'Apapun yang terjadi hidup terus berjalan.' Kalimat itu terus Hanin tekankan pada dirinya sendiri, agar dia merasa baik-baik saja. Kematian Hana sedikit banyak mempengaruhi siklus hidup teraturnya. Hana memang sudah lama keluar dari hidupnya, kepergian Hana untuk selamanya tetap saja membuatnya terpuruk. Bagiamana tidak terpuruk jika satu-satunya keluarga yang dia miliki akhirnya menyusul orangtuanya. Tapi karena terbiasa tidak melihat Hana disekitarnya, Hanin lebih merasa jika Hana masih hidup dibelahan dunia lain.
"Hah...akhirnya aroma roti lezat tercium lagi..." ucap Jo mendekat ke arah dapur tempat Hanin dan Karyawannya membuat roti.
"Selamat pagi Miss Jo." Sapa Sammy dengan nada meledeknya yang langsung membuat Jo cemberut.
"Gue seneng banget akhirnya, Hanin gue balik lagi..." ucap Jo manja dan langsung memeluk Hanin.
"Ya ilah pake cari kesempatan main peluk-peluk segala, inget casing situ laki..." protes Sammy melepaskan pelukan Jo.
Hanin hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah Sammy dan Jo. Keduanya terus menemaninya saat dia dalam masa terpuruk 2 hari lalu. Hanin sangat berterima kasih karena kedua sahabat yang sudah seperti saudaranya itu terus menemaninya. Meskipun sebenarnya daripada menghibur Hanin yang sedang berduka, keduanya malah sibuk bertengkar. Tapi suara pertengkaran merekalah yang menyadarkan Hanin jika terpuruk karena orang yang telah pergi tidak ada gunanya. Kehadiran Jo dan Sammy membuat Hanin sadar jika masih ada yang menunggunya untuk melanjutkan hidup.
Almira Bakery menjadi sangat ramai karena 2 hari toko roti itu tutup, Jo bahkan ikut membantu jadi pelayan dan meninggalkan salonnya yang katanya tidak begitu ramai. Hanin tahu itu hanya alasan Jo untuk tetap memperhatikannya karena tidak mungkin salon sosialita sekelas salon milik Jo sepi pelanggan. Hanin sangat salut dengan solideritas yang Jo berikan untuknya sejak mereka saling mengenal. Terlepas dari casing aneh Jo, pria setengah matang itu benar-benar baik hati.
Selesai beraktifitas di toko roti, Hanin memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Tadinya Sammy dan Jo ingin ikut pulang ke rumahnya, tapi dia melarang mereka datang. Sebagai gantinya Hanin menyuruh mereka datang pada jam makan malam karena dia akan menyiapkan makan malam special sebagai tanda terima kasih untuk keduanya. Bukan tanpa alasan dia meminta Jo dan Sammy untuk tidak dulu datang. Selain karena keduanya belum pulang ke tempat tinggal mereka masing-masing, memasak dengan mereka hanya akan berpotensi mengacaukan dapur.
Hanin bersyukur dia sempat belajar banyak hal sebelum ibunya pergi, sehingga masalah dapur bukan masalah sulit untuknya. Apalagi pekerjaannya dulu sebagai pramugari membuatnya banyak mengenal berbagai hidangan asing dan cara menyajikannya. Sebenarnya Hanin jarang memasak dan lebih sering memesan makanan lewat ojek online. Memasak makanan ketika tinggal sendiri hanyalah pemborosan, pengecualian untuk hari ini, Hanin dengan semangat memasak beberapa sajian bergizi yang lezat untuk dua orang yang memberikan kepedulian mereka padanya.
Selesai memasak, barulah Hanin menghubungi Jo dan Sammy untuk datang makan malam ke rumahnya, yang langsung disambut keantusiasan dari keduanya. Menunggu Jo dan Sammy datang, Hanin bergerak untuk membereskan rumahnya yang berantakan karena hibernasinya dua hari terakhir. Terbiasa rapi dan disiplin, membuat tangan Hanin gatal ketika melihat rumahnya berantakan. Selesai membereskan rumah, mata Hanin tertuju pada map yang dia simpan diatas meja riasnya.
Hanin ingat map itu adalah map yang diberikan Perwira Raksa padanya saat dia melayat. Awalnya dia tidak tertarik pada map itu karena dia berpikir anak-anak Hana dan Arka adalah urusan keluarga Raksa. Lagipula meskipun anak-anak itu keponakannya, tapi sekalipun dia belum pernah bertemu dengan keduanya. Tapi hari ini saat otaknya sudah kembali normal dia merasa penasaran dengan isi map itu, juga penasaran dengan tujuan Perwira Raksa yang mempercayakan cicitnya pada Hanin. Padahal mengingat Arka satu-satunya cucu keluarga Raksa otomatis hanya anak-anak Raksa yang tersisa sebagi pewaris kakek tua itu.
Hanin meraih map itu dan membukanya, selembar foto berisi sepasang anak membuatnya tersenyum tanpa sadar. Foto itu sama persis seperti foto yang dikirimkan Hana lewat email padanya beberapa bulan silam. Hana memang sering mengiriminya email ketika adiknya itu masih hidup, tapi dia dengan keras hatinya tidak pernah membalas satupun email dari adiknya. Bahkan dengan sengaja dia mengabaikan email itu dan membacanya setelah sekian lama dan mungkin membuat si pengirimnyapun lupa pernah mengirim email padanya.
Hanin mengerutkan kening melihat isi map itu, rasanya aneh sekali seorang Perwira Raksa menyerahkan semua ini padanya, padahal jelas-jelas mereka tidak terikat hubungan keluarga. Suara deringan bel mengalihkan perhatian Hanin dari dokumen-dokumen dihadapanya. Hanin memilih untuk beranjak membuka pintu dan mencampakan dokumen-dokumen itu diatas tempat tidurnya begitu saja.
Hanin berpikir yang menekan bel adalah Sammy atau Jo, tapi ternyata dugaannya salah. Seorang pria yang sepertinya baru berusia sekitar awal 40an berdiri didepan pintu rumah dengan pakian rapih pria itu. Jangan lupakan dengan kaca mata hitam yang menutupi mata pria itu membuat Hanin merasa terseret pada film mafia-mafiaan. Hanin mengerutkan keningnya menatap pria yang tidak dia kenali itu.
"Ada perlu apa yah?" tanya Hanin akhirnya setelah puas memindai dan mengingat-ingatn siapa kiranya pria dihadapannya sekarang ini.
"Nona Hanin?" tanya Pria itu dengan suara beratnya.
Hanin mengangguk mengiyakan pertanyaan pria itu. Tiba-tiba pria itu merogoh saku jaketnya membuat Hanin sedikit merinding karena takut tiba-tiba dia terseret ke dalam film action dan pria itu merogoh saku dalam jasnya dan mengeluarkan senjata api untuk membunuhnya. Beruntung karena dugaan Hanin ternyata salah, pria itu bukan mengelurakn senjata tapi mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi flashdisk padanya.
"Tuan besar mengatakan jika mungkin anda belum pergi menjemput keponakan anda, dan ternyata dugaan tuan besar benar." Ucap Pria itu,
"Tuan besar meminta saya memberikan flashdisk ini pada anda, beliau mengatakan jika anda ragu maka lihatlah isi flashdisk ini,maka anda akan mengerti mengapa tuan besar meminta anda untuk menjemput anak-anak tuan Arka."
Hanin mengerutkan keningnya tidak mengerti tapi dia tetap menerima kotak kecil berisi flashdisk dari tangan pria asing itu. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa merinding sendiri saat ini.
"Oh iya, Tuan besar berpesan agar anda segera memutuskan untuk menjemput anak-anak malang itu, sebelum hal buruk lain terjadi. Tuan besar mengatakan pengasuh anak-anak tidak bisa dihubungi sejak tuan Arka dan istrinya meninggal. Tiket anda sudah beliau siapkan di map yang tuan berikan tempo hari." Ucap Pria itu lagi.
"Anak-anak itu tidak bersalah nona dan saya harap anda memiliki kebaikan hati untuk menjaga anak-anak itu." ucap pria itu, kali ini suaranya tidak terdengar sedatar ucapannya yang sebelumnya.
Hanin tidak tahu bagaimana menaggapi ucapan pria asing dihadapannya, meskipun dia tidak bisa melihat mata pria itu, enah kenapa dia bisa merasakan jika pria itu sedang dilanda kegelisahan. Pria itu kembali merogoh saku jasnya dan menyerahkan sebuah kartu nama ke tangan Hanin.
"Hubungi pria itu jika keadaan tidak terkendali." Ucap Pria itu meraih tangan Hanin dan meyelipkan sebuah kertas.
"Ah dan satu lagi, apapun yang terjadi tolong jangan datang ke rumah tuan besar dan memberi kabar ke rumah utama demi keselamatan kita semua. Dan tolong rahasiakan semua ini dari siapapun." Ucap Pria itu.
Hanin masih bingung dengan segala hal yang diucapkan pria itu, keningnya semakin berkerut ketika pria yang baru saja bicara padanya langsung berlari menjauh dari rumahnya begitu mobil Jo memasuki pekarangan rumah.
"Siapa?" tanya Jo melihat pria yang berjalan cepat menjauh dari pakarangan rumah Hanin.
"Entahlah aku juga tidak kenal padanya." jawab Hanin sambil mengangkat bahunya, entah kenapa tangannya bergerak sendiri menyembunyikan kotak berisi flashdisk dan kertas kecil yang tadi diberikan pria itu, seolah dia menuruti permintaan pria asing itu.
Beberapa menit setelah Jo datang, Sammy datang menyusul dan mereka langsung memulai makan malam mereka. Meskipun Hanin larut dengan suasana makan malam bersama Jo dan Sammy tapi dia sebenarnya tidak benar-benar memfokuskan pikirannya pada obrolan tidak penting Jo dan Sammy. Kedatangan pria asing tadi sedikit mengganggu pikirannya. Belum lagi kertas kecil yang diserahkan pria itu yang ternyata sebuah kartu nama seseorang membuatnya semakin bingung.
dr. Alexis Narendra R Sp.OG, itulah nama yang tertera dikartu nama itu, yang membuat Hanin heran adalah, untuk apa pria asing itu memintanya menghubungi seorang dokter kandungan jika keadaan tidak terkendali?
![](https://img.wattpad.com/cover/146959994-288-k949585.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Mistério / Suspense"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...