Bab 49

12.7K 2.1K 100
                                    

Setelah berhasil membuka pintu, Mentari langsung dilarikan ke rumah sakit. Saat pintu di buka, tubuh Mentari sudah lemas, dengan pakaian yang tidak terpasang benar di tubuhnya. Sepertinya seseorang memaksanya untuk berganti pakaian. Hanin terus menggenggam tangan keponakannya itu sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

Panik dengan keadaan gadis kecil itu, mereka melupakan sesuatu. Di rumah itu bukan hanya ada Jo dan Mentari saja tapi juga ada Sammy yang mereka lewatkan. Suasana rumah sakit dini hari yang sepi membuat waktu menunggu terasa sangat lama. Kepanikan Hanin bertambah karena dia harus menunggu sendirian, sementara Jo dan Mentari sedang di periksa di dalam. Pergantian menikt, terasa begitu lama, sampai akhirnya ketika ruiang pemeriksaan dokter terbuka, barulah Hanin bisa menarik napas lega.

"Keadaan tuan Jonathan tidak terlalu parah, beliau hanya menderita luka luar saja, dan lukanya sudah selesai kamu atasi. Beliau hanya perlu istirahat beberapa waktu hingga lukanya benar-benar pulih. Dan mungkin baru esok hari tuan Jonathan baru bisa di kunjungi." Jelas seorang dokter jaga yang menangani Jo.

Hanin menghela napas lega mendengar penjelasan dokter, dia tidak bisa bayangkan jika terjadi sesuatu yang buruk pada pria setengah matang itu. Jo sangat berarti untuknya, meskipun pria itu lebih banyak merecoki hidupnya, tapi tanpa Jo mungkin tidak akan ada Hanin yang sekarang.

Selang 20 menit kemudian, dokter yang menenangani Mentari akhirnya keluar menjelaskan keadaan Mentari. Hanin menguicap syukur karena tidak ditemukan bekas kekerasan ataupun bekas pelecehan di tubuh Mentari. Dokter mengatakan anak itu hanya kelelahan dan syok.

Hanin mengucapkan terima kasih pada dokter yang menangani keduanya, dia minta Jo dan Mentari di rawat di satu ruanngan saja karena hanya dia sendiri yang menjadi wali keduanya. Sibuk mengurus ruangan untuk Jo dan Mentari, serta kelelahan tubuh karena Hanin belum benar-benar tidur sejak kemarin, membuat wanita itu jatuh tertidur. Dan wanita itu benar-benar melupakan keadaan Sammy, yang entanh bagaimana kabarnya.

*****************

Tangisan anak menjadi alarm pagi di rumah besar milik keluarga Raksa, para asisten rumah tangga yang memang di titipi anak itu berusaha untuk menenangkan si anak, tapi tidak ada satupun yang berhasil. Anak balita itu terus menangis memanggil ibunya dan menolak untuk di sentuh siapapun. Sebenarnya, bisa saja mereka membangunkan tuan rumah, tapi mereka tidak berani melakukannya. Selama bekerja di rumah besar di bawah komando Arini, mereka tidak pernah benar-benar beriteraksi langsung dengan pemilik rumah. Sekarang Arini tidak ada, mereka masih silih tunjuk satu sama lain untuk membangunkan si tuan rumah meskipun balita laki-laki itu menangis semakin kejer.

"Ada apa ini?" tanya Elang yang mendengar keributan di kamar tempat Hanin di tempatkan. Pria itu kebagian jaga pagi, meskipun Perwira Raksa tidak ada, dia tidak mungkin melalaikan tugasnya, apalagi situasi rumah sedang tidak menentu seperti ini. Pria yang hanya tidur beberapa jam itu tadinya masuk ke dalam rumah untuk meminta di buatkan kopi, tapi keributan suara tangis membuat membelokan niatnya.

"Itu pak Elang, tuan kecil menangis mencari ibunya, kata bi Sumi, nyonya muda semalam pergi dan menitipkan tuan kecil padanya. Tapi, saat bangun tuan kecil langsung menangis dan tidak mau di sentuh siapakpun." jawab seorang asisten ruamh tangga yang masihn usia sangat muda itu.

"Nyonya pergi semalam?" tanya Elang kaget. Dia tidak tahu apa yang ada dipikiran Hanin yang pergi di malam hari meninggalkan anak se kecil Bintang. Kembali pada ingatan masa lalu tentang Hanin yang tidak terlalu terbuka menerima anak-anak dan status yang ditawarkan, mau tidak mau Elang berpikiran buruk pada wanita itu.

"Bagaimana dengan tuan Narendra? Dimana beliau?" tanya Elang.

"Beliau tertidur di sofa ruang tengah dan kami tidak berani memabangunkannya." jawab sik pelayan yang ditanggapi anggukan oleh Elang. Pria bertubuh tegap itu memilih untuk membangunkan Narendra dari pada ke kamar untuk menenangkan Bintang. Pria itu cukup sadar jika dai bukan orang yang memiliki sikap ke bapakan. Menenangkan anak yang menangid bukanlah salah satu keahliannya.

Benar saja, setelah Naarendra bangun dan mengambil Bintang ke gendongannya, anak laki-laki itu berhenti menangis dengan sendirinya. Mengingat apa yang terjadi pada anak sekecil Bintang sebelumnya, mungkin anak itu sudah memilih untuk hanya mempercayai Hanin dan Narendra saja. Saat Narendra sudah berada di sampingnya, ketika pelayan menggantikan bajunya, anak itu tidak keberatan sama sekali.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Narendra dengan wajah baru bangun tidurnya. Pria itu memangku Bintang yang menyembunyikan wajah di dadanya, dengan sisa segukan tangisnya.

"Dari kamera CCTV, Hanin terlihat keluar di tengah malam dengan membawa mobil milikmu.." Lapor Elang.

Banyak hal yang harus Narendra urus setelah tertangkapnya Arini, menangani petinggi-petinggi Raksa corp bukanlah hal mudah. Pria-pria dan beberapa wanita yang memasuki usia paruh baya itu benar-benar tidak bisa di percaya. Mereka melakukan banyak hal kotor dan dengan mudah menjatuhkan teman mereka sendiri hanya demi menyelamatkan diri sendiri. Rapat berlangsung berjam-jam hingga terciptanya kepurtusan yang tidak merugikan menurut mereka junga tidak merugikan para pekerja yang berada di bawah mereka. Narendra belum bicara lagi sejak pagi hari setelah sekedar saling menyapa sebentar dengan Hanin saat jasad Perwira Raksa tiba. Dia tidak tahu apa yang ada di pikiran wanita itu hingga nekat mengemudikan mobil di malam hari. Mengingat betapa care nya Hanin pada anak-anak , pria itu yakin, ada sesuatu yang sangat mendesak hingga Hanin meninggalkan Bintang sendirian bersama para pelayan, yang bahkan belum dia kenal betul. Pria itu mengecek ponsel pintarnya, barang kali Hanin meninggalkan pesan untuknya.

Sebuah pesan dari nomor tidak di kenal tertera di layar ponselnya. Pria itu melotot membaca pesan yang menyertakan sebuah foto yang memperlihatkan seseorang yang terikat.

Narendra panic bukan main melihat isi pesan itu, apalagi nada ancaman yang tersirat di pesan itu. Pria itu segera menghubungi Hanin, untuk memastikan keadaan wanita itu. Sialnya berulang kali dia hubungi, Hanin tak juga mengangkat panggilan darinya, padahal jelas ponsel Hanin tidak tertinggal di rumah itu.

"Periksa CCTV sekitaran perumahan, cari tahu kea rah mana Hanin membawa mobilnya pergi. Periksa juga rumah Hanin, cari tahu apa yang terjadi di sana!" Perintah Narendra.

Pria itu kembali mencoba menghubungi Hanin berharap wanita itu segera mengangkat panggilan darinya. Dia berharap apa yang dia takutkan tidak benar-benar terjadi. Sudah cukup penderitaan anak-anak dan Hanin karena terlibat dengan keluarga Raksa, dia tak sanggup lagi melihat mereka menderita apalagi jika dialah yang menjadi penyebab derita mereka. Dia juga tidak mungkin melepsakan buruan yang sudah mereka buru dalam waktu lama.

"Hallo, maaf tadi aku ketiduran jadi tidak mendengar panggilan darimu." Jawaban dari sebrang telepon setelah percobaan yang entah keberapa kalinya membuat Narendra bisa bernapas lega. Mendengar Hanin ketiduran dan bisa mengangkat telepon, menadakan wanita itu berada di tempat yang aman.

"Kamu dimana sekarang?" tanya Narendra, pria itu ktidak dulu menceritakan pesan yang baru dia dapatkan, meskipun dia tahu jika Hanin aman, besar kemungkinana Mentarilah yang berada di dalam bahaya.

"Aku di rumah sakit, maaf aku pergi tanpa izinmu semalam, aku khawatir dengan keadaan Mentari, jadi aku pergi ke rumah untuk melihatnya. Aku membawa mobilmu, dan aku tidak tahu bagaimana nasib mobilmu sekarang." jawab Hanin.

"Apa yang terjadi? siapa yang sakit?" tanya Narendra mulai panic.

"Jo terluka, beberapa penjaga yang ditinggalkan Elang untuk menjaga rumah juga terluka. Dan Mentari..."

"Mentari? bagaimana dengan Mentari? dia baik-baik saja kan?" tanya Narendra panic memotong ucapan Hanin karena rasa takut, gambar wanita yang di kirim nomor yang tak di kenal itu Mentari.

"Mentari baik-baik saja, dokter bilang dia hanya syok dan kelahan saja." Jawab Hanin.

"Ah sykurlah..." ucap Narendra bernapas lega.

Tapi tunggu, jika Mentari baik-baik saja, lalu siapa orang yang diculik untuk dijadikan negosiasi pertukaran kebebasan Arini dalam pesan itu?


Maaf update lama...

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang