07(B)-Tersentuh.

7.8K 301 33
                                    

"Lo gak perlu tutupin! Gue suami lo, dan gue udah liat semuanya," tutur Garin, serius.

Mata Reya semakin membulat. Apa? Semuanya? Semuanya? Semuanya?

"Kenapa? Marah? Mau protes?" Garin menyunggingkan senyum sinisnya. "Lo gak bisa! Hidup lo  tergantung di gue."

Reya mencengkram kuat kemeja seragamnya. Sungguh. Rasanya ia tidak bisa membiarkan Garin hidup tenang. Apalagi suami terlaknatnya itu telah melecehkannya.

"Mandi sana! Kalo sudah mandi, masak buat gue. Gue lapar." Garin menatap Reya sekilas lantas melangkah keluar dari kamar.

"Oiya, ada satu lagi. Kerjain PR gue!" ucapnya dan kembali melanjutkan langkah.

Merasa ada yang terlupakan, Garin kembali menghentikan langkahnya dan berbalik. Dalam sekejap, senyum jahat kembali terbit di wajahnya.

"Ehem!"

Reya melirik Garin tajam begitu mendengar laki-laki itu berdehem. Apa lagi yang akan dibicarakan Margarin biadab itu?

"Gue cuma mau ngingatin satu hal." Garin menjeda kalimatnya sejenak. "Hal yang tertunda di ruang OSIS kita lanjutin nanti," lanjutnya sebelum benar-benar keluar dari sana.

Reya  tidak bisa menahan amarahnya. Ia menggigit ujung guling dan melempar semua bantal ke arah pintu yang baru saja ditutup Garin.

Harusnya ia tidak semudah itu menerima semuanya?

Harusnya ia tidak menyetujui kesepakatan terkutuk itu?

Harusnya....

[••••]

Reya berdecak. Sial.

Ia menyembulkan kepalanya mencari sosok Garin di kamarnya itu. Setelah memastikan Garin tidak berada di sana, ia keluar dari kamar mandi dengan mengendap-ngendap, takut pergerakannya terdengar.

"Bodohnya gue, kenapa dipelihara, sih?" gumamnya sambil menepuk kepalanya sendiri.

"Baru sadar?"

Reya terlonjak ke belakang melihat Garin yang duduk di kursi meja belajar. Reya memegang erat ujung handuk di dadanya. Ia tidak menyangka bahwa laki-laki itu ada di sana. Terlebih lagi, Reya hanya membaluti tubuhnya dengan satu helai handuk yang hanya mampu menutupi setengah pahanya.

"Lo mau godain gue?" Garin menatap Reya dari bawah sampai atas dengan tatapan yang sulit diartikan. Ditambah lagi dengan senyum khas-nya.

"G-gue..." Reya mendelik melihat Garin berdiri dan mulai mendekatinya. "Jangan dekat-dekat!"

Reya berjalan mundur menuju kamar mandi seirama dengan langkah Garin yang mendekatinya. Akan bahaya jika bersama Garin dalam keadaan tubuhnya yang hanya berbalutkan handuk.

Siapa pun, tolonglah!

"Tapi gue mau-nya dekat-dekat elo terus. Gimana dong?" ucap Garin dengan senyum mesumnya.

Reya masih terus melangkah mundur. Entah mengapa, kamar mandi yang ingin ia tuju rasanya sangat jauh.

"Garin, gue mohon, jangan dekatin gue untuk saat ini aja," ucap Reya memohon.

"Gue bebas mau dekatin lo. Gak ada larangan buat gue. Mending sekarang lo berenti jalan mundur, atau gue-"

Garin membanting pintu kamar mandi sebelum Reya berhasil masuk ke dalam sana. Pupus lah sudah harapan Reya untuk menyelamatkan diri.

"Atau gue akan  macam-macam ke lo!" Garin memojokkan Reya, mengurung gadis itu dengan kedua tangannya yang bertumpu di pintu kamar mandi.

Reya mencengkram erat handuk di dadanya dengan kedua tangannya. Ia memberanikan diri menatap tajam Garin yang sangat dekat dengan wajahnya. Kali ini, gadis itu tidak bisa meramalkan apa yang akan terjadi saat ini, di rumah ini, lebih tepatnya di kamarnya. Reya hanya berharap kamarnya itu tidak jadi saksi bisu ketika melihat Garin melakukan sesuatu hal yang buruk.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang