ini. Bye, istriku, sayang!"

Secepat kilat Garin mencuri ciuman dari bibir Reya, lalu berlari cepat, sebelum ia mendengar berbagai sumpah serapah yang keluar dari mulut istrinya itu.

Sementara Reya mematung masih berusaha mencerna apa yang baru saja menempel di bibirnya. Lama baru ia sadar bahwa lagi-lagi bibirnya kotor. Emosinya sudah mendidih keluar ubun-ubun. Reya gregetan untuk tidak segan-segan mengutuk Garin.

"Gariiinnn! Suami biadab! Terkutuk! Gue benci sama lo! Errrggghhh!" kedua tangan Reya mengepal erat, ingin meluapkan emosinya sekarang juga.

Reya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci.

Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasakan kehangatan bibir Garin di bibirnya. Reya berusaha memutar otaknya bagaimana lagi caranya ia membersihkan bibirnya itu.

Apakah dengan Detergen Anti noda lagi?

Ganti merek lain?

Atau menggunakan pemutih Bayclin?

***

Reya menatap kosong ke arah jalan raya. Dia menunggu angkot lewat, namun yang ditunggu tak kunjung datang. Ternyata, menunggu itu memang berat. Dan Reya tidak mampu. Apalagi menunggu ketidakpastian.

Ingin mengendarai taksi, namun mahal. Sebagai anak sekolah terlebih memiliki suami seperti Garin, ia harus mulai belajar menghemat sekarang.

Reya memukul kepalanya, pelan. "Mikir apaan sih lo, Rey?"

"Reya!"

Reya menoleh ke sumber suara yang memanggil namanya.

"Ternyata lo beneran Reya," katanya, lalu menunjukkan senyum manisnya.

Reya berdecak. Mengapa bisa ia bertemu laki-laki itu di sini? Laki-laki yang merupakan teman dekat Garin, dan Reya tidak ingin sesuatu hal yang berhubungan dengan Garin, termasuk laki-laki yang kini tersenyum manis di atas motornya.

"Ngapain duduk di situ?" tanyanya. Reya memutar bola mata malas.

"Nunggu angkot," jawab Reya, ketus.

"Tumben. Biasanya lo di antar sama supir."

"Supir gue lagi bulan madu di Pulau Ilha da Queimada Grande, Brasil." Reya berucap asal.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang