Gadis itu semakin memejamkan matanya kala lingkaran kedua tangan di pinggangnya semakin mengetat. Ia sudah bangun pagi sekali, bahkan mandi pun sudah ia lakukakan, tetapi entah mengapa rasa kantuk masih menyerangnya. Seharusnya, hari ini ia pergunakan untuk belajar menghadapi hari esok yang akan membuat otaknya suntuk ketika disuguhkan dengan berbagai jenis soal ujian, tetapi itu tidak ia pedulikan. Reya ingin terbebas melepas penat sebelum benar-benar menghadapi hari esok. Setidaknya dihadapi dengan bergelung nyaman di bawah selimut.
"Belum mau bangun?"
Sontak Reya menggeleng. Ia malah menjejalkan kepalanya manja di dada laki-laki yang kini memeluknya erat.
"Sudah jam setengah sepuluh loh."
"Biarin!" Ucap Reya malas-malasan. Matanya masih terpejam nyaman.
"Reya sayang, ayo bangun dong. Sudah dari jam tujuh loh aku nungguin kamu bangun. Aku jadi ngerasa suami yang terkacangi tau nggak?!"
Reya membuka matanya malas. Ia memundurkan kepalanya sedikit, lalu menengadah menatap wajah lelaki yang sampai sekarang kedua tangannya masih bertengger nyaman di pinggangnya.
Reya mengerutkan kening bingung, mencoba mengingat sesuatu. "Kamu kapan datang?" tanyanya dengan suara serak.
Semalam Garin pulang. Jangan mengira lelaki itu akan menginap di kamar Reya. Setelah semalam Garin mengatakan ia tidak akan membuat Reya menangis lagi, tidak ada percakapan lagi di antara keduanya sampai laki-laki itu memutuskan pulang dengan alasan menjemput Gama dan Alfa di rumah tantenya. Reya kehabisan kata-kata, ia hanya bisa mengangguk dan kembali menaruh kepercayaan kepada suaminya itu.
Garin terkekeh pelan melihat wajah bingung Reya, kemudian melepas pelukannya di pinggang gadis itu, lalu menangkup wajah sang istri dengan kedua tangannya. Laki-laki itu mengecup pelan bibir Reya, sebelum kembali mendekap tubuh istrinya dengan erat.
Reya sontak menyembunyikan wajahnya di dada Garin, "kamu itu apaan, sih? Datang-datang main cium-cium aja," gerutu Reya yang mulai merasakan wajahnya memanas.
"Kangen kamu. Aku gak kuat," ucap Garin membuat Reya membalas pelukannya dengan erat.
"Kalo gak kuat, makanya jangan jauh-jauh dari aku."
"Gak bisa."
Reya melonggarkan pelukannya, kembali menengadah menatap wajah Garin. "Kok gak bisa?"
"Gak apa-apa," jawab Garin sambil memberikan senyumnya. Jawaban yang sama sekali tidak diharapkan oleh seorang gadis di pelukannya.
Reya menatap Garin dengan intens. Sengaja untuk memberitahunya bahwa bukan itu jawabannya yang ia inginkan. Reya mendengkus kasar begitu Garin malah memasang wajah konyol dan mengerlingkan mata nakal.
"Isssh, Garin nyebelin!" Reya memukul kuat lengan Garin.
"Iya aku nyebelin, makanya aku gak bisa kalo jauh-jauh dari kamu. Bawaannya kangen mulu."
"Alah, bullshit! Pembualan! Buktinya, aku ditingg-"
Gadis itu menghentikan omelannya begitu Garin memberikan ciuman beruntun di bibirnya. Reya pasrah menerimanya karena memang ia tidak bisa menolak dan tidak bisa berbuat apa-apa. kedua tangannya ditahan ditambah lagi pergerakan tubuhnya yang minim akibat mendapat tindihan tiba-tiba dari suaminya yang memang dapat disebut mesum atau apapun itu.
"Kamu itu kenapa sih, ciumnya selalu tiba-tiba gak pake bilang-bilang?" omel Reya begitu Garin menghentikan aksinya, kini ia malah membelai pelan kedua pipi Reya.
"Emang harus bilang, ya?" tanya Garin memasang tampang pura-pura polos.
"Tau ah!" Reya menepis kedua tangan Garin di pipinya, lalu mengalihkan tatapannya ke samping. Tidak kuat jika harus berpandang-pandangan dengan Garin dalam jarak seminim itu. Reya yakin pipinya sekarang ini pasti sudah merah, semerah-merahnya.
"Ya udah, deh. Aku ulang ya," ucap Garin sambil berdehem beberapa kali. Ia menatap wajah Reya yang berada di bawahnya sambil tersenyum. Laki-laki itu mulai meminimalisir jarak yang ada, jika diukur dengan mistar mungkin jarak keduanya hanya terpaut dua setengah senti saja.
"Aku izin, ya?" Garin berbisik pelan tepat di telingan gadis itu.
Reya memejamkan matanya sejenak, pipinya benar-benar semakin memerah. Dia yakin itu.
Tanpa menunggu gadis itu bersuara, Garin membawa wajah sang istri agar berhadapan dengan wajahnya dan kembali menghujamnya dengan ciuman. Lelaki itu memang cerdas memanfaatkan suasana. Buktinya, Reya sampai tidak berkutik dengan perbuatannya.
Garin tersenyum manis. "Jangan ngomel. Aku kan sudah bilang kalau mau ci-"
"Gak. Aku gak ngomel!" sela Reya cepat. Bola matanya bergerak liar, menghindari bersitatap dengan laki-laki itu. "Minggir ah, aku mau belajar. Besok ujian." Reya berusaha menyingkirkan tubuh Garin di atasnya, namun sepertinya suaminya itu sama sekali tidak ada niat menyingkir dari sana. Dengan mudahnya, ia malah mengubah posisi tubuhnya.
"Garin, sudah. Ini sudah siang, aku gak mau main-main," gerutu Reya manyun saat Garin malah menahan tangan dan pinggangnya agar tetap pada posisinya.
"Aku gak lagi gak main-main, sayang. Aku serius ini."
"Garin...!"
"Diam Rey atau aku akan lakuin hal yang lebih!" Ancam Garin yang kemudian membuat Reya diam. Sebenarnya Reya tidak takut dengan ancaman itu. Gadis itu tidak peduli. Mau tidak mau Reya akhirnya merebahkan kepalanya di atas dada laki-laki itu, menikmati jantung Garin yang berdetak normal.
"Mau berapa lama begini?" tanya Reya ketika Garin tidak berhenti mengusap punggung dan rambutnya dengan lembut.
"Sampai aku bosan."
Reya mendengus. "Bisa bosan juga?"
"Gak bisa lah."
"Terus?"
"Ya udah. Sampai seterusnya kita begini aja."
"Emang kamu sanggup?" tanya Reya, lalu bergerak naik mensejajarkan wajahnya dengan wajah Garin. Kini, giliran ia yang menggoda Garin.
"Sanggup, asal itu kamu." Garin menjawab mantap.
"Aku gak percaya!" Reya menurunkan wajahnya hingga kening dan hidung keduanya menyatu.
-tbc-
Aku sekarang malas banget...!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomansaReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...