11-Lo gak apa-apa?

6.4K 307 82
                                    

Garin berbaring nyaman di atas sofa sambil memainkan remote TV di tangannya, tidak peduli dengan keadaan Reya yang tengah mencak-mencak, menggerutu tidak jelas.

Reya meletakkan secangkir teh hangat di atas meja. Mood-nya sungguh buruk lantaran Garin tidak berhenti menyuruhnya ini itu.

"Tuan, silakan diminum teh-nya, mumpung hangat." Reya berkata sehalus mungkin, namun ada nada mengejek di sana. Ingin sekali ia muntah sekarang mendengar kata-katanya sendiri.

Sementara Garin tersenyum geli, ia mengulurkan tangannya ke arah Reya.

"Bangunin," katanya.

Reya menatap tajam Garin. "Bangun sendiri!"

Garin tetap keukeh, ia menggoyang-goyangkan tangannya di udara nyaris seperti anak kecil.

"Tarik tangan gue doang, gak ada yang susah."

Kini Garin mengulurkan kedua tangannya, matanya bermain memerintah Reya untuk menariknya duduk.

Reya menghembuskan nafas kasar, setelahnya ia mendekat dan meraih tangan Garin.

Garin tersenyum nakal. Tahu, apa yang akan dilakukannya. Dengan kekuatannya yang tidak dapat dikalahkan oleh Reya, ia dapat dengan mudah menarik gadis itu hingga terjatuh tepat di atas tubuhnya.

"Garin." Reya terkesiap. Berusaha menyingkir, namun sia-sia. 

"Cuma sebentar, jangan bergerak. Gue masih kedinginan, cuma lo yang bisa hangatin gue. Jadi lo mau kan, kalau gue...." Garin menarik tubuh Reya ke atas agar dapat mensejajarkan wajah keduanya. Ia menatap Reya hangat.

"Gue peluk kayak gini?" lanjutnya.

Reya sudah menahan nafas mendengar Garin yang menjeda kalimatnya. Mendadak irama jantungnya tidak dapat ia kondisikan. Apalagi hembusan nafas lelaki di bawahnya sangat nyata menyapu wajahnya. Terlebih lagi, Garin menarik belakang kepalanya hingga kening dan hidung keduanya menyatu.

Reya membatu, sulit baginya mencerna apa yang terjadi. Di dalam hatinya, ia ingin segera menyingkir dari sana, namun di sisi lain tubuhnya terasa kaku dan bergerak pun rasanya sulit.

"Diam berarti... iya." Merasa tidak ada perlawanan dari Reya, Garin memeluk Reya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya bermain membelai rambut istrinya.

Reya tidak tahu harus berbuat apa, kali ini jantungnya sungguh tidak stabil. Belakangan ini semua perbuatan Garin selalu membawa pengaruh buruk terhadap cara kerja jantungnya.

Ini tidak bisa dibiarin!

Reya yang sempat menyembunyikan wajahnya di leher Garin, kini mengangkat kepalanya, ia menatap Garin sambil berusaha menelan salivanya dengan susah payah.

"Garin," panggilnya pelan, nyaris tidak terdengar.

Garin berhenti membelai rambut panjang Reya, ia menaikkan satu alisnya begitu sepasang mata keduanya bertemu.

"Kenapa?" tanya Garin kemudian.

"Gue...itu, eh, gue...mau itu."

"Itu? Itu apa?"

Reya mengutuk dirinya sendiri. Efek perbuatan Garin bertambah satu, yaitu Reya kesulitan berbicara karenanya.

"Em, gue mau anu, eh itu."

Reya sangat malu, apalagi Garin sedang tersenyum nakal sekarang. Tahu bahwa laki-laki itu mungkin saja salah mengartikan bentuk ucapannya. Dasar mesum!

"Oooh, jadi lo mau itu." Garin mengeratkan pelukannya, ia kembali menarik kepala Reya dan memberikan kecupan ringan di leher istrinya.

"Garin, jangan macam-macam!" Reya berucap kesal. Ia kembali mengangkat kepalanya dan menatap Garin yang sedang terkekeh kecil sekarang.

Perfect Two✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang