49-Benar-benar berpisah?

3.2K 168 65
                                    

Jujur, ya. Aku bingung mau gimana? Aku gak tega buat Reya dan Garin kayak gini. Dan aku menyesal. Mungkin memang ini jalan mereka berdua.

Mungkin kalian akan tambah membenci Garin. Itu hak kalian. Aku pasrah.

Silakan dibaca!

°•°•°•°•°

Jantung Reya berdetak kencang. Hal itu ia rasakan semenjak berada di depan kamar laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya. Sekarang Reya telah berdiri tepat di depan laki-laki yang berpenampilan sangat berantakan. Sama seperti kamarnya yang juga sangat berantakan, pakaian dan barang lainnya berceceran di mana-mana. Padahal setau Reya, kamar Garin tidak pernah terlihat seperti ini.

Terbesit harapan kecil, semoga hidup lelaki itu juga tidak sedang berantakan.

Beberapa menit yang lalu sampai sekarang keduanya masih menatap dalam diam. Menyelami netra mata masing-masing. Mulut keduanya tertutup rapat dengan posisi yang masih sama. Saling berhadapan.

Jika bisa, Reya ingin memeluknya.

Jika boleh, Garin ingin memeluknya.

Ada tatapan saling menginginkan, namun juga saling mengingkari.

Dalam hal ini Reya hanya bisa berspekulasi dengan pemikirannya sendiri. Masih belum tau bagaimana akhirnya. Melihat dia, Reya kembali berpikir. Keputusan yang sudah ia susun rapi kembali berantakan.

Melihat Garin dengan tatapan teduh bercampur tatapan frustasi penuh kepasrahan. Reya sadar, ia tidak bisa melepaskan Garin. Sudah terlalu jauh hatinya terpaut dengan laki-laki itu.

"Gar..." Reya menarik napas, kembali menghembuskannya.

Keduanya harus berbicara dan salah satunya yang harus memulai. Jika tidak, bisa jadi masalahnya akan lebih panjang.

"Sudah satu minggu lebih." Reya menatap Garin dengan mata berkaca-kaca. Hal yang paling ia harapkan sekarang adalah tidak menangis di depan laki-laki itu.

"Kapan mau kamu pastiin semuanya?" Reya maju selangkah lebih dekat di depan Garin. "Pernah gak kamu tanya sama diri kamu sendiri, gimana perasaan aku?"

Laki-laki itu diam. Membiarkan Reya mengungkapkan semua perasaannya, mungkin bisa membuatnya sedikit berpikir.

"Aku juga punya hati sama kayak dia."

Garin mengerti siapa dia yang Reya maksud. Jika takdir hidupnya bisa diubah, tentu Garin tidak menginginkan kejadian ini. Jika kejadian seperti ini tetap terjadi, ia akan membuat Reya tidak berada di dalamnya.

Bukan hanya Reya, Garin pun menyesali semuanya.

"Aku ke sini cuma mau memastikan, mungkin aku sudah tau jawabannya." Reya mengalihkan tatapannya begitu air matanya keluar. Ia tidak punya kekuatan lebih untuk menahannya. Tenaganya lenyap jika sudah berhadapan dengan Garin.

"Aku atau dia?" tanya Reya tiba-tiba. Ia menunduk dalam, tidak berusaha mencegah airmatanya untuk tetap keluar.

Jujur, Reya tidak sanggup mendengar jawaban yang keluar dari mulut Garin, selain memilihnya.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang