"Apa yang akan kita lakukan pada mereka?" Tanya Hanin setelah kedua anak itu terlelap. Butuh kesabaran ekstra untuk membuat anak-anak itu terlelap dan terlepas dari pangkuan dua orang yang terpaksa menjadi orangtua itu. Baik Hanin maupun Narendra tidak terbiasa berinteraksi dengan anak karena keduanya belum pernah berstatus menjadi orangtua.
Kehadiran Jo dan Sammy yang datang menengok menambah kerjaan mereka. Meskipun Jo melambai, dia tetaplah laki-laki dan tentu saja membuat Mentari ketakutan. Pria setengah matang yang tidak menerima penolakan itu malah memaksa mendekat dan membuat Hanin harus melotot agar pria itu menjauh. Dari segi fisik sebenarnya Narendra lebih menyeramkan dari Jo tapi entah kenapa justru Mentari lebih takut pada Jo. Hanin harus menahan pegal kakinya karena memangku anak berusia 10 tahun itu cukup lama selama Jo dan Sammy berkunjung. Niat yang awalnya akan berbicara dengan Jo tak terlaksana karena dia buru-buru memgusir pria setengah matang itu, setelah dengan baik hatinya Jo membelikan makan siang untuk mereka.
Mengenai Bintang, Hanin maupun Narendra tidak tahu kenapa anak itu terlihat ketakutan saat melihat Sammy. Padahal dia tidak menunjukan ketakutan ketika bertemu dengan orang lain baik wanita maupun pria. Hanin berpikir mungkin wajah Sammy mengingatkan anak itu pada seseorang yang melukainya. Meskipun melihat dandanan Sammy yang super cuek, memang membuat gadis itu jauh dari kata feminim apalagi keibuan. Anak-anak mungkin berpikir jika Sammy kakak galak jika melihatnya sepintas.
Hari sudah beranjak malam, mereka masih berada di rumah sakit karena keduanya belum bisa memutuskan apapun. Dokter mengatakan jika keadaan Bintang secara fisik sudah baik-baik saja, hanya membutuhkan pemulihan yang bisa dilakukan dirumah. Tiba-tiba memiliki anak seusia kakak beradik itu,bukanlah hal yang wajar. Pastinya dibutuhkan banyak persiapan untuk menyambut kedatangan mereka dirumah. Masalahnya Hanin belum menyiapkan apapun untuk menyambut kedua keponakannya itu. Belum lagi Bintang yang belum terbiasa padanya, juga Mentari yang terlalu bergantung padanya membuat Hanin cukup pusing memikirkannya.
Terbiasa hidup sendiri membuat Hanin tidak bisa membayangkan jika dia harus direpotkan dengan anak-anak. Jika anak-anak itu normal seperti anak lain pada umumnya mungkin bukan masalah besar. Usia Mentari sudah memasuki SD dan usia Bintang bisa memasuki play grup. Jika mereka sekolah mungkin Hanin hanya harus mengantarkan mereka ke sekolah dan menjemput mereka di sore hari menjelang tokonya tutup. Tapi masalahnya kedua anak itu berbeda dan sekolah mungkin bukan hal mudah untuk mereka.
"Aku mungkin harus menyiapkan banyak hal dirumah untuk menyambut kedatangan mereka." Ucap Hanin lagi.
"Kita akan menjaganya bersama." Ucap Narendra menanggapi ucapan Hanin, sedangkan matanya sibuk melihat kearah layar ponsel pintarnya.
"Tentu saja, aku tidak sanggup menjaga mereka sendirian. Kau tahu aku tidak berlebih uang untuk tiba-tiba merawat 2 orang anak. Aku mungkin akan sangat terbantu jika kamu memberikan bantuan untuk mereka, terlebih konsultasi psikologis mereka harus tetap berlanjut untuk menyembuhkan mental mereka." Ucap Hanin menanggapi.
"Maksudku, mari kita menjaga mereka sebagai sebuah keluarga." Tawar Narendra. Mungkin dia sudah gila menawarkan hal ini pada Hanin. Dia pernah berjanji pada almahrum istrinya yang meninggal bersama dengan calon anak mereka, jika dia tidak akan pernah mengganti posisi istrinya dengan wanita lain. Tapi dia tidak terpikir cara lain untuk melindungi anak-anak itu selain memberikan sebuah keluarga untuk mereka.
Keluarga Raksa tidak akan tinggal diam jika mengetahui semua warisan Perwira Raksa jatuh pada kedua cicitnya. Keadaan kesehatan mereka yang tidak stabil juga bisa mereka manfaatkan, mengingat betapa bermuka duanya keluarga besar sang ayah. Belum lagi hingga hari ini, informasi tentang siapa yang ingin melenyapkan seluruh keturunan Perwira Raksa belum juga menemukan titik terang. Kedua saudara ayahnya, seserakah apapun mereka, Narendra yakin jika mereka tidak akan sanggup jika sampai membunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me?
Misterio / Suspenso"Rintihan kesakitan itu terdengar nyata ditelingaku. Tatapan kosong dari anak perempuan yang meringkuk dalam ruangan itu benar-benar menghantui malam-malamku." Hanindiya Almira tidak tahu kenapa mimpinya akhir-akhir ini selalu sama. Parahnya mimpi b...