Bab 17

13.5K 2.1K 38
                                    

Hanin sudah mendadani Mentari dengan rapi untuk kepulangan mereka ke Indonesia. Semenjak gadis itu menangis mendengar lagu kesukaan ibunya, tidak ada lagi interaksi berarti yang anak itu lakukan dengannya. Tapi setidaknya anak itu mulai menoleh jika dipanggil dan memperhatikan ketika diajak bicara. Menurut dokter yang menanganinya, itu juga sudah hal bagus bagi anak yang mengalami penculikan sekalgus pelecehan seperti yang dialami Mentari. Trauma yang ditinggalkan karena kejadian buruk itu akan sangat sulit di hilangkan atau bahakan tidak akan hilang sepenuhnya. Dokter bilang trauma itu tergantung orangnya sendiri seberapa besar semangatnya untuk sembuh. Dan sayangnya Mentari berada di level yang tidak ingin bangkit.

Sampai hari ini tidak masalah bagi Mentari berinteraksi dengan perempuan. Tapi jika melihat seorang pria mendekat dia akan histeris dan ketakuatan. Selama dirumah sakit ini, hanya perawat dan dokter perempuan saja yang menangani Mentari. Hanya anak laki-laki kecil dan kakek-kakek yang tidak membuat Mentari histeris. Semua laki-laki dewasa bagaimanapun bentuknya membuat Mentari ketakutan.

Meskipun Hanin sangat merindukan rumah dan segala aktifitasnya di Indonesia, tapi dia tidak terlalu setuju dengan kepulangannya saat ini. Hanin takut Mentari histeris dan tidak terkendali dalam perjalanan, meskipun dia akan diberi obat tidur agar tidur sepanjang perjalanan. Dokter yang menangani Mentari juga tidak sepenuhnya mengizinkan tapi karena Narendra mengatakan ini urgent mau tak mau Mentari diijinkan untuk dibawa pulang. Hanin takut obat tidur tidak sanggup membuat Mentari tetap terlelap sepanjang perjalanan, apalagi mereka pulang dengan pesawat komersil yang diisi banyak orang. Sepertinya Perwira Raksa tidaklah terlalu kaya sehingga tidak mampu mendatangkan jet pribadi untuk kepulangan cicitnya.

Narendra datang sendiri untuk menjemput tapi pria itu seperti biasa tidak banyak bicara. Karena kondisi Memtari yang takut akan kehadiran pria dewasa, Narendra belum masuk ke ruang rawat Mentari. Rencananya setelah dokter memberikan suntikan obat tidur untuk Mentari, Narendralah yang akan menggendong anak itu. Mentari anak berusia hampir 10 tahun dan tentu saja bobotnya bukan hal mudah untuk dibawa Hanin, meskipun tubuh Mentari sangat kurus saat ini.

Dokter yang menangani Mentari memasuki ruang perawatan. Seperti biasa dokter wanita itu dengan keramahannya mengajak bicara Mentari. Dan seperti biasa juga Mentari  sama sekali tidak menanggapinya. Hanin hanya tersenyum pada dokter itu sebagai permintaan maaf. Dokter itu juga sepertinya sudah memaklumi keadaan Mentari yang begitu adanya.

Narendra mengatakan lewat chat jika dalam 5 menit mereka akan berangkat. Itu berarti kedatangan dokter kali ini untuk memberi obat tidur pada Mentari. Tidak sulit menyuntik atau memberi obat Mentari, anak itu tidak berekspresi apapun ketika jarum suntik menyuntik lengannya. Hanin mengelus kepala Mentari yang kini berambut pendek. Hanin sengaja memotong rambut gadis kecil itu agar tidak sulit merawatnya. Memorong rambur juga sebagai petanda untuk memulai hidup baru bagi Mentari. Bukankah orang yang patah hati sering melakukannya, seperti dirinya saat patah hati misalnya.

Perlahan mata dengan tatapan kosong itu memejam diikuti helaan nafas dua wanita dewasa disekitarnya. Dokter perempuan itu mengatakan jika Mentari sudah tidur dan tidak masalah jika membawanya. Seperti dokter pada umumnya, dokter perempuan yang mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari Hanin itu mendoakan yang terbaik untuk kesembuhan Mentari. Setelah dokter itu pergi, Narendra masuk dan meminta Hanin untuk segera menyiapkan semuanya.

Narendra langsung menggendong tubuh Mentari yang jauh lebih ringan dari anak seusianya. Narendra memastikan Mentari nyaman dalam gendongannya. Pria itu merasa sangat miris dengan keadaan anak-anak yang ditinggalkan Arka. Mereka yatim piatu juga memiliki trauma yang parah. Akan seperti apa hidup mereka setelah ini. Melihat nasib keduanya, Narendra berpikir usul Perwira Raksa harus dia pertimbangkan. Lagipula dia yakin Hanin juga tidak akan tega pada nasib anak-anak itu. Apalagi jika Hanin sudah melihat keadaan Bintang yang tak kalah menyedihkan dari Mentari.

**************

Hanin merasa sedikit risih ketika beberapa orang melirik kearahnya. Selama dipesawat dia juga harus menebalkan muka ketika beberapa orang meliriknya yang menyelimuti Mentari yang terpejam. Mereka mungkin berpikiran banyak hal ketika melihat keadaan itu. Apalagi beberapa lebam di wajah Mentari belum benar-benar sembuh. Tidak seperti Hanin, Narendra tidak terlihat risih sama sekali. Pria itu tetap bersikap tenang seolah tidak menghiraukan tatapan ingin tahu dari beberapa orang itu.

Tidak ada perbinacangan antara Hanin dan Narendra hingga mereka berada di Indonesia dan menaiki mobil yang entah menuju kemana. Mentari masih terlelap dalam pangkuan Hanin. Setelah sampai di Indonesia, Narendra membaringkan Mentari berbantalkan paha Hanin.

"Kita akan kemana?" Tanya Hanin akhirnya karena mobil itu melewati jalan menuju rumahnya.

"Rumah sakit." Jawab Narendra yang duduk di samping pengumudi dengan singkat.

"Apa Mentari akan ditempatkan di rumah sakit lagi? Aku kira akan lebih baik jika dia tinggal dirumahku saja. Kamu tahu keadaannya seperti apa, kita bisa memanggil psikolog wanita untuk konseling dengannya. Kita juga tidak tahu reaksinya bagaimana jika dia melihatmu. Jika melihat Perwira Raksa yang sudah kakek-kakek mungkin dia tidak akan takut, tapi melihatmu pasti dia takut." Ucap Hanin.

"Kita tidak akan menempatkan dia dirumah sakit, dan mungkin dia juga tidak akan bertemu Perwira Raksa dalam waktu dekat." Ucap Narendra.

"Lalu untuk apa ke rumah sakit? Aku kira dia akan bangun dengan sendirinya jika pengaruh obat tidurnya sudah habis." Ucap Hanin.

"Kita tidak akan ke rumah sakit untuk memeriksa anak itu, tapi untuk mempertemukan anak itu dengan adiknya." Ucap Narendra.

"Adik?" Tanya Hanin.

Narendra menceritakan semua yang terjadi setelah kepulangannya ke Indonesia. Dia menceritakan jika hal urgent yang disampaikan Jo adalah adalah kedatangan anak itu bersama pria muda yang mengantarnya. Narendra menceritakan keadaan anak balita itu yang tidak baik-baik saja dan hanya memanggil nama seseorang yang belum dia ketahui siapa orang itu. Pria muda yang mengantarkan anak itu yang meninggal tanpa meninggalkan petunjuk apapun. Hanya selembar foto Hana dan Hanin sewaktu mereka masih remaja beserta alamat rumah Haninlah yang ditemukan sebagai barang-barang pria yang bahkan tidak diketahui namanya itu.Narendra juga menceritkan jika mereka sedang mencari tahu rute asal kedatangan pria itu hingga bisa sampai ke rumah Hanin.

"Sepertinya perampokan di rumah wanita tempat Hana menitipkan anak-anaknya itu pastilah disengaja. Tega sekali mereka yang melakukam segala hal gila itu pada anak-anak." Gumam Hanin .

"Tapi sebenarnya siapa orang gila itu? Apa yang sebenarnya Hana dan suaminya lakukan selama hiduo hingga berakhir begitu menyedihkan seperti sekarang?" Tanya Hanin tidak habis pikir. Wanita itu menggelengkan kepala menolak apapun yang terlintas di pikirannya.

"Jangan terlalu menyalahkan mereka, karena mereka tidak sepenuhnya bersalah." Gumam Narendra tapi masih bisa Hanin dengar.

"Lalu aku harus menyalahkan siapa atas semua kejadian ini. Aku tidak tahu bagaimana Hana menjalani kehidupannya 10 tahun terakhir. Tidak pernah bertemu selama 10 tahun lalu bertemu saat dia sudah terbujur kaku. Ditambah lagi kedua anaknya dalam keadaan baik-baik saja. Pikiran waras seperti apa yang bisa menjelaskanya?" Tanya Hanin.

"Dan sekarang, jika sudah seperti ini apa yang harus kita lakukan untuk mereka? Keadaan Mentari yang seperti ini saja sangar sulit. Apalagi ditambah keadaan adiknya yang tak jauh beda. Bagaimana mereka akan hidup setelah ini? Belum lagi mereka harus menerima kenyataan jika orangtua mereka sudah tidak ada." Ucap Hanin entah kenapa dia merasa sangat emosional sekarang.

"Kita pikirkan nanti, sekarang yang penting anak-anak itu aman bersama kita." Ucap Narendra mengakhiri pembicaraan mereka. Tidak mungkin dia membiacarakan tentang rencana Perwira Raksa yang menyuruh mereka untuk berkeluarga. Hanin sedang emosional saat ini, bisa menjadi masalah besar jika dia bicara sekarang. Wanita dengan emosionalnya bukanlah komplikasi yang baik, setidaknya itulah pengalamannya selama berhubungan dengan wanita.

Tapi benarkah anak-anak itu sudah aman?

Tanpa mereka sadari sebuah mobil mengikuti mobil yang mereka tumpangi. Pria dalam mobil itu melihat-lihat hasil jepretannya. Telpon pria itu berdering, dia tersenyum melihat nama yang tertera disana.

"Mereka sudah kembali." Lapornya

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang