08-Menghangat

7K 334 42
                                    

Vote n comment-nya dinantikan!!!

"Seharusnya kita seri, kalau seandainya lo gak pikun," kata Garin sambil meletakkan dua kertas di atas meja.

Reya memutar bola mata malas, lalu menyingkirkan dua kertas yang menghalangi soal-soal Kimia yang ingin ia kerjakan.

"Ada untungnya juga sih lo lupa kasih satuan meter," Garin tersenyum puas. "Jadi kan gue bisa berbuat apa pun ke lo."

Reya menatap Garin sinis. "Dasar mesum!"

"Biar aja. Mesum sama istri juga gak bakal berdosa, malah berpahala," godanya, mengerlingkan mata nakal.

Reya tidak menanggapi. Matanya melirik dua lembar jawaban fisika yang bersebelahan. Lembar jawabannya sendiri dan lembar jawaban Garin. Dirinya yang mendapatkan nilai 97 dan Garin dengan nilai sempurna, yaitu 100. Tidak ada yang salah dari jawaban gadis itu, hanya saja ia lupa menyertakan satuan meter di akhir pengerjaannya. Memang sepele, namun Pak Toyib tidak memiliki belas kasih dan begitu lah akhirnya, Reya kalah dan Garin yang menang. Kalah dan menang hanya karena meter. Rasanya tidak adil sekali.

"Sayang!"

Reya mengangkat kepalanya dan menatap Garin yang entah sejak kapan berada tepat duduk di sebelahnya. Ia menatap Garin waspada, takut jika laki-laki itu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Meski pun Reya harus menerima perlakuan Garin karena kesepakatan itu, namun Reya tidak akan pernah rela menerimanya.

"Apa?" tanya Reya, ketus.

Garin menggeleng. "Cuma misscall," ucapnya.

Reya mendengus, lalu kembali berkutik dengan soal-soal Kimia yang baru separuh jalan ia kerjakan. Reya mengerjakan soal-soal itu dengan mudah dan lancar, hingga tidak butuh waktu lama untuk proses pengerjaannya.

Usai mengerjakan soal-soal yang dikumpul besok, Reya merenggangkan otot-otot tangannya, tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang terus memperhatikannya sejak tadi.

"Akhirnya," gumam Reya, lega. Ia menumpuk buku-buku menjadi satu.

Usai membereskan buku-buku, Reya menoleh ke samping kiri dan tanpa sengaja bertemu pandang dengan mata Garin.

Garin tersenyum manis, matanya tidak pernah lepas dari wajah Reya. Seakan tidak menatapnya sedetik saja, Reya akan menghilang dari sana.

"Ngapain lo liat gue? Naksir?" tanya Reya, kesal. Ia tidak suka ditatap seperti itu. Apalagi yang menatapnya Garin. Rasa ingin mencolok mata laki-laki itu selalu ada.

"Emang gak boleh liatin istri sendiri? Lagian, gue gak perlu naksir sama lo," ucapnya dengan enteng.

Reya memutar bola mata malas. Ia bangkit keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Berada di dekat Garin hanya membuat telinganya berdosa lantaran terus-terusan mendengar kata-kata mesum.

"Sayang," panggil Garin yang mengekori Reya menuju dapur.

Reya mendesah berat. Bisakah kata menjijikan itu tidak keluar dari mulut Garin?

"Sayang, tidur yuk!"

Reya menatap Garin dengan tajam. Sepertinya laki-laki itu memiliki rencana busuk dengan mengajaknya tidur.

Mengerti dengan arti tatapan Reya, Garin tertawa kecil. "Gue cuma mau ngajakin tudur kok, gak ada niat mau macam-macam. Kecuali, kalo lo sendiri yang mau dimacam-macamin," tuturnya.

"Gak sudi!" ketus Reya.

Garin tertawa. Sementara Reya melanjutkan aktivitasnya menuang air putih ke dalam gelasnya. Rutinitas yang selalu ia lakukan sebelum tidur adalah meminum segelas air putih.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang