Bab 50

12K 2.1K 101
                                    

Narendra menuju rumah sakit bersama Bintang di gendongannya.  Mengenai pesan ancaman itu, Narendra meminta Elang untuk memeriksanya dan melibatkan pihak kepolisian. Isi pesan itu cukup untuk memberatkan Arini dan orang-orang yang terlibat bersamanya. Narendra tidak tahu siapa orang yang mereka culik dan diatas namakan Mentari. Dia berharap tidak terjadi apa-apa pada orang itu, meskipun dia tahu, mengabaikan pesan itu tentu saja menimbulkan masalah. Saat ini Narendra hanya ingin mendahulukan keselamatan keluarganya, sedangkan keselamatan orang lain biar pihak keamanan yang menanganinya.

Melihat Hanin membuat Bintang langsung mengelurkan tanganya minta di gendong. Pria kecil yang belum benar-benar berhenti menangis sejak terbangun dan tidak mendapati ibunya di sampingnya itu, kembali menangis.

"Hush... sayang... maaf yah ibu meninggalkanmu." ucap Hanin mengelus punggung si kecil Bintang yang segukan.

"Kamu sudah sarapan?" tanya Narendra melihat wajah pucat Hanin.

"Makanlah dulu, Bintang juga belum sarapan." ucap Narendra memberikan bubur yang dia beli dalam perjalanan tadi. Sementara Hanin makan bersama Bintang, Narendra mendekat ke ranjang perawatan Mentari. Gadis kecil itu masih terbaring lelap, dengan wajah pucat yang menghiasi wajahnya. Narendra menghembuskan napas lega melihat Mentari ada di hadapannya sekarang. Dia tidak bisa membayangkan jika gadis kecil itu harus menghadapi masalah lagi lebih dari ini.

"Mentari mengamuk hingga kejang-kejang saat bangun tadi, dokter bilang sepertinya anak itu mengalami syok berat kembali. Dengan terpaksa dokter menyuntikan obat penenang padanya." Ucap Hanin menceritakan keadaan Mentari.

"Ini salahku, tidak seharusnya aku meninggalkan Mentari terlalu lama." Ucap Hanin lagi.

"Jangan menyalahkan diri sendiri, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi. Dan pilihan meninggalkan Mentari di rumah adalah pilihan terbaik saat itu, karena kita tahu pasti tidak mungkin membawa Mentari ke rumah duka." ucap Narendra membesarkan hati Hanin. Pria itu mendekati wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu dan menggenggam sebelah tangannya erat.

"Tapi tetap saja, dia berakhir di rumah sakit lagi... dia..."

"Sst.. yang penting saat ini Mentari ada di sisi kita dan dia akan baik-baik saja. Kita pernah melewati fase terburuknya Mentari, dan aku yakin kitapun bisa melewati semuanya." ucap Narendra meskipun hatinya juga sama tidak teganya melihat keadaan gadis kecil berusia 10 tahun itu.

"Makan dulu sarapanmu, kamu harus kuat karena kamu ibu mereka." ucap Narendra.

"Bintang juga sudah laparkan?" tanya Narendra pada Bintang yang anteng di pangkuan Hanin. Anak laki-laki yang sejak tadi memandangi wanita yang menjadi ibu baginya itu, mengangguk menjawab pertanyaan dari Narendra.

"Anak pintar, ayo ajak ibunya makan." ucap Narendra yang diangguki semangat oleh Bintang.

"Ayo bu..mamam.." ajak Bintang yang berhasil menciptakan senyum kecil di wajah Hanin. Wanita itu memilih mengikuti mau si kecil dan memakan sarapannya juga menyuapi anak laki-laki itu. Tidak perlu melahirkan untuk menjadi ibu, dengan mengurus dan membesarkan anak orang lainpun, bisa menjadi ibu yang melakukan segalanya demi kebahagiaan anak.

Setelah selesai makan, Narendra dan Hanin membicarakan keadaan Mentari juga Jo yang belum bangun dari tidurnya. Sedangkan Bintang, anak itu kembali bermain dengan beberapa mainan yang sengaja di bawa Narendra dari rumah. Narendra tidak ingin membuat Hanin khawatir dan memilih menyimpan tentang pesan ancaman itu, sebelum semuanya jelas. Melihat istrinya itu cukup terpukul karena keadaan Mentari, dia tidak ingin menambah beban wanita itu.

"Ehm..." lengguhan dari Jo mengalihkan perhatian mereka.

Hanin segera mendekat ke arah Jo untuk melihat keadaan sahabatnya itu. Jo sudah membuka matanya, dan terlihat bingung.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang