Bab 20

13.1K 2.1K 68
                                    

Pertanyaan yang Hanin ajukan belum mendapatkan jawaban karena kedatangan seseorang ke ruangan itu. Elang, pria itu mengenalkan namanya demikian. Pria yang sama dengan pria yang menjadi utusan Perwira Raksa sejak awal kakek itu meminta Hanin mencari cicitnya. Pria yang sama juga yang mendatangi rumahnya tempo hari. Mengingat selama ini pria itu hanya menghubungi lewat telepon pada Narendra, membuat Narendra sedikit kaget dengan kehadiran pria itu.  Firasat Narendra mengatakan terjadi hal mendesak sekarang ini hingga Elang meninggalkan Perwira Raksa dan menemui mereka.

"Kalian harus segera meninggalkan rumah sakit ini sekarang." Ucap pria itu to the point tanpa kata pengantar yang ditanggapi kerutan bingung dari dua orang dewasa yang menjadi lawan bicaranya. Pria berperawakan besar itu menatap sekeliling dengan tatapan gusar. Pria itu beralih ke depan pintu dan melihat kekanan kiri lalu menutupnya.

"Ada apa sebenarnya?" Tanya Hanin setengah bingung dengan tingkah pria itu.

"Bereskan barang-barang kalian, kita harus pergi sekarang!" Perintah pria bernama Elang itu.

"Apa maksudmu?" Tanya Hanin.

"Tempat ini sudah tidak aman, rupanya mereka tahu lebih cepat tentang anak-anak itu. Kita harus mencari tempat aman untuk anak-anak itu secepatnya." Jawab pria berpakaian serba hitam itu.

"Apa maksud semua ini? Mereka siapa?" Tanya Hanin lagi.

"Kita tidak punya banyak waktu, saya sudah siapkan mobil di parkiran belakang rumah sakit, kita harus pergi sekarang." Ucap Elang memilih untuk tidak menjawab.

"Kalau begitu kalian saja yang pergi, aku tidak ikut." Ucap Hanin membuat kedua pria itu menampakan reaksi protes mereka.

"Nona... kita tidak punya banyak waktu untuk berdebat sekarang. Keselamatan mereka adalah prioritas utama saat ini." Ucap Elang.

"Kalau begitu pergilah, aku tidak ingin terlibat lebih dalam lagi dengan masalah yang tidak aku ketahui. Aku punya kehidupanku sendiri dan aku rasa melanjutkan hidup yang sudah ku jalani selama ini lebih baik daripada terlibat hal yang tidak aku ketahui bersama kalian." Ucap Hanin memberikan keputusan. Wanita berusia 30 tahunan itu berpikir, hidup damainya lebih baik daripada bersinggungan dengan apapun yang menyangkut keluarga Raksa. Ditambah lagi obrolannya dengan Narendra tadi membuat Hanin berpikir lebih baik dia tidak terlibat lebih dalam. Katakanlah Hanin seorang pengecut, tapi memang itulah dia. Hanin lebih memilih lari dari segala masalah dan kembali kerumah. Itulah cara hidupnya 5 tahun terakhir, berlindung dalam lingkungan rumah dan menghindari masalah.

"Kamu akan mengabaikan mereka?" Tanya Narendra tidak percaya. Pria itu sebenarnya sudah menebak pada akhirnya wanita itu akan angkat tangan. Sepertinya penilaian Perwira Raksa tentang Hanin terlalu berlebihan. Melihat Hanin yang memilih diam saja ketika keluarga Raksa menghalangi keluarganya bertemu dengan Hana 10 tahun lalu. Sikap Hanin yang memilh menghapus jejaknya 5 tahun lalu ketika kekasihnya tersandung kasus hukum padahal mereka sudah berpacaran 3 tahun, sepertinya Hanin adalah tipe orang yang menghindari masalah. Bukan hal yang mengagetkan jika pada akhirnya Hanin memilih mundur ketika dia melihat kerumitan yang akan dia hadapi kedepannya.

"Lalu aku harus apa? Aku punya kehidupanku sendiri dan rasanya tidak mungkin meninggalkan kehidupanku untuk bersembunyi melindungi mereka. Lagipula aku tidak tahu sebenarnya apa yang aku harus hadapi bukan?" Tanya Hanin.

"Kau yang mengatakan sendiri jika mereka layak untuk hidup lebih baik. Kenapa kamu memilih untuk mengabaikan mereka?" Tanya Narendra.

"Mereka memang layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aku bisa menjaga mereka dan menjadikan mereka bagian dari hidupku. Tapi bersembunyi bersama mereka aku rasa aku tidak bisa melakukannya." Jawab Hanin, dipikirannya bersembunyi berarti pergi, hidup ditempat asing bersama Mentari saja sudah membuatnya bosan, dan dia tidak berniat melakukan hal sama untuk kedua kalinya.

"Menjaga mereka saja tidak cukup tapi kita juga harus melindungi mereka."

"Sebenarnya kita melindungi mereka dari siapa?" Tanya Hanin sedikit frustasi.

"Bisakah kalian tunda pembicaraan kalian? Hal yang lebih penting adalah keluar dari rumah sakit ini secepatnya." Ucap Elang mengintrupsi perdebatan antara dua orang dewasa itu.

"Dan anda nona, anda harus melindungi anak-anak itu hingga akhir, karena andalah yang membuat almarhum tuan dan nyonya muda mengenal iblis itu." Ucap Elang membuat Hanin mengerutkan kening tidak paham.

"Apa maksudmu?" Tanya Hanin lagi sedikit tersinggung, dia merasa menjadi orang paling bodoh dengan semua teka-teki gila ini. Wanita itu juga tidak terima karena disalahkan menjadi penyebab Hana dan Arka mengenal iblis. Selama ini dia merasa hidup dengan cara yang cukup baik dan tidak bersinggungan dengan hal-hal buruk. Bukankah lebih pantaskeluarga Raksa yang disalahkan bukan dirinya, karena keluarga merekalah yang melakukan banyak hal semena-mena hanya karena mereka kaya.

Deringan ponsel menghentikan perdebatan mereka. Terlihat Elang bicara serius dengan lawan bicaranya di telepon.

"Apa asuransi kematian kakaknya begitu besar hingga dia bisa seberpengaruh itu?" Tanya Elang pada lawan bicaranya ditelepon. Kalimat makian tidak luput dari obrolan Elang dengan lawan bicaranya ditelepon, dan berhasil membuat Hanin dan Narendra berkedip cepat karena kaget.

"Tidak ada waktu lagi, kita harus pergi sekarang." Ucap Elang pada Hanin dan Narendra yang sejak tadi hanya memperhatikan pembicaraan Elang dengan lawan bicaranya di telepon.

"Tapi..."

"Tidak ada waktu lagi kecuali jika kamu ingin bertemu dengan orang yang harusnya mati 5 tahun lalu." Ucap Elang, tangannya bergerak membereskan barang-barang diikuti oleh Narendra.

"Aku yang akan menggendong Mentari, kamu gendonglah Bintang." Ucap Narendra pada Hanin yang hanya menjadi pemerhati sementara dirinya dan Elang bebenah. Banyak pikiran yang berputar dikepala Hanin dan menuntut jawaban. Tapi tubuhnya tetap bergerak menuruti perintah Narendra.

Hanin pada akhirnya tidak punya pilihan lain selain menurut dan mengikuti langkah kedua pria itu. Sepanjang perjalanan dia mencoba menutup mulutnya untuk tidak bertanya kemana mobil yang dia tumpangi menuju. Hanin menegarkan diri meskipun dia sempat melalui kejar-kejaran ala film hollywood dengan dua mobil yang membuntuti mobil yang ditumpanginya. Sempat juga mereka mengganti mobil di dekat terowongan yang Hanin rasa itu jalan alternative menuju perbatasan kota. Otaknya sekarang sedang mengalami shock terapi hingga semuanya terasa blank. Bahkan Hanin membiarkan tangan Narendra yang notabene 'orang asing' menggenggam tangannya sepanjang perjalanan.

"Ini rumah yang disiapkan oleh tuan besar untuk kalian. Tuan akan menghubungi kalian nanti." Ucap Elang dan langsung pergi sebelum lawan bicaranya menanggapi.

"Kita bicarakan esok hari, malam sudah larut sebaiknya kita istirahat." Ucap Narendra sebelum Hanin membuka pembicaraan.

Narendra membuka kunci rumah dihadapannya, dia pernah sekali ke rumah itu saat Perwira Raksa mengirimkan kunci rumah itu padanya. Sebenarnya rumah ini bukan rumah baru karena rumah itu adalah hadiah Perwira Raksa untuk pernikahannya. Dia tidak pernah berpikir akan meninggali rumah pemberian Perwira Raksa, egonya tidak mengizinkan dia untuk menurut pada ayah yang mengabaikannya. Seandainya almarhum istrinya masih ada mungkin dia tidak akan pernah menginjakan kakinya dirumah ini. Mungkin juga dia tidak akan terlibat dengan segala kegilaan yang tersangkut paut dengan Perwira Raksa.

Narendra mengantarkan Hanin ke kamar terdekat. Mereka tidak sempat melihat sekeliling karena waktu menunjukan tengah malam membuat tidur menjadi hal yang paling mereka butuhkan. Mencoba menutup mata setelah semua kegilaan yang terjadi dirasa lebih baik. Dengan secewil harapan kosong yang tersemat jika semua kegilaan ini hanya mimpi.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang