Prolog

49.6K 3.3K 48
                                    

Ruangan gelap itu terasa sangat mencekam. Terdengar suara derap langkah seseorang berlari dengan longlongan tidak jelasnya. Derap langkah seseorang yang menyusul kemudian menambah gema dalam ruang gelap itu. Seberkas sinar menyorot pada wajah gadis kecil yang menatap ketakutan ke arah orang yang menyinarinya. Gadis kecil itu menjerit tapi suaranya hanya terdengar seperti longlongan belaka. Sinar itu kembali hilang menyisakan longlongan menyakitkan yang terdengar menyayat hati. Lama ruangan itu diliputi kegelapan dan dipenuhi suara longlongan kesakitan itu. Perlahan longlongan itu memelan lalu menghilang diikuti derap langkah yang menjauh.

Perlahan sinar memasuki ruang gelap itu memperlihatkan seorang anak perempuan yang meringkuk diatas ranjang yang kusut masai. Pandangan anak itu kosong, air mata menetes dari kedua matanya. Rambut anak itu kusut dengan beberapa noda biru menghiasi tubuhnya yang terekspos karena baju anak itu  koyak tak berbentuk.

Hana...

Hana...

Anak itu terlihat seperti Hana...

"HANA..."

"HANA..." Teriaknya

"Mimpi itu lagi..." gumamnya seraya bangun dari pembaringan dan memilih menyenderkan tubuh ke kepala ranjang.

Wanita itu berusaha mengatur napasnya yang memburu dan mensugesti dirinya sendiri agar kembali tenang. Mensugesti jika semua itu hanya mimpi yang tidak ada artinya dan hanya kembang tidur saja. Wanita dengan rambut sebahu yang acak-acakan itu mengusap wajah frustasi lalu meraih air putih yang tersedia disamping ranjang dan memiumnya cepat. Sekuat apapun dia mensugesti diri tapi kehadiran mimpi buruk yang terus berulang tetap saja mempengaruhinya.

"Came on Hanin...it just a dream...it just a dream..." ucapnya mengingatkan dirinya sendiri.

Karena mata yang tidak mungkin bersahabat untuk kembali diajak tidur, pergi minum minuman hangat atau makan makanan manis terdengar lebih baik. Hanin melangkahkan kaki keluar dari kamar tidurnya. Suara derap langkah kaki terdengar begitu nyaring dikeheningan malam itu, menandakan jika rumah itu sangat kosong.

Semua lampu rumah yang sengaja selalu menyala membuatnya menarik napas berat. Betapa sunyinya rumah itu setelah semua penghuninya pergi meninggalkan dia sendiri. Foto keluarga yang terpasang di dinding terlihat seperti sedang mengejeknya.

"Ibu benar, akulah yang terlalu keras kepala..." ucapnya pada wanita paruh baya yang memasng senyum lebar dalam potret foto itu.

Menggelengkan kepala untuk menghilangkan persaan melow yang menguasai hati. Rasanya jika dia larut dalam perasaan yang menguasai hatinya membuatnya menjadi orang paling nelangsa saat ini. Bangun di keheningan malam dan menyadari jika hanya sendirian saat itu, tidakkah itu terdengar menyedihkan?

"Hanindiya Almira...sadarkan dirimu...ayolah...kau tidak semenderita itu..." ucapnya pada diri sendiri seraya melangkah untuk membuat coklat panas ke dapur.

Lupakan tentang aturan diet, saat ini minuman hangat dan manis adalah obat terbaik untuk menemani kesepian yang mencekam.

"Hana...Hana..." gumamnya tanpa sadar.
 
Untuk mengisi kekosongan malam Hanin, begitu wanita itu dipanggil, memilih menyalakan laptop dan menonton  koleksi film dalam laptopnya
Menonton dirasa lebih baik daripada tenggelam dalam pemikiran tidak berujung yang berakhir menghancurkannya perlahan.

Suara laptop yang memutar film menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan malam itu. Tinggal sendirian dirumah peninggalan orangtuanya membuat wanita itu harus siap tenggelam dalam kesepian yang mencekam, bercampur perasaan takut yang menyelimuti hatinya. Dia berusaha konsentrasi dengan film romantis yang diputar laptopnya tapi, ingatan tentang mimpi yang baru saja dialaminya sangat sulit untuk dienyahkan dari pikirannya. Bahkan pesona Ryan Gosling yang sedang berakting apik dalam film itu tidak berhasil menyedot perhatiannya.

Dia berusaha untuk tidak peduli dengan  mimpi yang terus saja menghantuinya. Tapi tetap saja sulit baginya untuk menghilangkan mimpi itu dari pikirannya apalagi mimpi itu terus berulang setiap malamnya. Tidak bisa dia pungkiri selama 10 tahun ini meskipun dia terus berucap jika dia membenci nama Hana tapi dalam hati dia terus merindukan adik perempuannya itu.

"Ini sudah 10 tahun Hana... seperti apa dirimu sekarang?" Tanyanya pada diri sendiri.

Lagi-lagi hanya helaan napas berat yang keluar dari mulutnya. Foto yang terakhir kali diambil sebelum kejadian itu terjadi menarik perhatiannya. Tangannya menjangkau figura foto berisi dirinya dengan sang adik yang sama-sama tertawa lepas. Saat itu dia mengenakan seragam pramugarinya sedangkan sang adik mengenakan seragam SMAnya. Kilasan masa lalu mempir dikepalanya menyisahkan senyum miris di wajah wanita itu.

"Dulu semua terasa sangat mudah" Gumamnya pelan.

"Akankah masa itu kembali?" Tanyanya lagi.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang