Hanin tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Mentari. Gerak tangan Mentari terlalu cepat, sehingga sulit baginya menangkap apa yang mau disampaikan anak itu. Selain itu, dia juga tidak megerti maksud 'bau' yang dimaksudkan Mentari, karena dia tidak merasa mencium bau apapun. Ketukan pintu yang tak henti ditambah Mentari yang mulai terkena serangan panik seperti sebelumnya, membuat Hanin ikutan panik.
Mata Mentari sudah tidak fokus, tubuh anak itu bergetar dengan tangan yang terus melakukan isyarat seperti mau mengatakan sesuatu. Hanin langsung membekap Mentari sebelum anak itu mengeluarkan jeritannya. Hanin meraih Mentari ke pelukannya, menuntun anak itu berdiri dan membawanya masuk kamar. Dituntunnya anak itu untuk menaiki kasur.
"Tarik nafasmu...tenangkan dirimu...tidak akan ada yang menyakitimu....aku akan melindungimu." Ucap Hanin meraih wajah Mentari agar menatap kearahnya.
Meyakinkan Mentari bukanlah hal mudah, anak itu masih dalam mode ketakutannya. Orang yang mengetuk pintu juga sepertinya tidak ada bosannya. Hanin memaki kesal menghadapi situasi genting ini. Hanin meminta Mentari untuk diam dan tidak bersuara dengan isyarat tangannya, sementara dia keluar untuk memindahkan Bintang.
"Jaga adikmu, diam di dalam kamar ini sampai aku kembali. Dan jangan bersuara." Ucap Hanin dengan bahasa isyarat setelah memastikan Bintang tidur dalam posisi nyaman.
Hanin menghembuskan nafasnya berat dan membuat ekspresi seolah dia baru bangun tidur sebelum membuka pintu. Dia bahkan mengacak-acak rambutnya agar terlihat lebih meyakinkan. Dia tidak tahu siapa yang mengetuk pintu didepan sana, tapi mengingat jam baru menunjukan jam 8 malam. Hanin rasa dia masih bisa mendapatkan bantuan jika terjadi sesuatu yang buruk dengan jeritannya.
Dengan jantung yang bertalu-talu semakin keras, dia menengok siapa gerangan yang mengetuk pintu diluar. Hanin mengerutkan keningnya karena ada lebih dari 4 orang yang berada didepan rumahnya. Dengan hati yang semakin was-was akhirnya Hanin memberanikan diri untuk membuka pintu.
"Ada apa yah?" Tanya Hanin pada 4 orang asing yang dia lihat ketika membuka pintu. 2 orang paruh baya, satu orang wanita muda dan 1 orang pria muda berada didepan rumahnya. Tidak ada satupun yang Hanin kenal dan melihat penampilan mereka yang memakai baju rumahan, sepertinya mereka tinggal tidak jauh dari daerah ini.
"Selamat malam bu, saya Hamdan, bapak RT disini. Saya mendapat kabar dari warga ada beberapa orang mencurigakan yang terus mengetuk rumah anda sejak tadi. Dan ketika ditanya warga mereka malah pergi dengan mobil mereka. Setahu saya rumah ini milik dokter Alex dan sudah lama kosong, saya tidak tahu jika sudah ada yang mengisi." Ucap pria yang mengaku sebagai RT itu.
Hanin mengerejap untuk beberapa saat, dia sudah mempersiapkan mental jika penjahat yang menyakiti Mentarilah yang ada dibalik pintu. Tapi, didatangi RT setempat bukanlah hal yang dia antisipasi. Hanin lupa jika tinggal di sebuah lingkungan tentu saja dia harus melapor ke aparat setempat, dan sudah 7 hari sejak dia tinggal di rumah ini, tentu saja cepat atau lambat kehadirannya pasti disadari oleh orang sekelilingnya. Lagipula perumahan ini kelas menengah keatas ini terbilang cukup padat, dan rumah satu dengan yang lain memliki jarak cukup dekat.
"Bisa kita bicarakan didalam?" Tanya pak RT itu karena si pribumi belum juga bereaksi apapun.
"Oh baiklah, silahkan masuk." Ucap Hanin akhirnya. Otak wanita itu sedikit buntu sekarang, dia tidak tahu harus bagaimama menjelaskan pada orang-orang itu tentang keberadaannya dirumah milik Narendra itu.
Tidak ada yang tahu, ketika Hanin membuka pintu dan mengajak tamunya masuk. Orang-orang mencurigakan yang dikatakan para tamu itu masih berada tak jauh dari rumah itu. Pria itu masih bisa melihat cukup jelas wajah wanita yang membuka pintu, dan berhasil menerbitkan seringaian diwajahnya.
****************
"Jadi, anda ini siapanya dokter Alex? Karena setahu saya rumah ini belum dijual oleh dokter Alex." Ucap pak RT setelah Hanin persilahkan duduk dan menyediakan air seadanya.
"Bukannya saya mau ikut campur, hanya saja saya bertanggung jawab dengan lingkungan perumahan ini. Saya harus tahu semua warga yang tinggal di lingkungan saya." Ucap pak RT merasa tidak enak. Siapapun yang melihat penampilan Hanin, pasti tahu wanita itu terlihat tidak nyaman.
"Saya...saya istri dokter Alex." Ucap Hanin entah darimana pemikiran itu datang. Dia hanya berpikir,seorang wanita tinggal dirumah pria, alasan paling mudah diterima adalah mereka terikat hubungan suami istri.
"Istri?" Tanya pak RT sedikit tidak percaya. Meskipun salah satu warganya itu sangat jarang menempati rumahnya. Tapi dia cukup tahu, siapa dokter Alexis Narendra. Dia juga tahu kalau pria yang berprofesi sebagai dokter kandungan itu seorang duda setelah istrinya meninggal dunia 5 tahun lalu.
Belum sempat Hanin menjawab pertanyaan dari pak RT itu, tangis Bintang keburu terdengar dari arah kamar. 4 orang bertamu itu langsung menatap Hanin dengan wajah penuh tanya.
"Permisi sebentar, anak saya menangis." Ucap Hanin dengan sedikit kaku ketika mengatakan 'anak saya'.
Hanin langsung beranjak menuju kamar dan benar saja Bintang terbangun dari tidurnya dan menangis. Hanin meraih Bintang ke pangkuannya dan menepuk-nepuk punggung anak laki-laki itu halus. Hanin mengalihkan perhatiannya pada Mentari yang sepertinya terlarut dengan lamunannya. Hanin meraih sebelah tangan Mentari dan menggenggamnya.
"Tidak apa-apa, mereka hanya orang sekitar sini. Mereka bukan orang jahat." Ucap Hanin.
"Kamu mau ikut denganku bertemu mereka?" Tanya Hanin yang di jawab dengan gelengan kepala.
"Okay, kalau begitu. Tidurlah, aku harus bicara dengan mereka sebentar." Ucap Hanin menarik pelan tubuh Mentari agar anak itu mau berbaring.
"Tidurlah." Ucap Hanin lagi sebelum menutup pintu meninggalkan Mentari dengan Bintang yang berada dalam gendongannya.
Saat kembali ke ruang tamu, Hanin menghela nafas lega saat Narendra dan Elang sudah berada bersama para tamu itu.
"Maafkan saya pak karena tidak sempat melapor jika saya dan keluarga saya tinggal di lingkungan ini." Ucap Narendra meminta maaf.
Untung kebohongan yang Hanin karang digunakan juga oleh Narendra untuk menjelaskan situasi mereka. Narendra juga menceritakan keberadaan Mentari dan Bintang sebagai anaknya. Hanin memilih untuk masuk ke dalam dan menidurkan kembali Bintang yang merengek, sementara Narendra melanjutkan basa basi dengan para tamu itu.
Hanin tidak tahu pukul berapa Narendra dengan para tetangga sekitar itu berbincang. Karena setelah menidurkan Bintang dia juga ikut tertidur. Karena sudah ada Narendra dan Elang, Hanin pikir dia tidak usah khawatir masalah keamanan rumah.
Paginya, seperti biasa Hanin menyiapkan sarapan untuknya dan anak-anak. Karena Narendra sudah pulang, dan dia juga melihat Elang yang masih tidur di sofa, dia putuskan untuk membuat sarapan juga untuk 2 orang dewasa itu. Seperti biasa juga, Mentari duduk stand by di meja makan melihat pergerakan Hanin memasak. Tapi, kali ini anak itu tidak memperhatikan gerak Hanin, melainkan seperti tenggelam dalam lamuanannya sendiri.
"Mentari..." panggil Hanin tapi tidak direspon sama sekali oleh anak itu. Hanin menyelesaikan menu makanannya dan mendekat kearah Mentari.
"Mentari...." panggil Hanin lagi, kali ini Hanin juga menepuk bahu anak itu.
Mentari menengok ke arah Hanin tanpa ekspresi.
"Tidak akan terjadi apapun padamu, aku berjanji." Ucap Hanin, wanita itu hendak meraih tangan Mentari tapi gerakannya terhenti setelah melihat kedua tangan anak itu.
"Apa yang kau lakukan pada tanganmu?' Tanya Hanin panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Mystery / Thriller"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...