Sudah satu minggu lebih, sejak kepulangan Reya dari apartemen diantar oleh Garin, lelaki itu tidak pernah muncul lagi maupun menghubunginya. Mungkin itu yang dimaksud Garin yang tidak akan memaksa gadis itu kembali lagi padanya.
Jaket tebal yang Garin pinjamkan tergantung rapi di belakang pintu kamarnya. Reya ingin mengembalikan jaket tersebut sekaligus menjadikan benda itu sebagai alasan agar dapat bertemu dengan Garin setidaknya sekedar mengetahui bagaimana kabar laki-laki itu sekarang. Terakhir kali bertemu, Garin demam. Tidak tahu jika sekarang.
Namun, niatan untuk mengembalikan jaket itu kembali ia urungkan ketika tahu bahwa sekolahnya akan mengadakan Perjalanan Tahunan Usai Kelulusan, mungkin di situ ia akan kembali bertemu dengan Garin untuk meredakan segala sesuatu yang membuatnya tidak merasa tenang.
Sesuatu yang tidak bisa ia tapik bahwa ia sangat merindukan lelaki itu.
Ketidakhadiran laki-laki itu seminggu ini, bisa membuat sesuatu dalam dirinya bekerja.
***
Perjalanan Usai Kelulusan sebagian besar adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh mereka yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA, namun tidak dengan Reya. Gadis itu masih duduk diam di dalam mobil yang ditumpanginya, menatap ke arah gerbang sekolah yang sudah ramai dengan beberapa Bus yang akan mereka kendarai untuk melakukan perjalanan.
Danni yang duduk di kursi kemudi menatap putrinya sembari beberapa kali menghela napas.
"Yakin mau ikut?"
Reya menatap Ayahnya dengan tatapan ragu. Gadis itu menggigit bibirnya, lalu menggeleng. Namun, beberapa detik kemudian gadis itu mengangguk.
"Yang benar yang mana? Geleng atau ngangguk?"
"Reya mau ikut."
Pria itu menghela napas, lalu menggeleng pelan. Sejujurnya, ia tidak tega melepaskan putrinya pergi mengikuti Perjalanan Kelulusan.
"Belum naik Bus aja kamu sudah pucat. Gak usah pergi, ya." Danni menatap putrinya lembut, berharap Reya mau menurut.
Gadis itu menggeleng. Ia pasti akan menyesal jika tidak ikut. Dapat dikatakan di perjalanan kali ini ia bisa menghabiskan waktu bersama teman-temannya yang masih lengkap sebelum mereka semua berpisah karena harus berbeda tempat perkuliahan nanti.
"Terakhir kali kamu ikut beginian, kamu drop."
"Reya sudah minum obat anti mual."
"Memang mempan?"
Reya diam. Alasan Ayahnya melarangnya ikut adalah Bus. Gadis itu paling tidak bisa berada di dalam Bus, membayangkannya saja sudah membuat wajahnya pucat dengan bibir mengering. Reya akan mengeluarkan semua isi perutnya jika berada di dalam kendaraan itu.
"5 jam perjalanan, kamu sanggup?"
Tidak. Reya tidak sanggup. Tahun lalu, saat ia menjadi siswi baru yang mengharuskan dirinya ikut Pengukuhan yang membutuhkan 2 jam untuk sampai ke lokasi tujuan saja, gadis itu terus mual dan mengeluarkan semua isi perutnya sepanjang perjalanan.
Bagaimana jika 5 jam pergi dan ditambah 5 jam pulang? Total jadi 10 jam. Berdoa saja, ia pulang bukan dalam keadaan menjadi mayat.
"Kita pulang aja, ya." Danni menatap putrinya dengan wajah cemas. Ia tahu, Reya tidak akan sanggup. Terakhir kali putrinya mengikuti perjalanan seperti ini, saat pulang Reya harus dilarikan ke rumah sakit dan drop selama beberapa hari. Dhani tidak mau itu terulang lagi.
"Reya gakpapa, kok, Ayah. Bunda sudah siapin semua obat-obatnya. Kata Bunda, di dalam mulut harus sedia permen kalau sudah di dalam Bus supaya gak mual."
![](https://img.wattpad.com/cover/135936058-288-k297476.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomanceReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...