Ayam belum berkokok dan cahaya bulan belum berganti matahari. Tapi, Hanin harus terpaksa bangun karena suara bel pintu rumahnya yang ditekan berulang kali. Hanin memaksa tubuhnya untuk bangun, wanita itu berterik 'sebentar' sambil berjalan setengah sadar menuju pintu depan. Karena jiwanya belum terkumpul dengan baik, Hanin melupakan prosedur keamanan untuk dirinya sendiri. Tanpa melihat siapa yang datang lewat jendela, dia langsung membuka pintu rumahnya.
Tidak ada siapapun.
Hanin mengucek matanya, melebarkan penglihatannya memastikan jika memang tidak ada siapapun dihadapannya.
Apa halusinasiku kembali? Pikir Hanin.
Hanin menggelengkan kepalanya menepis pemikirannya sendiri. Dia tidak sedang merindukan siapapun saat ini, jadi tidak mungkin halusinasinya kembali. Hanin melihat sekelilingnya dan memang hanya kegelapan yang bisa dijangkau matanya. Wanita itu akan menutup pintu tapi matanya menangkap sebuah kotak yang lumayan besar tak jauh dari ambang pintu. Hanin menghela nafas lega, suara bel itu bukan halusinasinya karena pasti ada seseorang yang datang tadi dan meletakkan kotak itu disana. Tapi siapa? Bukankah terlalu pagi seorang pengantar paket mingirimkan barang?
Hanin merapatkan jubah tidurnya dan berjalan mendekatu kotak tersebut. Tidak ada nama pengirim disana tapi jelas paket itu ditujukan untuknya. Seingat Hanin dia tidak memiliki musuh, jadi tidak mungkinkan paket itu berisi ayam atau kucing yang mati berlumuran darah.
Setelah menimbang beberapa menit, Hanin memutuskan untuk membawa kotak yang lumayan besar itu ke dalam rumah. Karena penasaran tingkat dewa, Hanin memutuskan membuka kotak besar itu. Dalam hati dia merapal doa semoga bukan hal bahaya yang berada dalam kotak itu.
Hanin mengerutkan keningnya ketika foto keluarga Hanalah yang berada dalam tumpukan teratas isi kotak itu. Hanin membongkar isi kotak itu yang ternyata berisi beberapa barang pribadi yang sepertinya milik Hana. Ada juga beberapa album foto dan beberapa pernak-pernik jepit rambut anak perempun. Ada juga selembar surat yang sepertinya sengaja diselipkan di kotak yang berisi aksesoris jepit rambut anak-anak.
Barang-barang ini adalah barang yang tersisa dari apartemen Arka. Mungkin barang-barang itu bisa menjadi benang merah yang bisa menuntunmu mencari anak-anak Hana. Saya tidak dapat membantu banyak setelah ini, semua saya serahkan padamu. Gunakan kartu-kartu itu untuk membiayai masa pencarianmu hingga membesarkan kedua anak itu.
Jika sesuatu mendesak terjadi kamu boleh menghubungi saya dan katakan dari 'toko bunga'. Tapi saya harap kamu tidak sering-sering menghubungi, dan jangan bicara jika seorang wanita yang mengangkat telepon. Jangan percayai siapapun selain Narendra dan Elang (pria yang menemuimu dirumahmu tempo hari)
Itulah isi surat yang tanpa Hanin baca siapa pengirimnya dia sudah bisa menebaknya, jika Perwira Raksalah yang mengirimnya. Sejujurnya setelah pertemuannya dengan si dokter kandungan yang berakhir menjengkelkan, Hanin tidak lagi berminat membantu Perwira Raksa. Bukan dia tidak peduli pada anak-anak Hana yang entah bagaimana nasibnya sekarang. Tapi dia takut dengan resiko yang akan dia hadapi kedepannya. Masalah apa yang akan menunggunya didepan nanti hingga orang yang berkuasa sekelas Perwira Raksa saja tidak bisa menghadapinya?
Hanin memperhatikan satu persatu semua barang-barang yang dia keluarkan dari kotak itu. Kerinduan membuncah dalam hatinya melihat album foto keluarga Hana. Mata Hanin membelak ketika melihat foto Hana dengan seseorang yang sangat mirip dengan seseorang yang dia kenal. Hanin memeriksa beberapa album foto itu dan orang itu tertangkap beberapa kali berfoto dengan Hana dan teman-temannya.
"Kenan..." bisik Hanin tanpa sadar, menggumamkan nama yang sudah haram baginya dia sebut kembali.
Kenapa dia bisa bersama Hana dan teman-temanya? Atau lebih tepatnya bagaimana dia bisa bebas? Pikir Hanin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Mystery / Thriller"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...