48-Bercerai?

3.1K 155 87
                                    

Sejak pernyataan Garin, Reya lebih memilih untuk menghindari laki-laki itu. Sudah satu minggu ini tidak ada yang berusaha untuk saling bertemu dan saling menghubungi satu sama lain. Selama ujian pun, Reya hanya datang mengerjakan soal-soal yang diberikan lalu kembali pulang untuk belajar ujian selanjutnya. Tidak ada lagi niatan bagi dirinya untuk menemui Garin, mungkin nanti jika ia sudah siap untuk memutuskan segalanya. Cepat maupun lambat, semuanya pasti berakhir.

Reya menghembuskan napas pasrah setelah hampir setengah jam ia duduk melamun menatap ke luar jendela. Hari ini ia lebih memilih berdiam diri di dalam kamar daripada masuk sekolah. Setelah UNBK, Reya jadi merubah kebiasaan rajinnya berangkat sekolah menjadi malas, lagipula tidak ada hal penting lagi yang perlu ia lakukan di sekolah, masa belajarnya di sekolah SMA sudah habis dan mungkin sebentar lagi Reya akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan.

Terkadang Reya merasa bersalah telah berbohong kepada kedua orangtuanya jika telah menyangkut keberadaan Garin. Ayahnya seringkali bertanya tentang Garin. Mengapa Garin tidak pernah mucul? Kalian ada masalah? Kok Ayah gak pernah lihat Garin, sih? Dan disetiap itu pula Reya selalu menjawab dengan kebohongan, mengatakan semuanya baik-baik saja. Meskipun, waktu itu, bundanya melihat sendiri bagaimana Reya menangis, namun bundanya memilih diam membiarkan putrinya dan Garin menyelesaikan masalahnya sendiri.

Namun, sudah seminggu ini tidak ada yang mencoba untuk saling memperbaiki, keduanya lebih memilih saling menghindar. Reya harap dengan cara menghindar bisa mengobati sedikit luka hatinya. Selain itu, ia bisa belajar dan menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran Garin.

Lagipula, sejak awal ia sudah terbiasa melakukan semuanya sendiri. Anggap lah dirinya hanya sebuah tempat persinggahan sementara untuk Garin, sementara lelaki itu menunggu tempat yang tepat untuknya menetap. Dan sekarang, penantian Garin sudah terbayar, ia sudah menemukan tempat yang tepat untuknya menetap. Ketika sudah nyaman dengan tempat itu, ia akan melupakan tempat persinggahan yang dulu pernah ia jadikan pengobat peluhnya.

Ini lah titik akhir keputusan yang akan Reya ambil. Ia tidak akan menghalangi Garin untuk menetap di tempat ternyamannya. Ia hanya cukup tahu diri dan tahu di mana posisinya di hati lelaki itu. Realitanya Reya memang menduduki posisi tinggi jika berbicara status, namun jika sudah berbicara perasaan mungkin Reya sudah terlebih dahulu kalah.

"Dia orang yang ada di kehidupan aku sejak lama. Sekarang dia sudah kembali."

"Sekarang dia sudah kembali."

"Dia sudah kembali."

Reya tersenyum di tengah air mata yang lagi-lagi mengalir. Keana-nya Garin sudah kembali. Jika Garin juga memilih kembali kepada Keana, maka tidak ada alasan untuk Reya mempertahankan semuanya. Biarlah semuanya hancur. Lebih tepatnya dirinya sendiri yang akan hancur.

***

"Lo sudah ketemu Reya?"

Garin menggeleng.

Nino berdecak. Kelakuan Garin belakangan ini membuatnya gemas ingin menghajar Garin seperti yang dilakukan Ryan satu minggu yang lalu.

"Lo bicarain lah baik-baik. Dia itu istri lo, bego! Lagian kalau belum mampu nikah, ya, jangan nikah! Bikin anak gadis orang sakit hati aja," sengit Nino.

"Lo gak paham, bego!" ucap Garin yang tak kalah sengit.

Nino menepuk bahu Garin, ikut prihatin menatap wajah sahabatnya yang tak memiliki daya apapun. Kedatangan Nino pagi ini ke rumah Garin membuat dirinya sendiri terkejut melihat kamar yang biasanya selalu rapi kini sangat berantakan, ditambah lagi wajah Garin yang tidak ada adem-ademnya untuk dipandang. Wajah itu seperti memikul berton-ton beras yang terlalu berat. Rambutnya juga sangat berantakan, ketahuan sekali jika saat ini Garin sedang banyak pikiran. Terbukti karena sejak tadi lelaki itu selalu mengacak rambutnya frustasi.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang