EMPAT PULUH SATU

3.9K 513 33
                                    

Begitu Sasuke melihat Sakura berjalan sendirian dan tidak bersama dengan Ino, ia segera menarik lengan sahabatnya itu menjauh dari kerumunan ke tempat yang sepi. Dimana hanya ada mereka berdua untuk membicarakan hal yang ingin sekali ia sampaikan sejak tadi pagi, dan sangat menganggu pikirannya. Sasuke menuntun Sakura masuk ke dalam ruang cleaning service yang sedang kosong.

"Kau pergi duluan dan tanpaku. Aku menunggumu, Sakura apa yang kau pikirkan?"

Sakura tidak meronta begitu ia tahu Sasuke-lah yang menarik lengannya. Ia juga menyadari cepat atau lambat Sasuke akan menanyakan sikapnya. Kecuali pria itu memang terlahir dengan hati yang mengandung batu dan tidak peka dengan perubahan yang dilakukannya.

Sakura tersenyum bersalah,

"Maaf, Aku dijemput Sasori."Jawabnya berbohong.

Sebenarnya tadi pagi tidak ada orang lain yang mengetuk pintu. Ayahnya, Ayahnya baru saja membayar langganan koran dan terkunci dari luar. Iya, ayahnya lah yang mengetuk pintu. Saat dirinya ingin menyeberang kerumah Sasuke, kakak kelas mereka Sasori yang memang tinggal satu kompleks dengan mereka lewat dan menawarkan Sakura untuk pergi bersama. Menawarkan bukan menjemputnya. Hanya kebetulan dan Sakura bisa menolaknya dengan mudah, karena Sasori sama sekali tidak memaksa. Sasori hanya bersikap baik sebagai kakak kelas yang tidak sengaja melihatnya.

Kebetulan dia juga ingin menjauhi Sasuke. Jadi ia lebih baik menerima tawaran itu sebelum akal 'bodohnya' mengambil alih dan menolak, lalu pergi kerumah Sasuke seakan perkataannya kemarin bukan apa-apa.

Semua hanya, Kebetulan.

"Sasori siapa?" Sasuke terdengar bingung, ia sama sekali tidak mengenal siapa yang Sakura maksud.

Sakura tersenyum miring, "Oh itu. Kakak kelas yang tinggal di ujung kompleks."jawabnya. Sedikit maklum dengan Sasuke yang jarang bersosialisasi lagi dengan orang-orang di kompleks mereka sejak bertambah umur.

Sasuke tidak peduli dengan siapapun Sasori itu, yang ia peduli kini adalah Sakura menjauhinya, dan itu terlihat jelas. Saat ini terlihat Sakura sangat ingin segara pergi darinya. Jangan bilang Sasuke tidak peka, karena ia sadar akan geliyat dan gestur Sakura. Selama mengenal Sakura, Sasuke yakin kalau Sakura tidak nyaman dengannya saat ini.

"Kau harusnya memberitahuku, bukan?"

Sakura mulai muak dengan pertanyaan Sasuke, dengan sarkastik ia menjawab, "Kau ingat kemarin, aku bilang ingin menjauhimu?"tanya Sakura mengingatkan.

Sakura rasa perkataannya sangat jelas dan sama sekali tidak ada keraguan dalam pernyataannya. Sakura juga rasa Sasuke tidak bodoh untuk mencerna perkataannya.

"But, Tidak usah menghilangkan yang sudah sering kita lakukan."Sasuke juga mulai muak dengan jawaban-jawaban Sakura seakan apapun yang Sakura katakan kemarin itu membuat mereka asing seketika. Ia senang akhirnya Sakura membuang perasaannya itu, tapi persahabatan mereka? Persahabatan mereka selama ini? Haruskah ikut terbuang?

"Sorry Sas, not your own bussiness."

Sakura dengan kesal berjalan meninggalkan Sasuke. Sakura benci dengan perasaannya. Karena semakin ia menyerukan kebencian pada Sasuke, sebesar itulah perasaannya menolak. Sial, Ia ingin menangis.

"Kau berubah, Sakura."Ucap Sasuke di selingi tawa kecil mengejek.

Sakura berhenti, berbalik menatap sahabat kecilnya itu, "Aku tidak berubah. Aku hanya menghilangkan perasaan konyol ini. Kamu kan yang minta? Aku juga sadar akan kebodohan ini."

Sakura berusaha membela dirinya. Juga meyakinkan dirinya dengan semua pernyataan yang keluar dari mulutnya.

Sasuke menghela napas pelan, "Kita pulang sama-sama?"tanyanya.

Sakura mengulum senyum, inilah yang ia tidak suka dengan perdebatan dengan Sasuke. Sahabatnya itu bisa mengontrol keadaan sesuka dia, seakan perdebatan mereka tidak ada.

"Sorry, Aku sama Gaara mau nonton nanti."Sakura merasa tidak ada untungnya berdebat dengan Sasuke. Gawat jika Sasuke sadar bahwa Sakura sendiri masih belum bisa meyakinkan dirinya untuk menjauhi Sasuke.

Sakura tersenyum kecil menatap Sasuke yang menatapnya dengan tatapan datar. Bahkan Sakura sendiri tidak tau apa arti tatapan dari manik kelam itu. Sasuke tetap menjadi teka-teki buatnya

"Aku juga boleh egois kan?"Tanya Sasuke.

"Maksud mu?"Sakura bertanya balik, ia tidak mengerti dengan kata-kata Sasuke. Siapa yang egois? Dia tidak egois. Malah Sasuke-lah yang egois. Ia menyuruhnya membuang perasaan Sakura, tetapi tidak ingin Sakura pergi darinya.

"Jauhi Garaa, Dia bukan cowok baik-baik. Aku mau ikut nonton..."Ucapan Sasuke seakan tidak ingin menolak bantahan. Tidak ada kata meminta persetujuan dari Sakura. Seperti biasa, sahabatnya itu yang menguasai keadaan.

"Kenapa tiba-tiba..."
Sakura terdiam, Sasuke melarangnya dekat dengan Garaa, apa jangan-jangan Sasuke...

.

.

.

.

.

.

Cemburu?

"... Aku sama Shion, kalau kau khawatir aku akan menganggu kalian."tambah Sasuke.

Sakura diam. Pasti, Sasuke punya 1001 cara untuk melukainya.

"..."

"..."

Kemudian ia tersenyum, kali ini dengan menahan sakit yang menyusuri tubuhnya tanpa luka yang membekas.

"Tidak masalah."

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang