Bab 15

13.1K 2.2K 31
                                    

Mentari sudah membuka matanya setelah menjalani serangkaian prosedur pengobatan untuk menyembuhkan fisiknya. Tatapan gadis kecil berusia 10 tahun itu terlihat kosong seperti tidak ada semangat hidup sama sekali. Dia tidak merespon ucapan siapapun meski alat bantu dengar sudah dipasang ditelinganya dan dipastikan dia sudah bisa mendengar. Konsultasi psikologis juga sudah dilakukan 3 kali tapi tetap Mentari belum juga merespon.

Hanin menjaga Mentari sendirian karena Narendra memutuskan untuk pulang untuk menemui Jo. Belum ada kabar dari pria itu padahal sudah lepas seminggu sejak pria itu berpamitan untuk pulang. Sesekali seorang dokter yang mengaku sahabat Narendra datang dan memenuhi kebutuhannya selama dia menjaga dirumah sakit. Sejujurnya Hanin sedikit takut jika Narendra akhirnya memutuskan angkat tangan dan tidak mau terlibat lagi dengan masalah ini. Meskipun Narendra adalah orang asing baginya, tapi karena mereka memulainya bersama, Hanin rasa mereka juga harus menananganinya hingga tuntas bersama.

Belum ada kabar selanjutnya dari pihak kepolisian Singapura tentang kasus yang menimpa Mentari. Meskipun Hanin sangat ingin melihat penjahat yang melakukan hal gila itu pada Mentari ditangkap, tapi dia tetap tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa menyerahkan semuanya pada pihak kepolisian sepenuhnya sambil berharap para penjahat itu segera ditangkap. Bagi Hanin saat ini adalah kesehatan Mentari. Meskipun butuh waktu yang panjang tapi dia tetap punya harapan Mentari bisa sembuh dan normal kembali seperti anak-anak seusianya. Lagipula pengaruh keluarga Raksa juga sangat besar, dia yakin secepatnya penjahat itu dapat tertangkap. Meskipun tidak sekalipun Perwira Raksa pernah menhubunginya, Hanin yakin pria tua itu tahu segalanya yang terjadi.

Sejak Mentari membuka matanya, Hanin tidak berhenti mengajak gadis kecil yang masih terbaring tidak berdaya itu untuk bicara. Hanin mengatakan hal-hal kecil untuk menarik perhatian gadis kecil itu, tapi belum juga kunjunga berhasil. Hanin terbiasa bersikap ramah tamah sebagai bagian dari pekerjaannya, mengoceh sendirian untuk menarik perhatian gadis kecil itu bukanlah masalah.

"Mentari...hari ini dokter sudah mengizinkan kamu untuk makan  bubur." Ucap Hanin dengan senyumannya, lagi-lagi Mentari tidak menanggapinya.

Hanin tetap tersenyum meskipun Hanin tidak menanggapinya. Wanita 30an itu mendekat kearah Mentari dan mengelus halus rambut panjang gadis kecil itu. Hanin menaikan tempat tidur Mentari agar gadis itu bisa duduk dan memulai makannya.

"Buka mulutmu sayang..." ucap Hanin halus. Tapi Mentari lagi-lagi tidak merespon bahkan menatap kearah Haninpun tidak.

Hanin menghela nafas melihat kondisi anak itu. Dia merasa seperti sedang mengurus patung saat ini.

"Mentari..." panggil Hanin lagi berusaha untuk tidak putus asa.

"Bunda tahu ini pasti berat untukmu, tapi kamu tidak sendirian sayang....bunda akan ada disini disampingmu dan selalu menggenggam tanganmu seperti ini... bunda akan menjadi pengganti mama kamu." ucap Hanin menggenggam tangan kurus Mentari. Wanita itu menyebut dirinya 'bunda' karena ingat, dulu saat Hana mengandung Mentari, Hana ingin Hanin yang menjadi bunda dari anaknya.

Mengingat masa lalu tentang Hana lagi-lagi membuat Hanin menarik nafas berat. Sepertinya kemalangan Hana tidak berakhir meski jasad adiknya itu sudah terkubur tanah. Dulu dia hamil saat usia yang sangat muda. Merendahkan diri hanya untuk sebuah tanggung jawab dari keluarga pria yang katanya mencintainya. Hanin tidak tahu bagaimana tepatnya kehidupan Hana setelah hidup mereka terpisah. Tapi melihat keadaan Mentari yang tidak sempurna, Hanin yakin hidup Hana tidaklah mudah. Memiliki anak yang tidak biasa seperti anak pada umumnya, rata-rata meninggalkan tekanan batin. Apalagi untuk keluarga kaya raya seperti keluarga Raksa yang menjungjung tinggi image. Dan sekarang, gadis kecil Hana harus mengalami hal semengerikan ini.

Getaran dari ponsel pintarnya mengalihkan perhatian Hanin. Wanita itu menyimpan mangkuk bubur yang belum dimakan sama sekali oleh Mentari. Nama dr Alexis tertera di layar ponsel pintar milik Hanin.

"Hallo" sapa Hanin.

"Bagaimana keadaan anak itu?" Tanya si lawan bicara yang terdengar lebih berat dari suara Narendra biasanya.

