44-Lagi?

2.4K 129 13
                                    

Keana is calling....

Reya baru kembali dari kamar mandi dan menemukan kamarnya sudah kosong, mungkin Garin sedang berada di dapur mencari makanan yang bisa dimakan karena tadi suaminya itu mengeluh lapar dan belum sarapan. Salahnya sendiri yang malah bermanja-manja dengannya. Lapar 'kan jadinya.

Reya terdiam menatap lama smartphone milik Garin yang berdering di atas tempat tidur. Ada sederet nama asing yang tidak ia kenal. Lama smartphone itu terus berdering, sampai akhirnya Reya meraih benda pipih itu hendak menjawabnya, namun panggilan itu sudah terlebih dahulu diakhiri.

Reya sedikit terkejut, ternyata panggilan dari nama Keana bukan hanya sekali, namun berkali-kali. Dilihat dari riwayat panggilan pun, Garin seringkali menjawab panggilan itu. Reya menghela napas mencoba berpikir positif setelah melihat lagi yang ternyata Garin juga sama seringnya menghubungi Keana dibandingkan menghubungi dirinya yang jelas sekali statusnya adalah seorang istri.

Reya memejamkan mata sekilas, lalu membawa benda pipih itu keluar kamar, mencoba bertanya dengan Garin secara baik-baik, namun benda itu kembali berdering dan kembali menampilkan nama yang sama. Dengan jantung yang berdetak kencang Reya menjawab panggilan itu. Berdoa di dalam hati untuk kekhawatirannya.

"Halo, Garin kapan ke sini? Kea bosan."

Kea? Siapa gadis ini?

Reya sempat menahan napas sejenak setelah terdengar suara merdu dan merengek manja di telinganya. Sulit untuknya mengeluarkan suara. Selama ini, Garin tidak pernah memberitahunya siapa itu Keana. Dari suara si penelpon pun sangat terdengar asing di telinganya.

"Halo, Garin. Kok gak ada suara? Garin sudah janji loh, bakal datang setiap hari temani Kea."

Reya masih belum bersuara. Ada rasa tidak suka ketika cewek itu menyebut Garin dengan sebutan nama.

"Garin, Kea ma-"

"Gue bukan Garin. Lo siapa?" tanya Reya to the point. Entah mengapa perasaan gadis itu sedang tidak enak sekarang. Jantungnya terus saja berdetak tak wajar. Ia hanya takut mengetahui kebenaran dari kekhawatirannya, meskipun ia sudah meyakinkan dirinya untuk percaya pada Garin, namun tetap saja keraguan itu ada.

"Aku Keana. Garin mana dan kamu siapa?"

"Reya sayang, ayo kita sarapan!" Garin membuka pintu kamar secara tiba-tiba.

Reya hanya bisa diam membeku sambil menatap Garin dengan tatapan yang tidak biasa, sementara smartphone itu masih menempel di telinganya. Reya yakin, Keana pasti bisa mendengar suara Garin di seberang sana.

Reya dan Garin sama-sama diam saling menatap. Sambungan telepon masih terhubung, namun tidak ada suara Keana yang Reya dengar. Dengan kaku, Reya menyerahkan benda pipih itu kepada pemiliknya.

"Telfon dari Keana. Katanya dia bosan, minta ditemani sama kamu," ucap Reya sebelum akhirnya keluar kamar meninggalkan Garin yang hanya bisa terdiam tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.

***

Reya memainkan smartphone-nya dengan bosan sambil menunggu Garin keluar dari kamar. Sejak tadi yang ada pikirannya hanya Keana, Keana, dan Keana. Entah siapa dia yang sampai bisa membuat Garin belum juga keluar dari kamar. Entah siapa dia yang sampai membuat Garin hanya diam, tidak berusaha menjelaskan apa-apa kepada Reya.

Reya semakin yakin, perubahan sikap Garin belakangan ini pasti ada kaitannya dengan Keana-Keana itu. Jika memang benar, Reya tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Dilihat dari sikap Garin yang sangat enggan menjelaskan, membuat Reya semakin ingin menuntut penjelasan.

Reya langsung menoleh begitu suara pintu kamar yang berada di lantai dua dibuka. Di sana ada Garin yang sudah berpakaian rapi. Jaket yang tadi ia lepas, kini sudah kembali ia kenakan. Melihat itu, Reya bisa merasakan dadanya yang seakan terhimpit. Sesak, melihat Garin pergi meninggalkannya untuk perempuan lain.

"Rey, kamu sarapan sendiri, ya. Aku ada perlu."

Reya tersenyum kecut. Ia sama sekali tidak lapar sekarang.

"Siapa Keana?" tanya Reya dengan sorot mata dingin. Tatapan yang jarang sekali Garin lihat.

Garin menghela napas, ia menatap Reya seakan pasrah dengan keadaan. "Rey, aku pergi." ucapnya lalu melangkah pergi.

"Kamu gak bisa jawab pertanyaan aku? Aku cuma tanya dia siapa?" tanya Reya menuntut.

Garin menghentikan langkahnya. Tanpa membalikkan badan, ia mengatakan, "Maafin aku. Nanti kamu bakalan tau."

Hanya itu dan Garin pergi. Meninggalkan Reya dengan hati yang tidak baik-baik saja.

Seandainya Garin menjelaskan sedikit saja yang membuat Reya bisa mengerti. Mungkin, hati gadis itu tidak akan sesakit ini.


[...]

Pernah sakit, tapi tak pernah sesakit ini...

Pernah cinta, namun tak sedalam ini....

...

Sorry kalau Fals, gue kagak bisa nyanyi

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang