Bab 24

12.2K 2.2K 76
                                    

"Apa kau tahu kira-kira siapa orang yang mencurigakan di sekitaran Perwira Raksa?" Tanya Narendra pada Elang dalam perjalanan pulang menuju rumah tempat Hanin dan anak-anak berada. Setelah perdebatannya dengan Perwira Raksa tadi, Narendra memutuskan untuk pulang. Kasihan Hanin yang harus merawat dua anak Arka sendirian, pikirnya. Lagipula, Perwira Raksa sepertinya tidak terlalu membutuhkannya. Meskipun pria tua itu kehilangan saudara-saudaranya, tapi Perwira Raksa tidak terlihat rapuh. Narendra lupa jika di keluarga Raksa, keluarga hanya ikatan darah belaka bukan berarti mereka dekat satu sama lain. Harta membuat hubungan mereka menjauh satu sama lain.

"Saya kurang tahu dok." jawab Elang kaku. Mengetahui jika Narendra adalah putra dari bosnya membuat pria itu sedikit bingung dalam bersikap. Meskipun Perwira Raksa mempercayakan beberapa tugas padanya, dia tidak pernah tahu jika dokter muda yang dia amati dari jauh itu anak dari sang bos besar. Elang pikir Alexis Narendra hanyalah orang beruntung yang dipercaya bosnya sama seperti dirinya. Apalagi seingatnya ketika memeriksa latar belakang pria itu, tidak ada sangkut paut langsung antara Alexis Narendra dengan Perwira Raksa.

"Ceritakan apa yang kau tahu tentang orang-orang disekeliling Perwira Raksa. Juga keadaan rumah besar. Melihat pak tua itu menyembunyikan orang itu dengan dalih demi keselamatan , aku pikir orang itu memiliki pengaruh yang  besar. Dan bersikaplah seperti biasa denganku, terlepas dari kenyataan jika aku berhubungan darah dengan pria tua itu, aku tetaplah orang asing di keluarga Raksa. Secara hukum aku adalah anak dari sahabatnya bukan anak kandungnya." Ucap Narendra.

Elang tidak tahu harus berekspresi seperti apa mendengar ucapan Narendra. Jika dia di posisi Narendra dia juga akan merasa aneh bahkan mungkin tidak sanggup berhadapan dengan ayah kandung yang tidak tercatat di akta kelahirannya. Berkecimpung di dunia para orang kelebihan harta, terkadang masih membuat Elang tidak dapat menebak jalan pikiran orang-orang diatasnya itu

"Lupakan tentang masalah hubunganku dengan Perwira Raksa. Mari kita fokus pada siapa kemungkinan orang itu. Jika memang orang itu sangat berbahaya, aku akan keluar dari lingkaran ini. Aku rasa  wanita itu dan kedua anak yang tak bersalah itu, tidak harus menghadapi bahaya lebih dari apa yang sudah mereka alami sekarang. Aku tidak peduli tentang semua harta keluarga Raksa, bukankah mengamankan anak-anak itu terlebih dahulu adalah hal yang lebih penting." Ucap Narendra lagi karena Elang tidak merespon ucapannya.

"Sampai saat ini, selain keterlibatan pria bernama Keanu dalam kasus Mentari, kita tidak mendapatkan titik terang apapun bukan? Tidakkah kau berpikir jika orang yang berusaha mencelakai anak-anak, terhubung dengan orang-orang yang mencelakai kedua orangtuanya?" Tanya Narendra berbagi pemikirannya dengan Elang.

"Setahu saya setelah tuan Adrian dan nyonya Stevia meninggal tuan besar sudah jarang keluar dari rumah. Beliau hanya datang ke perusahaan jika ada rapat pemegang saham saja. Raksa grup sudah dikelola secara propesional oleh tuan Abyaksa. Selain ibu Arini, tidak ada lagi orang yang berada disisi beliau selama 5 tahun terakhir ini. Saya sudah bekerja pada beliau selama 8 tahun. Semasa tuan Adrian hidup, perusahaan ada dibawah kendali tuan Adrian dan nyonya Stevia. Ada rumor dikalangan pelayan jika nyonya Stevia kurang akur dengan ibu Arini dan tuan besar yang selalu membela ibu Arini. Tuan sangat percaya pada ibu Arini, terlebih setelah kakinya lumpuh karena penyakitnya, beliau sangat tergantung pada ibu Arini." Ucap Elang menjelaskan apa yang dia tahu tentang Perwira Raksa.

"Bisa lebih jelas ceritakan tentang Abyaksa dan Arini." Pinta Narendra.

"Tuan Abyaksa dulunya direktur utama di salah satu perusahaan cabang Raksa grup. Setelah tuan Adrian meninggal, secara pribadi tuan besar meminta tuan Abyaksa yang mengambil alih kantor pusat. Beliau sekeluarga juga cukup dekat dengan keluarga Raksa. Meskipun sempat terjadi konflik saat tuan Arka menikah dengan istrinya. Karena nyonya Stevia dan istri tuan Abyaksa merencanakan pertunangan anak-anak mereka."

"Mengenai ibu Arini, saya tidak tahu persis kapan beliau mulai bekerja pada tuan besar. Yang saya tahu ibu Arini adalah tangan kanan tuan besar. Jika kesehatan tuan besar sedang bermasalah, maka semua urusan baik urusan perusahaan maupun urusan rumah dilaporkan pada ibu Arini. Bisa dibilang ibu Arini yang mengatur segala hal di rumah besar layaknya nyonya rumah." Jelas Elang.

"Berarti ada kemungkiman Arinilah dalang dari semua ini." Ucap Narendra tiba-tiba.

"Kenapa berpikiran seperti itu? Ibu Arini wanita yang baik dan keibuan. Dia tidak segan memberikan pertolongan pada siapapun. Jika pelayan atau pekerja di rumah besar mendapat masalah, ibu Arinilah yang dengan baik hati membantu. Saya rasa tidak mungkin wanita sebaik ibu Arini bisa melakukan hal sekejam itu." Ucap Elang membela.

Narendra tidak menyahuti ucapan Elang, pikirnya pasti orang terdekat dengan Perwira Raksa yang memiliki power besarlah pelakunya. Karena jika mereka tidak dekat, tidak mungkin mereka dengan mudah mengincar anggota keluarga Raksa.

****************

Hanin menghela nafas melihat kedua anak yang tertidur di sofa. Hanin meninggalkan anak-anak dengan televisi yang menyala tadi. Mengurus dua anak membuat dia melupakan cara mengurus dirinya. Pantas saja banyak wanita yang tidak lagi cantik setelah berkecimpung dengan urusan anak. Apalagi jika anak-anak yang lebih istimewa daripada anak lainnya. Selain sulit mengurus diri sendiri, Hanin juga kesulitan mengurus usahanya. Beruntung Jo dan Sammy dengan baik hati mau mengurus pekerjaannya. Dan dia cukup menerima laporan lewat telepon. Tapi hari ini ada sedikit masalah di toko rotinya sehingga dia harus berbicara serius dengan Sammy untuk melihat masalahnya dimana.

Karena tidak mungkin meninggalkan kedua anak itu di rumah tanpa pengawasan. Jadilah Hanin hanya bisa melihat situasi toko rotinya lewat video call dengan Sammy. Ternyata pemasok bahan yang biasa memasok bahan ke toko mengirim orang baru untuk mengurus suplier. Karena kurang ketelitian dari dua belah pihak ada bahan yang biasanya tidak digunakan oleh toko rotinya, digunakan sehingga mengurangi kualitas roti di tokonya.

Berbincang dengan Sammy untuk mencari masalahnya, lalu berbincang dengan suplier membutuhkan waktu yang cukup panjang. Apalagi jika ada gangguan anak minta minum, makan dan diantar ke kamar mandi. Setelah selesai memberi makan malam untuk keduanya barulah dia bisa berbincang dengan tenang dan menemukan solusinya. Beruntunglah lawan bicaranya orang yang cukup dia kenal sehingga mereka memaklumi keadaannya. Masalah pekerjaan sudah diatasi, kini tinggal masalah memindahakan anak-anak itu ke kamar.

Hari sebenarnya belum terlalu larut, jam masih menunjukan jam 8 malam. Mungkin bagi anak-anak cukup larut karena Hanin memberikan makan malam 2 jam lebih awal dari biasanya. Menghadapi dua anak yang tidak berceloteh dan berinteraksi ada bagusnya juga. Keduanya melakukan apapun yang dia bimbing tanpa penawaran atau perdebatan. Jika sedang sendirian seperti ini, Hanin berpikir akan seperti apa anak-anak itu  ke depannya. Dia memiliki kehidupan yang harus dijalaninya di masyarakat. Tidak mungkin dia tetap diam dan berembunyi bersama kedua anak Hana.

Narendra juga belum ada kabar hingga hari ini. Akankah pria itu kembali dan ikut bertanggung jawab dengannya, atau memilih untuk pergi begitu saja? Pikiran tentang Narendra juga sedikit memenuhi kepala Hanin. Terbiasa menanggung jawab berdua, membuat Hanin merasa ke depannya akan berat jika dia menanggung beban sendirian. Entah kemana jiwa mandirinya juga pikiran untuk membesarkan anak-anak Hana hanya dengan kedua tangannya saja.

Hanin terlarut dalam pikirannya sendiri hingga tubuhnya tersentak kaget saat mendengar ketukan pintu. Hanib bangkit dari duduknya untuk melihat siapa kira-kira yang mengetuk pintunya. Tapi lengannya langsung ditarik seseorang.

"Jangan dibuka." Pinta Mentari dengan isyarat tangannya. Mentari masih mengenakan alat bantu dengarnya, sehingga dia bisa mendengar suara ketukan pintu dari luar.

"Kenapa?' Tanta Hanin dengan isyarat tangannya.

Mentari tidak menjawab, anak itu bangun dari posisi berbaringnya, lalu merubah posisinya menjadi duduk memeluk kedua lututnya. Hanin langsung melotot ketika Mentari tiba-tiba bergetar.

"Ada apa sayang?" Tanya Hanin membawa gadis kecil itu ke dalam pelukannya. ? Mentari masih saja menggigil ketakutan dalam pelukan Hanin  hingga suara orang yang mengetiuk pintu berhenti.

"Ada apa sayang?" Tanya Hanin

"Dia...dia yang datang...wanginya sama dengannya" ucap Mentari dengan isyarat tangannya.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang