Garin bersandar di pintu mobil, mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan sang istri. Sebenarnya, ia ingin meluapkan kekesalannya kepada gadis itu. Bagaimana tidak kesal jika gadis yang berstatus sebagai istrinya masuk ke kelas di dua jam pelajaran terakhir dan ada Farhan yang mengantarnya sampai bangku tempat duduk dengan selamat. Garin yang melihat hal itu hanya bisa menahan emosi. Ia segera ingin membondong Reya dengan berbagai rentetan pertanyaan. Melihat kedekatan Reya dengan Farhan membuat kepalanya terasa ingin meledak jika terus-menerus memikirkannya.
Garin mendengus. Senyum kecut terpatri di wajahnya, siapa pun bisa melihat bahwa ia tidak suka dengan pemandangan itu. Seorang gadis yang sejak tadi ia tunggu telah melangkah memasuki parkiran, namun tidak sendiri, ada Ryan yang ikut melangkah di sampingnya. Entah apa yang keduanya obrolkan, yang jelas Garin tidak suka sorotan teduh gadis itu diberikan kepada Ryan.
Garin berdecak. Sepertinya ia perlu membuat pengumuman jika Reya sudah ada yang punya. Atau melakukan ijab kabul ulang yang diadakan di gedung sekolah. Biar dua laki-laki yang mendekati istrinya bisa tahu diri untuk tidak jadi perebut.
"Aku sudah daritadi nunggu. Kenapa lama?" Garin menatap kedatangan Reya yang berdiri di depannya dengan sorot mata dingin.
"Enak ya? Di luar kelas ada Farhan, di dalam kelas ada Ryan. Di luar sekolah ada siapa lagi?" tanya Garin dengan nada dinginnya.
Laki-laki itu tersenyum sinis sembari menatap Ryan yang kini pergi meninggalkan halaman parkir dengan motornya. Bukannya seharusnya Ryan tahu, apa hubungan Garin dengan Reya. Orang-orang pun semua tahu jika melihat Garin dan Reya sering datang bersama, pulang bersama, apa itu belum cukup untuk memperjelas semuanya kepada mereka. Jika bukan sebagai pasangan suami istri, setidaknya mereka tahu jika ia dan Reya pacaran, namun mengapa laki-laki itu masih saja gencar mendekati Reya yang jelas-jelas sudah punya pawang.
"Tadi ke mana aja sama Farhan?" tanyanya lagi pada sosok gadis yang masih berdiri di depannya.
Reya menatap Garin cukup lama, memejamkan mata sesaat, lalu menghembuskan napas pelan.
"UKS," jawab Reya pelan.
"Ngapain aja?" Garin bertanya santai, namun berbeda dengan tatapannya yang kian menajam.
"Tad-"
Garin beranjak menuju pintu kemudi, tidak mempedulikan Reya yang bermaksud untuk menjelaskan.
"Masuk!" pintanya dingin.
Reya kembali menghembuskan napas pelan, mengusap-ngusap lengannya yang terasa menggigil begitu mendapat terpaan angin. Gadis itu beranjak dari tempatnya berdiri, menyusul Garin yang sudah berada di dalam mobil. Baru saja ia ingin membuka pintu mobil samping kemudi, suara lengkingan seorang gadis langsung menghentikannya.
"Tunggu tunggu!"
Reya langsung menengok ke sumber suara. Seorang gadis dengan rambut panjang sepunggung berlari kecil ke arah pintu mobil tepat yang diduduki Garin.
"Gar, gue numpang pulang, ya. Supir gue gak bisa jemput, tiba-tiba aja mobilnya mogok di tengah jalan. Boleh, ya?" ucapnya sarat memohon.
Reya masih diam menatap Tessa yang kini membungkuk sambil mengobrol meminta tumpangan kepada Garin. Ada rasa kesal dalam dirinya mendengar suara Tessa yang sengaja dimanjakan.
Garin mengangguk singkat saat melihat tatapan memohon Tessa.
"Iya, boleh."
Tessa bersorak senang. Ia berlari memutari mobil dan sedikit mendorong tubuh Reya agar menyingkir dari tempatnya berdiri. Tanpa aba-aba, Tessa langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kemudi. Tak lupa tatapan penuh kemenangan ia berikan kepada Reya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomanceReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...