"The child's condition is very worrying. (Kondisi anak itu sangat mengkhawatirkan.)" Itulah kalimat yang diucapakan dokter pertama kali setelah Hanin dan Narendra menunggu hampir 30 menit di depan ruang UGD.
Setelah penyelamatan anak itu yang berlangsung dramatis, dibantu pihak kepolisian, Mentari yang sudah tidak sadarkan diri langsung dibawa ke rumah sakit. Hanin merasa kacau saat ini. Dia tidak pernah membayangkan jika dia akan bertemu dengan keponakannya dalam keadaan yang begitu mengerikan seperti sekarang ini. Sekali lihat kondisi Mentari saat berhasil dikeluarkan dari ruangan gelap itu, Hanin tahu jika keponakannya pastilah sudah melalui hal yang buruk.
"The child suffered severe sexual abuse. His age is still very early to make his reproductive organs damaged quite badly. We will do everything we can to cure the child as much as possible. We both know in a case like what happened to the child, maybe his physical injury will be healed but his physical pain may be disturbed. Moreover, the situation of the child is quite special because the child is deaf and also speech impaired"
(Anak itu mengalami pelecehan seksual yang parah. Usianya yang masih sangat dini membuat organ reproduksinya mengalami kerusakan yang cukup parah. Kami akan melakukan apapun yang kami bisa semaksimal mungkin untuk menyembuhkan anak itu. Kita sama-sama tahu dalam kasus seperti yang menimpa anak itu, mungkin luka fisiknya akan sembuh tapi pisikisnya mungkin akan terganggu. Apalagi keadaan anak itu cukup spesial karena anak itu tunarungu juga tunawicara.)" Terang dokter.Narendra merasa tidak bertulang mendengar penjelasan dokter itu. Dia tidak pernah bertemu dengan anak itu sebelumnya, tidak juga dekat dengan orangtua anak itu meski Arka adalah keponakannya. Tapi mendengar kondisi anak itu yang mengkhawatirkan tak pelak membuat hatinya ikut hancur.
Hanin yang sudah diizinkan oleh dokter untuk menemui Mentari, memilih untuk menengok anak itu meninggalkan Narendra yang masih tepakur dikursi tunggu. Air mata Hanin menetes melihat kondisi anak itu yang berbaring dengan berbagai alat yang menempel ditubuh kecilnya. Dia merasa de javu dengan pemandangan didepan matanya. 5 tahun lalu dia juga pernah menengok seorang anak yang bernasib sama seperti Mentari. Kini dia mengerti perasaan hancur yang dirasakan keluarga anak itu. Sekarang dia mengerti kenapa keluarga anak itu menghujat Kenan habis-habisan karena kelakuan pria itu. Dia mengerti perasaan hancur dan marah itu sekarang. Melihat keadaan Mentari dia juga merasa hancur dan marah pada si pelaku yang telah berbuat keji pada keponakannya.
Hanin mendekat ke ranjang rumah sakit yang ditempati Mentari. Tangannya terulur mengelus tangan kecil Mentari yang dihiasi beberapa luka lebam.
"Hai Mentari..." sapanya dengan suara tercekat.
"Aku Hanin, kakak dari ibumu. Maaf tidak pernah mengunjungimu selama ini dan tidak pernah menjalin hubungan baik denganmu juga ibumu." Ucap Hanin.
Hanin tahu, Mentari tidak akan mendengar ucapannya, tapi setidaknya dia berusaha untuk membuat Mentari tidak merasa sendirian. Dia ingin anak itu tahu jika ada dirinya yang menemani anak itu dan tidak akan membiarkan anak itu kembali terluka. Setidaknya mungkin itu bisa mengurangi rasa bersalahnya karena ketidak peduliannya pada Hana dan anak-anaknya.
"Mentari, bertahanlah nak... aku tahu hidupmu kedepannya akan sulit. Tapi aku harap kamu mau bertahan dan menjalani semua hal buruk itu bersamaku. Aku berjanji Mentari, setelah ini aku akan selalu menjagamu dan berada disampingmu. Aku mungkin tidak akan bisa menggantikan ibumu, tapi percayalah meski ini pertemuan pertama kita, aku sudah menyayangimu." Ucap Hanin menggenggam tangan kecil itu.
**************
"Jangan menghubungiku sebelum aku yang menghubungimu." Ucap si lawan bicara ketika Narendra menghubungi seseorang.
"Aku menemukannya." Ucap Narendra tidak peduli dengan ucapan lawan bicaranya. Hening sesaat lalu disusul dengan suara roda berputar yang diiringi suar pintu tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Mystery / Thriller"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...