"Bagaimana keadaan cicitku disana?" Tanya si lawan bicara lagi sekaligus mengungkapkan identitasnya.

"Luka-luka fisiknya sudah dalam tahap pemulihan, tapi keadaan kejiwaannya tidak ada perubahan sama sekali. Dia masih tidak merespon jika diajak bicara." Jawab Hanin.

Terdengar helaan nafas diujung telepon, sepertinya kabar buruk mengenai cicitnya sanggup membuat Perwira Raksa tidak nyaman. Tidak lama suara disebrang telepon berganti dengan suara Narendra. Pria itu memberitahukan jika dia akan meminta temannya untuk mengurus pemindahan Mentari. Pria itu berpendapat akan lebih baik jika Mentari dirawat di Indonesia saja agar mempermudah mereka memperhatikannya.

"Hal gawat apa yang terjadi dirumahku?" Tanya Hanin setelah Narendra menjelaskan tentang proses pemindahan Mentari.

Sejenak hanya helaan nafas yang terdengar dibalik telepon.

"Jadi?" Tanya Hanin lagi.

"Kita bicarakan nanti setelah kamu sampai ke Indonesia. Hal itu bukan sesuatu yang bisa dibicarakan ditelepon." Jawab Narendra akhirnya.

"Apa masalahnya sangat besar?" Tanya Hanin penasaran.

"Kita bicarakan nanti, sekarang bersiaplah untuk kepulanganmu dan Mentari." Jawab Narendra lagi.

Hanin hanya menghela nafas mendengar ucapan Narendra. Sejujurnya dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Apalagi Jo yang sudah dua kali bertelpon dengannya dalam seminggu ini, tidak mau membahasnya dalam pembicaraan mereka. Pria kemayu itu malah memintanya untuk langsung bertanya pada Narendra saja. Katanya karena si 'ganteng' dalam versinyalah yang menolong, jadi dia akan menyimpan apa yang terjadi menjadi rahasia kecil diantara mereka.

"Akan saya usahakan secepatnya kalian bisa pulang setelah saya berkonsultasi dengan dokter yang menanganinya. Percaylah saya akan mengurus semuanya dengan baik. Dan apapun yang terjadi saya harup kamu peecaya pada saya." Ucap Narendra yang tidak dikomentari lagi oleh Hanin.

Setelah selesai bertelpon dengan Narendra, Hanin mengalihkan perhatiannya kembali pada Mentari. Anak itu masih saja menandang kosong dan tidak bergerak sedikitpun dari posisinya. Sejujurnya dia mulai jenuh dengan semua ini. Hanin terbiasa hidup sendirian dan lupa bagaimana cara mengurus orang lain. Hanin mencoba untuk menyuapi Mentari lagi. Tapi usahanya lagi-lagi tidak berhasil. Mentaru sama sekali tidak ada tanda-tanda akan membuka mulutnya untuk makan. Gadis kecil itu tenggelam dalam dunianya sendiri dan tidak merespon apapun ucapan Hanin. Dia memutuskan memecat tombol untuk memanggil perawat. Tampaknya menyuapkan makanan langsung pada Mentri bukanlah cara yang tepat saat ini.

Hanin mengotak-atik ponsel pintarnya selagi dokter menyuntikan nutrisi pada Hana. Hanin memutuskan memutar sebuah lagu untuk Mentari. Kata orang musik mempermudah kembalinya kesadaran seseorang. Hanin memutuskan unruk memytae  lagu kesukaan Hana. Dulu saat Hana masih remaja, Hana begitu menyukai lagu itu. Bahkan Hana yang saat itu masih berseragam putih biru jatuh cinta berat dengan lagu itu. Hana mengatakan sampai kapanpun dia akan memfavoritekan lagu itu dan akan mengenalkan lagu itu pada anak-anaknya. Hanin berharap Hana melakukan niatnya. Setidaknya hanya itu kenangan paling membekas di ingatan Hanin tentang Hana. Dia juga sering mendengarkan lagu itu ketika dia merindukan adiknya itu. Dan Hanin berharap jika memang Hana mengenalkan lagu itu ke anak-anaknya, Mentari bisa mengingat Hana setelah mendengarkan lagu itu. Bukankah cara memancing orang tersadar adalah ingatan tentang orang-orang yang dicintainya?

Suara James Blunt mengalun di ruang perawatan yang sepi itu.

My life is brilliant

My life is brilliant
My love is pure
I saw an angel
Of that I'm sure
She smiled at me on the subway
She was with another man
But I won't lose no sleep on that
'Cause I've got a plan

(You're beautiful- James Blunt)

Hanin memperhatikan reaksi wajah Mentari.

"Ini lagu kesukaan mama kamu, dulu mamamu bilang saking sukanya dia pada lagu ini, dia akan memperkenalkan lagu ini pada anak-anaknya." Ucap Hanin.

Sejenak dua wanita berbeda usia itu terlarut dalam lagu yang sedang diptar. Dan keajaiban rerjadi, untuk pertama kalinya setelah kejadian mengerikan itu, Mentari menitikan air matanya.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang