"Apa yang terjadi?" Tanya Hanin mendengar ucapan kesal Narendra.
"Tidak ada, hanya saja pilihan kita untuk pergi, adalah hal terbaik untuk kita." Jawab Narendra memfokuskan diri menyetir.
Hanin tidak mengeluarkan suaranya lagi, wanita itu membenarkan posisi Bintang di pangkuannya untuk membuat dia nyaman. Tangan satunya mengelus kepala Mentari yang memandang kosong ke jalanan. Hanin sengaja melepaskan alat bantu dengar Mentari agar anak itu tidak mendengar apapun yang terjadi di sekelilingnya. Seperti dugaannya, Mentari sama sekali tidak terlihat ketakutan ketika bersama Jo. Bahkan anak perempuan itu, bersikap datar-datar saja ketika Jo yang sangat geregetan melihat rambut kusutnya, mengepang rambut anak itu. Mentari juga menjawab dengan bahasa iayaratnya ketika Jo bertanya dengan bahasa isyarat pada anak itu.
Perjalanan terasa sangat panjang, apalagi memasuki perbatasan kota, macet parah terjadi.
"Hanin..." panggil Narendra. Sangat jarang pria itu memanggil Hanin, sehingga rasanya aneh ketika Narendra memanggil nama Hanin.
"Hm?" Tanya Hanin hanya berupa gumaman. Wanita itu sempat tidur beberapa menit tadi.
"Anak-anak tidur?" Tanyanya.
"Mentari tidur, Bintang tidak." Jawab Hanin setelah melihat Mentari menutup matanya dan bersandar ke kaca mobil. Lalu melihat Bintang yang anteng di atas pangkuannya.
"Pindahlah ke depan, dan biarkan Mentari berbaring." Perintah Narendra.
"Hah?" Tanya Hanin tidak mengerti.
"Perjalanan masih jauh, dan mengendara tanpa teman ngobrol membuatku mengantuk."ucap Narendra menjelaskan situasinya.
"Kenapa tidak Jo saja yang pindah ke depan, biar kalian bisa bergantian menyetir." Tawar Hanin.
"Kau mengerti situasinyakan?" Tanya Narendra berupa geraman. Pria itu sepertinya memiliki sedikit homophobia karena sulit baginya berinteraksi normal dengan kaum yang sedikit berbeda semacam Jo itu.
"Lagi pula Jo ada di kursi paling belakangkan? Akan sulit untuk pindah." Ucap Narendra lagi beralasan.
Hanin tidak lagi berkomentar, dia bertanya pada Bintang apa anak itu mau pindah duduk di depan. Anak laki-laki yang baru bangun dari tidurnya hanya mengangguk tanpa benar-benar tahu apa yang ditanyakan Hanin. Karena kasihan pada Narendra, dan tentu saja akan terjadi akibat fatal jika Narendra mengantuk, akhirnya Hanin berpindah ke kursi depan. Dia berpindah dengan melangkah langsung dari kursi belakang tanpa keluar dari mobil.
Setelah memasuki kota lain, perjalanan sangat lancar. Seperti permintaan Narendra, sepanjang perjalanan Hanin dan Narendra membicarakan hal-hal kecil untuk mencegah Narendra mengantuk. Jo yang tadi tidur juga ikut berceloteh meramaikan suasana. Hanya Mentari yang terlelap dalam tidurnya sedangkan Bintang sesekali menunjuk sekitaranya, seakan bertanya apa yang baru saja dilihatnya.
Perjalanan mereka hanya berhenti saat waktunya makan, itupun ditempat yang sepi. Jo bertanya kenapa mereka tidaj di rest area saja tapi baik Narendra maupun Hanin tidak menanggapi pertanyaan pria setengah jadi itu. Perjalanan akhirnya berkahir setelah lebih dari 6 jam. Mobil yang dikendarai oleh Narendra memasuki sebuah rumah mewah yang terletak menjorok lumayan jauh dari pemukiman warga sekitar. Terlihat ada dua orang penjaga yang membukakan pintu dan menyapa Narenedra dengan ramah.
Seorang wanita paruh baya menyambut mereka. Wanita itu terlihat sangat terharu melihat kehadiran Narendra dan berulang kali mengucap syukur karena Narendra akhirnya kembali.
"Bibi sudah siapkan semuanya, mau langsung istirahat atau mau makan dulu?" Tanya wanita paruh baya itu setelah memperkenalkan dirinya bernama Rahmi sebagai pengurus rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Mystery / Thriller"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...