26-Reuni SMP

4.2K 210 33
                                    

Selamat Membaca! Jangan kesal ke Garin, ya. Jangan mengahakimi Garin juga. Maklumi aja kadar gengsi Garin memang tinggi. Garin aja maklum kok kalau kalian menghujatnya.

Jangan lupa di-vote sebelum membaca!

Happy Reading!

°•°•°•°•°

Reya memoles sedikit wajahnya dengan sedikit bedak dan memberikan pelembab tipis ke bibirnya. Ia berdandan senatural mungkin.

"Gak usah berusaha cantik. Percuma. Lo tetap aja kalah cantik sama cewek di luaran sana."

Reya menghentikan aktivitasnya, ia menatap Garin melalui pantulan cermin dengan dongkol. Kata-kata Garin sungguh membuatnya dongkol setengah mati. Gadis itu meletakkan pewarna bibirnya ke atas meja rias dengan asal. Ingin rasanya ia menolak ajakan Garin untuk pergi dan menerima ajakan Ryan. Entah bagaimana perasaan Ryan, gadis itu terpaksa menolak ajakannya untuk pergi sore ini.

Padahal, Reya tidak berusaha untuk cantik. Berdandan pun masih sama seperti biasanya saat ia ingin berangkat ke sekolah. Bedanya, ya, hanya pakaian yang gadis itu kenakan, dress pastel selutut dan sepatu sneakers warna putih. Ia juga hanya mengumpulkan rambutnya jadi satu lalu mengikatnya. Lalu, di mana kesan ingin berusaha mempercantik diri?

Heran. Apapun yang dirinya lakukan sepertinya selalu salah di mata laki-laki itu. Ingin rasanya mencolok kedua mata itu.

"Buruan, biar pulangnya gak kemaleman!" Garin melirik jam di pergelangan tangannya. Padahal baru jam 5 sore. Mengapa laki-laki itu kebelet sekali ingin berangkat cepat? Sekali lagi, Reya menyesal menerima ajakan Garin.

Reya mematut dirinya ke cermin untuk yang terakhir kali. Setelah merasa beres, ia mengambil tas selempangnya lalu melangkah, berniat keluar kamar tanpa menatap Garin.

Baru saja ingin meraih knop pintu, tangannya sudah terlebih dahulu berada di cekalan laki-laki itu. Reya membalik tubuhnya dan menatap Garin kesal.

"Mau apa?" tanya Reya, menepis tangan Garin dari pergelangan tangannya.

Garin memandangi sang istri cukup lama. Sampai akhirnya, tangannya naik menyentuh kepala Reya dan menarik perlahan kunciran rambut gadis itu, membiarkan rambut hitam tersebut tergerai.

"Rambut lo gak usah diikat. Gak usah pamerin leher yang gak ada bagus-bagusnya untuk dipandang!"

Setelah mengucapkan itu, Garin merapikan rambut Reya yang sedikit berantakan.

"Ayo, berangkat! Gue gak mau telat cuma karena nungguin lo yang dandan, tapi tetap gak berubah." Garin memandang Reya sekilas. "Tetap gak ada cantik-cantiknya."

Garin keluar kamar meninggalkan Reya dengan wajah merah menahan emosi.

Secepatnya, ya, secepatnya. Reya akan mencari dukun santet.

***

Reya duduk berdua dengan Garin di dalam mobil dalam keadaan hening. Tidak ada kata yang terlontar. Sejak kejadian Garin membuka kemejanya tanpa sadar, gadis itu memang lebih banyak diam, pipinya selalu saja merona karena malu. Rasanya Reya ingin mengajukan diri saja untuk pindah ke planet Mars dan menghilang di muka Bumi ini.

Sementara Garin, lelaki ini selalu saja berucap pedas, lebih banyak mengoreksi penampilan Reya dan akhirnya berujung kepada hinaan. Reya sungguh kesal. Tidak bisakah Garin memujinya sedikit?

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang