Piknik, mungkin itu hal biasa untuk keluarga lain pada umumnya tapi tidak dengan keluarga Hanin dan Narendra. Terhitung 6 bulan setelah pindah ke rumah baru dan memulai kehidupan normal dengan anak-anak, baru kali ini mereka bisa melakukan piknik. Keadaan Mentari sudah membaik dengan terapi rutin yang dia lakukan dengan psikiaternya. Anak perempuan itu sudah mulai bisa diajak berkomunikasi dan berekspresi. Tapi, untuk masuk ke lingkungan sekolah dalam waktu dekat, sepertinya belum bisa dilakukan.
Mengajak Mentari ke ruang umum masihlah riskan, bahkan untuk belanja ke super market saja, kadang Hanin masih was-was jika mengajak Mentari. Tapi, sesuai anjuran psikaternya, sesekali Mentari harus mulai di bawa ke tempat umum agar anak itu mulai terbiasa berinteraksi dengan orang lain luar dari keluarganya. Sesekali Hanin membawa Mentari ke toko rotinya untuk membiasakan diri di tempat baru, Karena pada akhirnya mereka hanya pindah rumah tapi tidak pindah kota, Hanin kembali ke toko rotinya dan Narendra juga kembali ke klinik bersalin miliknya.
Karena kebanyakan pegawai di toko roti berjenis kelamin perempuan, Mentari tidak menunjukan ketidaknyamanannya disana. Tapi, ketika ada pelangganan laki-laki yang perawakannya mirip dengan pria yang pernah menyakitinya, Matahari kadang terlihat tegang.
Mengajak anak-anak piknik adalah uji nyali untuk Hanin dan Narendra, mengingat taman wisata yang mereka pilih sebagai tempat piknik pastilah dikunjungi banyak orang, apalagi hari ini adalah akhir pekan. Bintang yang tahu mereka akan pergi jalan-jalan tentu saja senang bukan main. Anak laki-laki yang baru masuk sekolah pendidikan anak usia dini sejak 2 bulan terakhir itu, sangat bersemangat untuk pergi jalan-jalan. Sejak mereka tinggal menetap di rumah baru, memang mereka jarang berjalan-jalan karena Narendra sibuk dengan pekerjaannya.
"Kamu baik-baik saja?" tanyaku pada Mentari dengan isyarat tangan ketika tubuh Mentari terlihat menengang saat mobil yang Narendra kendarai memasuki gerbang taman wisata.
"Aku baik-baik saja." Jawab Mentari dengan isyarat tangannya. Gadis kecil itu juga tersenyum meyakinkan ketika Hanin tidak putus memperhatikannya.
Hanin menggenggam tangan Mentari ketika turun dari mobil dan memasuki tempat wisata tempat piknik mereka. Bintang yang sedang aktif-aktifnya berjalan sambil loncat-loncat dituntun oleh Narendra. Mereka sudah persis seperti keluarga pada umumnya ketika berjalan bersama. Taman wisata yang mereka kunjungi memang taman wisata keluarga untuk berkemah atau hanya sekedar berpiknik, sehingga kebanyakan yang datang juga dalam formasi sebuah keluarga.
Narendra membawa keluarganya ke spot yang sudah di sewanya, Bintang langsung berlari-lari dan meminta ayahnya itu untuk mengejarkan. Mentari sejak memasuki tempat wisata dan bertemu dengan banyak orang tidak melepaskan genggaman tangannya pada tangan Hanin. Memasuki spot yang mereka sewa, Mentari terlihat lebih santai. Anak itu mulai melihat sekelilingnya dengan mata yang berbinar meskipun tubuhnya berada di dalam tenda yang dipasang di tempat itu.
"Haruskah kita menginap?" Tanya Narendra dengan wajah penuh peluh karena habis berlarian dengan Bintang. Usia memang tidak bisa berbohong, mengimbangi Bintang yang sedang aktif-aktifnya membuat Narendra kepayahan. Sementara anak laki-laki itu masih terlihat sangat segar dan diam hanya karena makanan yang tersaji di depannya.
"Aku tidak yakin kita bisa melakukannya." Jawab Hanin dan menunjuk ke Mentari lewat matanya agar Narendra memperhatikan anak perempuan itu juga.
"Kau benar, melihat dia terlihat baik-baik saja sudah merupakan keajaiban. Menginap terlalu berlebihan." Ucap Narendra pada akhirnya. Mendadak menjadi kepala keluarga dan ayah dari dua orang anak, terkadang membuatnya ingin seperti ayah pada umumnya, yang senang berbagi cerita dengan koleganya tentang anak-anaknya.
Hanin dan Narendra tidak memiliki harapan yang muluk-muluk untuk kelangsungan keluarga mereka. Melihat anak-anak tumbuh dengan baik saja sudah cukup untuk mereka. Mengenai hubungan diantara mereka, pada akhirnya dua orang dewasa yang berbagi kehidupan bersama dalam keadaan yang damai, hubungan itu berjalan begitu saja. Dua orang dewasa hidup bersama, yang terjadi yah terjadilah.
"Dia terlihat nyaman." Ucap Hanin melihat ke arah Mentari yang sudah mulai memberanikan diri keluar dari tendanya. Anak itu juga mulai memperhatikan sekeilingnya, meskipun pemandangan indah disekitarnya sepertinya tidak terlalu menrik minatnya.
Sementara Bintang bermain layangan dengan Narendra, Hanin hanya memperhatikan Mentari dan sesekali mengajak anak itu bicara, meskipun Mentari hanya menanggapinya dengan senyuman saja dengan mata yang masih memperhatikan sekelilingnya. Tiba-tiba Mentari menatap ke arah Hanin dan menggerakan tangannya meminta seseuatu.
"Kamu ingin buku gambar dan pensil?" Tanya Hanin menanyakan maksud dari isyarat tangan Mentari.
Mentari mengangguk mengiyakan pertanyaan Hanin.
"Apa kamu membawa buku gambar dan alat tulismu dari rumah?" Tanya Hanin yang dijawab anggukan oleh Mentari. Anak itu menjawab jika dia membawanya, tapi meninggalkannya di mobil.
"Apa kamu mau kita membawanya?" Tanya Hanin, yang dijawab anggukan ragu oleh Mentari. Sepanjang perjalanan dari area parker ke area yang mereka sewa tadi Mentari terus menggenggam tangannya dan beberapa kali anak itu menyembunyikan dirinya saat tak sengaja bersisih jalan dengan orang asing. Tampaknya perjalanan yang mungkin tidak sampai 100 meter itu menjadi perjalanan cukup berat untuk Mentari. Tapi, meninggalkan Mentari sendirian sementara dia mengambil di mobil juga bukan ide bagus. Tempat ini mungkin bukan tempat berbahaya, tapi Hanin tetap tidak bisa meninggalkan Mentari sendirian. Setelah apa yang terjadi pada anak itu saat dia meninggalkannya tempo hari, Hanin sedikit trauma meninggalkan Mentari. Mengganggu boys time antara Narendra dengan Bintang juga bukan ide yang baik.
"Kamu maukan pergi untuk mengambilnya bersama-sama?" Tanya Hanin sedikit membujuk.
Mentari tidak merespon pertanyaan darinya, sampai akhirnya beberapa menit kemudian anak itu mengangguk. Hanin mengulurkan tangannya untuk menggenggam Mentari, yang langsung disambut oleh gadis kecil itu.
"Tidak apa-apa sayang, ibu akan melindungimu." Ucap Hanin terdengar seperti sebuah janji yang meyakinkan untyk anak perempuan itu.
Dua wanita itu bergandengan tangan menuju tempat parkiran setelah berpamitan pada sepasang ayah dan anak yang menjadi keluarga mereka. Bergandengan tangan dan bicara hal-hal kecil sepanjang perjalanan mungkin terdengar seperti hal remeh. Tapi, hal kecil itulah yang membentuk ikatan kuat anatara keluarga. Tangan yang saling menggenggam itulah yang memberi kekuatan kepada keduanya untuk yakin melangkah bersama, sebagai keluarga.
Hanin dan Narendra menjalani hidup yang tidak sempurna dengan berbagai kepincangan yang datang ke kehidupan mereka. Tapi, keduanya akan berusaha untuk menjadi orangtua yang sempurna untuk anak-anak dan belajar saling memiliki satu sama lain. Tidak ada yang terlambat dalam hidup, apapun yang tertinggal di masa lalu, masa depan kita tetaplah masih bersih. Apapun yang mereka alami sebelum pertemuan mereka, itu tidak penting lagi karena sekarang bersama sebagai keluarga. Sebuah keluarga yang saling menyayangi dan terus belajar untuk memahami satu sama lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/146959994-288-k949585.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Mystery / Thriller"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...