Warning: Berisi konten aneh yang melibatkan masalah rumah tangga Nino. Mohon bijak dalam menanggapinya.
Happy Reading!
°•°•°•°•°
Garin berguling-guling di atas sofa. Berbagai macam gaya sudah ia praktikkan hanya untuk menunggu pesan atau telepon keluar dari ponselnya, namun selama ia menunggu nyaris seperti orang gila tak satu pun pesan atau telepon yang datang dari gadis itu. Hanya pesan dari operator yang selalu setia lahir dan batin mengiriminya pesan.
Garin berdecak kesal. Melempar asal ponselnya ke atas meja. Rambut yang tadinya tertata rapi, sekarang sudah acak-acakan. Laki-laki itu duduk bersila di atas sofa.
"Lo kenapa sih, Gar? Sudah jarang ngumpul juga bareng kita. Sekali ngumpul, eh, malah liatin hp melulu. Malah muka lo udah kayak genderuwo beranak tiga," dumel Fahri yang sudah bosan melihat kelakuan Garin yang sejak dua jam lalu masih saja begitu.
Ryan yang memegang stik game hanya mengedikkan bahu acuh. Ia lebih fokus ke layar di hadapannya, berusaha mengalahkan Fahri.
"Ada masalah lo?" Fahri menoleh sekilas ke arah Garin, lalu kembali menatap layar di hadapannya. "Anjir! Gue kalah," pekiknya sambil melempar stik game dan mendapat kekehan dari Ryan.
"Gar, sekarang giliran lo yang lawan gue." Ryan menyodorkan stik game ke arah Garin yang masih duduk di sofa dengan penampilan yang sudah amburadul.
Garin menatap Ryan malas. "Gue capek. Lo ajak aja si Nino," katanya, lalu berbaring nyaman di atas sofa.
"Si Nino mana, sih? Ada tamu kok dia malah nongkrong di toilet. Lagi ngapain sih tuh anak? Seneng banget di dalam toilet. Malah kita gak disuguhin minum juga," oceh Fahri. Menengok sekitaran ruangan yang dipenuhi dengan peralatan game milik Nino dan adik-adiknya.
"Akhirnya, gue bisa bernapas lega." Nino muncul dengan tampang lega, senyum sumringah menghiasi wajahnya. Tangannya bergerak-gerak mengelus perutnya, senang karena telah terbebas dari panggilan alam.
"Bikinin kita minum dong, No. Gue haus," pinta Fahri yang dibalas decakan nyaring dari mulut Nino.
"Bikin sendiri sana!"
"Tamu adalah raja. Pemilik rumah adalah pelayan," balas Fahri memberikan teori andalannya.
Nino mendengus, menatap Fahri sinis. "Dan pelayan ini berhak ngusir lo dari sini!"
"Gitu banget sih lo, No. Sama teman sendiri juga," dumel Fahri.
"Lo juga tega sama gue. Gebetan teman sendiri diembat."
"Enak aja. Gue sama Vina sama-sama suka. Nyerah aja deh, No. Lagian Vina gak suka sama lo."
"Gue gak bakal nyerah selama ijab kabul belum terlontar dan para saksi belum meneriakkan sah. Gue akan terus gebet Vina sampe sah."
Fahri meringis sambil geleng-geleng prihatin. "Terserah lo aja deh, No."
"Ya memang terserah gue. Sampe buku nikah kalian belum jadi, gue gak akan pernah nyerah buat dapeti-"
"BANG NINOOO... ADA MONA PULANGGG!!!"
Nino tersentak kaget mendengar teriakan membahana bocah berusia lima tahun di ruang keluarga.
"Mona?" tanya Garin yang langsung menegakkan tubuhnya duduk di atas sofa.
Ryan dan Fahri serempak menggeleng. Sementara Nino langsung berlari ke sumber suara di mana adiknya itu berteriak. Mau tak mau Garin, Ryan, dan Fahri terpaksa mengikuti Nino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Two✔
RomansaReya membanting pintu apartemennya, lalu keluar dari sana. Kenyataan bahwa Garin meninggalkan dirinya memang tidak bisa dielakkan. Laki-laki seperti Garin memang pantas Reya benci. Reya menyentuh bibirnya. Ingin rasanya ia menangis sekarang, merasak...