Perwira Raksa meninggal dunia tengah malam itu. Narendra meminta Hanin untuk pulang ke rumah keluarga Raksa dan menyiapkan pemakaman Perwira Raksa. Pria itu memintanya untuk meninggalkan Mentari bersama Jo dan Sammy di rumah saja, dan hanya membawa Bintang yang pasti akan mengamuk jika Hanin tinggalkan. Sebuah pemakaman yang pasti dihadiri banyak orang bukanlah hal yang mudah untuk diatasi Mentari. Dengan banyaknya variabel tidak terduga yang mungkin terjadi, Hanin setuju membawa Mentari bukanlah pilihan yang baik. Narendra meminta Hanin untuk tidur dulu malam ini, dan dini hari nanti Elang akan menjemputnya.
Meskipun Narendra memintanya untuk tidur, nyatanya Hanin tidak bisa menutup mata barang sekerejappun. Terlalu banyak yang mengganggu pikirannya hingga membuat kantuknya hilang. Kabar kematian selalu menjadi kabar yang paling menakutkan untuk Hanin, yang sudah berulang kali kehilangan orang-orang di sekitarnya. Sekalipun Hanin hanya bertemu dengan Perwira Raksa beberapa kali saja, kematiannya meninggalkan banyak pikiran untuk Hanin. Perwira Raksalah yang memulai semuanya, kini ketika dia pergi apa yang harus dilakukan? Terlebih masih banyak hal yang belum terjawab disini, termasuk tangis Hana dalam video yang di tinggalkannya.
Dini hari sebuah mobil memasuki pekarangan rumahnya sesuai dengan perkataan Narendra. Hanin membangunkan Sammy untuk menitipkan Mentari. Dia juga menghubungi Jo untuk datang ke rumah setelah pekerjaannya selesai untuk membantu Sammy. Hanin juga meninggalkan pesan video di ponsel pintar miliknya yang lama dan dia tinggalkan di sisi Mentari yang masih tertidur. Hanin juga berpesan pada Sammy untuk menghubunginya jika Mentari sudah bangun dari ponsel lama yang dia tinggalkan bersama Mentari.
"Kita berangkat sekarang." Ucap Elang ketika Hanin membukakan pintu untuknya.
"Ada 3 orang keamanan yang akan menjaga disini. Aku sudah menceritakan sekilas tentang keadaannya dan meminta mereka untuk berjaga di luar saja." Ucap Elang memperkenalkan 3 orang pria berpakaian serba hitam dengan postur tubuh ala penjaga keamanan.
"Tolong jaga Mentari dengan baik, pastikan tidak ada siapapun yang masuk ke rumah kecuali orang ini." Ucap Hanin memperlihatkan foto Jo.
Ketiga pria itu mengangguk menyanggupi permintaan Hanin.
Dengan Bintang yang masih tidur dalam gendongannya, Hanin mengikuti langkah Elang menuju mobil yang akan membawanya ke rumah keluarga Raksa.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah kemarin sore keadaannya stabil?" Tanya Hanin, karena seingatnya saat meninggalkan rumah sakit, keadaan Perwira Raksa stabil setelah sempat drop.
"Tidak ada yang tahu apa yang terjadi, saat Tuan besar meninggal. Tuan Narendra sedang rapat dengan anggota dewan perusahaan yang memihak pada tuan saat kejadian dan beberapa menit sebelumnya terjadi pergantian penjaga." Jawab Elang.
"Saat tuan muda kembali tuan besar sudah tidak bernyawa, dokter bilang tidak terdengar kode darurat dari ruangan tempat tuan besar, padahal jelas kode darurat akan terdengar jika keadaannya menurun. Dokter tidak sempat menolong tuan besar, karena saat tuan Narendra memanggil dokter, tuan besar sudah tidak bernyawa. Dugaan jika kematian tuan besar adalah perbuatan seseorang, menguat. Oleh karena itu, putusan untuk autopsi segera dilakukan saat itu juga." Ucap Elang menjelaskan membuat Hanin ngeri sendiri. Betapa banyaknya drama yang menyertai kematian Perwira Raksa. Bahkan setelah meninggalpun jasad Perwira Raksa harus diautopsi.
"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi saat proses pemakaman nanti. Saya harap semua berjalan lancar sesuai rencana." Ucap Elang yang terdengar tidak terlalu baik di telinga Hanin. Apa akan drama lain di pemakaman nanti?
*************
Terdengar tangis Arini yang meraung-raung saat jenazah Perwira Raksa sampai di rumah duka. Wanita itu berada di tempat terdepan saat jenazah tiba. Sepertinya semua penghuni rumah besar itu, tahu seberapa dekat hubungan Arini dan Perwira Raksa meskipun jelas Arini tidak tercantum satu kartu keluarga dengan tuan mereka. Sebenarnya saat tiba di rumah duka, persiapan rumah duka sudah selesai, Hanin hanya datang sebagai satu-satunya menantu di rumah ini. Bintang rewel saat bangun karena terbangun di tempat asing dan banyak orang yang tidak dikenalnya. Balita itu sama sekali tidak mau lepas dari gendongan Hanin. Beruntung tubuh Bintang cukup kecil untuk anak seusianya, jadi menggendongnya dalam waktu lama, tidak terlalu berat untuknya. Meskipun satu-satunya keluarga inti tuan rumah dirinya, tapi semua pelayan ditempat ini tidak ada satupun yang berniat untuk sekedar menyapanya. Jika tidak ada Elang yang menemaninya, Hanin tidak yakin harus melakukan apa.
Narendra turun dari mobilnya yang tepat berada di belakang ambulance yang membawa jenazah Perwira Raksa. Pria itu langsung menghampiri Hanin dengan wajahnya yang kuyu. Sepertinya semalaman Narendra tidak beristirahat barang sekejappun. Kematian orangtuanya juga lelah karena urusan perusahaan pasti membuatnya sangat lelah.
Meskipun hubungan mereka belum sedekat pasangan pada umumnya, Hanin memberanikan diri untuk memeluk Narendra. Hanin tahu rasanya kehilangan, pelukan seseorang bisa sedikit meringankan beban dihatinya. Dengan Bintang yang berada diantara mereka, Kalandra dan Hanin berpelukan cukup lama hingga Elang mengintrupsi mereka.
Proses pemakaman Perwira Raksa di mulai setelah 3 keponakannya datang. 3 orang yang asing bagi Narendra dan Hanin itu hanya menyapa dan mengucapkan bela sungkaw mereka sebentar, selebihnya mereka mengobrol dengan pelayat lain. Banyak pelayat yang memenuhi rumah duka, mungkin memang begitulah pemakaman orang kaya, banyak tamu yang datang dengan kepentingan mereka masing-masing. Terlihat juga Arini yang sibuk kesana kemari dan mengobrol dengan kolega-kolega almarhum Perwira Raksa.
Perwira Raksa di makamkan di pemakaman keluarga Raksa yang hanya berjarak 10 menit dari rumahnya. Hanin memilih tinggal di rumah saja dengan Bintang sementara Narendra dan pelayat lain juga pengurus pemakaman ke tempat peristirahatan terakhir Perwira Raksa.
"Bintang lapar?" Tanya Hanin pada anak laki-laki yang betah memeluk lehernya dan tidak mau beranjak sama sekali dari pangkuannya. Hanin baru ingat, terlalu banyak orang dan kesibukan persiapan pemakaman mereka belum sarapan.
"Bintang mau makan apa? Ayo kita beli makan sama ibu." Ajak Hanin mengusap-usap punggung kecil Bintang.
Hanin keluar untuk mencari sarapan bersama Bintang yang masih belum mau turun. Beruntung rumah besar Perwira Raksa tidak terlalu jauh dari jalan besar yang menjajakan banyak makanan juga mini market yang berjajar di sana. Hanin memilih sarapan bubur ayam untuknya dan Bintang. Sembari menunggu, dia memutuskan untuk menghubungi rumah menanayakan kabar Mentari. Beruntung Mentari yang langsung mengankat panggilan darinya. Mereka melakukan video call dan bicara menggunakan bahasa isyarat. Beruntung Mentari bisa mengerti kenapa di tinggalkan sendirian di rumah. Hanin juga berpesan agar Mentari terus bersama Jo dan Sammy dan mendengarkan kedua orang yang menjaganya itu.
Selesai sarapan, Hanin membeli beberapa makanan ringan dan juga roti untuk sarapan Narendra, seingatnya Narendra baru minum air mineral saja sepulangnya dari rumah sakit. Hanin juga membeli pakaian dan sepatu karet untuk Bintang, karena Bintang masih menggunakan piama tidurnya tanpa alas kaki. Beruntung Bintang sudah mau jalan sendiri sekembalinya mereka setelah sarapan.
Sesampainya di rumah besar Perwira Raksa, sudah ada banyak orang di sana. Hanin pikir mungkin proses pemakaman sudah usai. Semakin mendekati rumah, keramian semakin menjadi, bahkan bisa di bilang orang-orang itu rasanya tidak pantas saling bicara kasar bahkan hingga memaki, di saat mereka berada di rumah duka. Pria yang di dominasi oleh pria paruh baya yang mengenakan jas itu ribut, entah meributkan apa.
"Ada apa ini?" Tanya Hanin setelah memasuki rumah dengan Bintang yang kembali naik gendongannya.
"Arini di tangkap polisi." Jawab Narendra.
"Yah?"
"Arini ditangkap polisi saat di area pemakaman tadi, atas dasar tuduhan pembunuhan berencana. Dan orang-orang yang ribut di luar sana, adalah dewan perusahaan yang menggantungkan harapan pada Arini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Misterio / Suspenso"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...