Bab 6

15.4K 2.4K 65
                                    

Hanin bergerak tidak nyaman dikursi tempat duduknya, senyum paksa dia berikan pada orang-orang yang melirik padanya. Berada dikursi tunggu bergabung dengan ibu-ibu hamil yang akan memeriksakan kandungannya bukanlah impian bagi wanita berusia 30an, apalagi yang masih bersataus single seperti dirinya. Hanin terpaksa menahan diri untuk menunggu ditempat itu hingga dokter kandungan itu usai dengan tugasnya. Dengan sengaja dia memilih menjadi pasien terakhir agar dia bisa bicara leluasa dengan dokter kandungan yang dibicarakan Perwira Raksa tempo hari.

Salahkan kakek tua itu yang memberinya kartu nama si dokter kandungan. Nomor yang tertera di kartu nama itu adalah nomor tempat klinik bertugas bukan nomor pribadi si dokter. Sehingga mau tidak mau Hanin harus mendatangi klinik yang paling tidak mungkin dia datangi dalam waktu dekat itu. Hanin datang sejak jam 9 pagi dan sekarang waktu sudah menunjukan jam 11 pagi, pasien si dokter belum juga surut. Entah sehebat apa dokter kandungan itu sehingga ibu-ibu hamil ramai-ramai mendatanginya. Apa saking hebatnya sampai Perwira Raksa mengatakan jika dokter kandungan itu bisa membantunya. Meskipun sampai sekarang dia masih bingung, apa hubungan semua masalah ini dengan seorang dokter kandungan?

Seandainya kakek tua itu tidak menyelipkan lembaran surat diantara lembaran uang yang diberikan padanya untuk membayar roti, mungkin dia tidak harus membuang waktu untuk berada di kliniik itu. Hanin membuka tas dalam pangkuannya dan memandangi dua surat yang diberikan Perwira Raksa. Satu surat untuknya dan satu surat lagi untuk Alexis Narendra. Berapa kalipun dia membaca surat dari kakek tua itu, dia tetap dia tidak bisa mengerti apa maksud dari surat itu. Sempat dia berpikir mungkin Perwira Raksa sedang bosan dengan hidupnya dan sangat ingin bermain detektif-detektifan saat ini. Tapi mengingat hilangnya anak-anak Hana yang terlalu nyata, juga wajah tertekan pria tua itu, Hanin tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

Sepertinya terjadi sesuatu di kediaman keluarga Raksa hingga Perwira Raksa melarangnya datang ke rumah itu dan melarangnya menghubungi nomor pria itu duluan. Tapi apa yang terjadi? dan kenapa bisa Perwira Raksa sang pemegang kuasa tertinggi dikeluarga Raksa terlihat tertekan, bahkan seperti takut pada bodyguardanya sendiri?

"Ibu Hanin..." panggil seseorang menyadarkan Hanin dari lamunannya.

"Iya..." sahut Hanin.

"Ibu tadi pasien terakhir dr.Alexsis jadi anda bisa masuk untuk konsultasi setelah ibu tadi keluar." Ucap seorang wanita berpakaian perawat.

Hanin hanya mengangguk mendengar penjelasan perawat bernama tag Hilma itu. Pikirannya terlalu penuh saat ini untuk sekedar basa-basi pada orang yang tidak dikenalnya. 5 menit kemudian seorang wanita muda dengan pria yang juga sepertinya masih sama mudanya keluar dari ruang pemeriksaan dokter kandungan itu. Hanin segera beranjak dari duduknya dan langsung memasuki ruang pemeriksaan itu setelah merapihkan sedikit rambutnya.

Hanin berjalan perlahan memasuki ruang pemeriksaan itu, matanya fokus tertuju pada seorang pria berjas putih yang sedang menundukan kepalanya.

"Selamat pagi menjelang siang." Sapa pria itu ramah ketika menyadari kehadirannya.

Sejenak Hanin terpaku melihat senyum pria itu. Pantas saja banyak ibu hamil yang mendatangi dokter kandungan ini, dokternya sekece ini, pikirnya. Hanin tersenyum kikuk membalas sapaan pria yang bisa disandingkan dengan para model dalam majalah itu. Pria itu mungkin masih berada direntang usia 30an, dan hebatnya dia sudah bergelas spesialis. Hanin melihat nama yang tertulis diatas meja untuk memastikan jika dia tidak salah memasuki ruang dokter.

"Jadi apa keluhannya Bu?" tanya dokter itu masih dengan nada ramahnya.

"Saya kesini atas petunjuk tuan Perwira Raksa." Jawab Hanin.

"Iya, apa keluhannya ibu?" tanya dokter itu sepertinya si dokter tidak benar-benar mendengarkan ucapan Hanin.

"Saya kesini karena Tuan Perwira Raksa." Jawab Hanin lagi, dan kali ini dia bisa melihat perubahan ekspresi di wajah dokter tampan nan rupawan itu.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang