Bab 38

12.2K 2.1K 60
                                    

Perwira Raksa sudah sadarkan diri, tapi untuk pulih normal kembali, harapannya sangat kecil. Tubuh Perwira Raksa sudah melemah begitu juga dengan organ dalam tubuhnya. Apa yang bisa di harapkan dari pria berusia lebih dari 70 tahun dengan gaya hidup serampangan seperti Perwira Raksa. Selain itu banyaknya obat yang di konsumsi pria itu juga pada akhirnya meracuni dirinya sendiri perlahan. Pria tua itu membuka matanya tapi untuk bicara dan bergerak masih sangat sulit.

Elang dan dua pria lain yang bertugas sebagai ajudan pria itu ada di dalam ruang perawatan Perwira Raksa ketika Narendra memasuki ruang perawatan. Ketiga pria yang sepertinya berkisaran di usia pertengahan 30an itu memberikan hormat mereka pada Narendra. Semua orang tahu jika Narendralah penerus Perwira, meskipun siapapun tahu Arini lebih dari berkuasa di Raksa Corp, tapi kenyataan jika Narendra sang keturunan sah tetaplah di hormati. Arini yang menjabat sebagai asisten pribadi Perwira Raksa, sama sekali tidak terlihat. Ketidak hadiran sosok Perwira Raksa di Raksa grup nampaknua membuat wanita itu sangat sibuk. Apalagi Martin terus membuat kekacauan untuk merenggakan ikatan direksi pro Arini. Martin sepertinya memang sangat mahir di bidangnya, dan Narendra hanya pion saja untuk membuat pihak direksi beralih ke sisinya. Sebenarnya Narendra tidak terlalu peduli dengan urusan perusahaan. Selama perusahaan itu tidak hancur dan menyebabkan ribuan orang kehilangan pekerjaan, siapapun yang memegang kendalinya, Narendra tidak  peduli. Sudah seharusnya Perwira Raksa berhenti serakah dan menyerahkan urusan perusahaan pada para ahli.  Narendra bukan orang super yang tiba-tiba mengerti tentang bisnis dan segala hal yang berhubungan dengan bisnis dalam waktu singkat. Sebulan terakhir ini dia berusaha belajar hanya untuk terlihat serius menjalankan amanah Perwira Raksa saja. Setelah orangnya kembali sadar sudah sewajarnya Perwira Raksa membebabskannya.

Narendra berjalan menuju ranjang tempat Perwira Raksa terbaring setelah tersenyum sekilas pada ke tiga pria itu. Kasihan sekali Perwira Raksa, saat dia sakit dan terbaring lemah seperti sekarang, hanya pekerja yang dia gaji yang menemaninya. Tidak kehangatan keluarga yang menemani dan memberikan semangat untuknya. Perwira Raksa terlihat terlelap dalam tidurnya, beberapa alat kesehatan menempel ditubuhnya. Pria itu benar-benar terlihat seperti kakek-kakek sekarang. Narendra menyadari betapa kesepiannya hidup Perwira Raksa selama ini.

Mengerti jika  ayah dan anak itu mungkin membutuhkan waktu untuk bicara secara pribadi. Elang dan kedua rekannya memutuskan untuk keluar dari kamar perwatan meninggalkan Narendra berdua saja dengan Perwira Raksa. Seharusnya Narendra mencegah kepergian orang-orang itu. Membiarkan dia berdua saja dengan Perwira Raksa bukan pilihan yang baik. Terlebih di ruangan hening yang mendadak membuatnya emosional seperti sekarang ini.

"Hah..." Narendra menghela napas berat melihat Perwira Raksa dari jarak dekat.

"Ibu benar tentang dirimu...pelanggar janji ulung." Ucap Narendra. Teringat bagaimana ibunya dulu menjuluki ayahnya. Narendra tidak pernah menerima kasih sayang utuh orangtuanya sejak kecil. Narendra terbiasa sendirian sejak dia kecil karena keadaan ibunya tidak terlalu sehat sejak dia ingat. Perwira Raksa jarang datang, meskipun datang tidak pernah ada kedekatan antara ayah dan anak yang mengesankan diantara mereka. Yang Narendra ingat dari Perwira Raksa di ingatan kecilnya hanyalah pria kaku yang tidak menyenangkan dan hanya menatapnya lama setiap mereka bertemu.

"Kau bilang, jika aku ikut denganmu, kau tidak akan merepotkanku dengan hartamu itu dan membiarkan aku melakukan apa yang aku mau. Tapi, kau malah mengingkari janjimu dan merepotkanku. Seingatku kita tidaklah terlalu dekat meskipun kita berstatus ayah dan anak. Bagaimana kau tidak tahu malunya menyuruhku membereskan kekacauan yang kau buat di masa lalu. Bahkan saat itu aku belum lahir didunia."

"Aku tahu betapa kotornya hidupmu setelah ibu pergi. Tapi, memiliki anak dari seorang wanita di bawah umur itu tindakan keji. Bagaimana mungkin kau memiliki anak dari teman putramu sendiri. Kalau aku jadi wanita itu, membunuhmu saja tidak cukup."

Narendra mengucapkan semua kekesalannya pada Perwira Raksa, melampiaskan rasa frustasinya karena kegilaan yang harus dia hadapi akhir-akhir ini. Luput dari perhatian Narendra, air mata Perwira Raksa terus menetes dari matanya yang tertutup. Meskipun mata Perwira Raksa tertutup, tapi telinganya bisa mendengar semua perkataan Narendra. Terutama ungkapan kekecewaan putranya padanya. Tentu saja, dia layak mendapatakannya karena dia menyadari betapa buruknya dia sebagai seorang ayah. Perwira Raksa dengan harta melimpahnya lupa jika dia juga akan menua dan wanita-wanita muda yang selalu menjadi hal yang dia puja selama ini tidak akan bertahan lama di sisinya. Wanita cantik murahan memang perhiasan bagi pria berdompet tebal, hingga lupa diri jika suatu hari perhiasan itu hanya pajangan bukan benar-benar miliknya. Narendra benar, selain hubungan darah yang mengikat mereka, tidak ada hal lain yang bisa membuat mereka terlihat seperti ayah dan anak.

Meninggalkan kisah malam dingin ayah dan anak itu. Ditempat berbeda, malam berjalan lebih hangat dengan suara televisi yang menemani penghuni rumah. Hanin dan kedua anaknya secara hukum menikmati susu hangat sembari menonton televisi di bawah selimut. Hujan mengguyur sejak tadi siang dan hingga malam menjelang rintik hujan masih terdengar. Udara dingin menyeruak hingga tulang, apalagi keadaan lingkungan mereka yang berada tak jauh dari kaki gunung, membuat dingin semakin menggigit.

Hanin dan anak-anak sedang menonton film Mary Poppins Returns, akhir-akhir ini Hanin sengaja menonton film  bertemakan keluarga atau film kartun bersama anak-anak, sembari mengisi waktu sebelum anak-anak mengantuk. Bintang terlihat antusias menonton filmnya. Meskipun Hanin yakin, Bintang sama sekali belum mengerti apa film yang di tontonnya karena anak itu belum bisa membaca subtitlenya. Seperti biasa, Mentari selalu bersikap tenang malah cenderung terlalu diam, padahal dengan alat bantu dengarnya dia bisa menyimak dengan baik. Dan dia juga sepertinya bisa membaca karena anak itu sudah bisa menulis dan merangkai kalimat dengan baik. Psikiater yang menanganinya mengajarkan Mentari untuk melampiaskan segala kekalutan yang tersimpan di hatinya dalam bentuk tulisan. Dari tulisan-tulisan itulah Hanin dan dokternya Mentari tahu sedikit-sedikit tentang perasaan gadis kecil berusia 10 tahun itu. Dari goresan tangan anak itulah mereka tahu bagaimana isi gadis kecil itu.

Mengingat isi tulisan Mentari membuat Hanin tidak bisa menahan air matanya. Hanin menatap ke arah Mentari yang terlihat fokus dengan tontonannya. Anak itu sudah melalui banyak hal untuk anak seusianya. Menyaksikan banyak hal yang seharusmya tidak dia saksikan di usia dininya. Mentari yang malang, dan kemalangan itu bersumber dari orangtuanya sendiri.

Dari tulisan Mentari, Hanin tahu jika Hana dan Arka sendiri yang sering menitipkan Mentari pada Keanu. Yang ternyata tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Hana dan Arka. Dari tulisan Mentari juga, terungkap jika Mentari mengalami pelecehan sejak lama, hingga akhirnya pelecehan terparah adalah beberapa bulan sebelum dia di temukan, karena dia mencoba kabur dari Keanu.

"Ibu? Ibu angis?" Tanya Bintang mengelus pipi Hanin.

Hanin mengerejapkan matanya lalu menghapus air mata yang membasahi pipinya. Hanin tersenyum dan memfokuskan perhatiannya pada Bintang. Wanita itu merubah ekspresi sendunya ke ekspresi ceria saat bicara dengan Bintang.

"Ibu tidak menangis, ibu hanya menguap hingga keluar air mata." Ucap Hanin pada Bintang. Setelah semakin lancar bicara, Bintang tiba-tiba saja memanggil ibu padanya. Hanin tidak berniat mengoreksi panggilan dari Bintang dan membiarkab saja anak itu memanggilnya seperti itu.

"Bintang suka filmnya?" Tanya Hanin yang malah membuat Bintang semakin mendekat ke pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Hanin. Sepasang tangan kecil itu memeluk Hanib erat.

"Angel..." ucap Bintang.

"Angel siapa?" Tanya Hanin.

"Angel sakit...Angel nangis... Om Jahat tarik rambut Angel..." ucap Bintang sepotong-sepotong.

"Angel baik kayak ibu...kayak Mary..."

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang