LIMA PULUH EMPAT

3.2K 490 31
                                    

Ino memperhatikan Sakura yang kembali dengan rautan wajah yang tersenyum, namun sangat dipaksakan. Sakura memeluk Ino dengan erat.

"Ino, Terima kasih."Ucapnya, Ino dengan bingung membalas pelukan Sakura.

Sakura memeluk Ino dengan erat hanya ingin menyalurkan semua apa yang dirasakannya pada sahabat pirangnya itu. Berharap bahwa Ino dapat merasakan apa yang sedang dirasakannya. Semua kesedihannya, semua sakit hatinya, semua kekecewaannya, semua gelisahnya dan semua deritanya.

Ia hanya tidak ingin membicarakannya, karena ia tahu jelas apa yang akan Ino lontarkan dari mulutnya. Juga apa yang akan Ino lakukan. Sekarang semuanya sudah cukup. Sakura sudah cukup mengerti dengan perasaannya kini.

Perlahan Sakura melepaskan pelukannya, kali ini tidak setitik air mata ia ijinkan untuk membasahi pipinya. "Sasuke menitipkan ucapan padamu. Katanya, Kau menang Ino. Tapi Karena Sasuke yang menyerah."

Ino berkedip selama beberapa kali, kemudian mendengus. "Kalian berdua sama bodohnya, kau tahu?"

Sakura mengendikan bahunya tidak peduli. Kali ini biarkan ia menerima perasaan bodohnya ini. Namun kata Sakura kemudian mengagetkan Ino. "Aku akan pergi prom dengan Gaara."

...

Tiga hari kemudian.

Sakura dengan gemetar membuka e-mail yang diterima olehnya.

kepada ms. Haruno Sakura dengan senang kami menyampaikan bahwa anda diterima sebagai salah satu orang yang beruntung menerima kursi untuk melanjutkan test selanjutnya melakukan wawancara di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat pada...

Sakura menangis seketika. Hasil usahanya, membuahkan hasil. Tanpa sadar ia sudah berteriak sangat kencang menuruni undakan tangga dengan cepat, memeluk ibunya yang kebetulan melewatinya.

"Aku diterima Bu! Aku diterima di Harvard!"Sang Ibu terkejut dan mencium kening Sakura bangga akan anak tunggalnya itu. Ini tidak dapat dipercaya.

Ibunya mencium pipi Sakura kembali, "Kita akan bicarakan dengan Ayahmu dulu. Dia terlihat tidak senang sewaktu kau mendaftar. Mungkin saja Ayahmu akan berubah pikiran. Dia pasti bangga. Aku akan meneleponnya."

Suara dering telepon terdengar dan Mebuki tersenyum pada Sakura.

"Sepertinya Ayahmu punya Firasat yang kuat. Ibu akan mengangkatnya."
Sakura melirik kearah pintu rumahnya. Ia harus memberitahu Sasuke, tanpa berpikir panjang, Sakura berlari ke luar rumah menuju rumah Uchiha tanpa alas kaki.

Saat ia membuka pintu, betapa terkejutnya sang Bibi berdiri, dan Sakura hampir saja menabraknya.

"Mau kemana?"Sang Bibi terkejut dengan pelukan Sakura, ia memeluk bibinya erat. "Aku harus menemui Sasuke lebih dulu."Jawabnya.

Bibinya tertawa kecil sembari menggeleng pelan.

'TING TONG'

Sakura memencet bell rumah Uchiha dengan senyum konyol terhias diwajahnya. Dengan tidak sabaran Sakura memencet lagi bell rumah Uchiha. Ketika pintu rumah terbuka, hampir saja Sakura lari menyerang Fugaku dengan pelukan yang menatap Sakura dengan bingung.

"Hai Paman! Kau ada disini."Sapanya.
Fugaku terlihat aneh memandang Sakura. Sakura tersenyum dengan lebar mengintip kebelakang Fugaku mencari keberadaan Sasuke, karena sepertinya Fugaku tidak mengijinkan Sakura masuk. "Apa Sasuke ada?"Tanya Sakura dengan tidak sabaran.

Fugaku menoleh, lalu berbalik dengan cepat bergeser memberikan ruang untuk Sakura masuk.

"Sasuke yah? Sakura ayo cicipi kue di dapur dulu. Mikoto lagi membuat kue baru, sepertinya dia butuh penilaian mu."Tawaran Fugaku terdengar seperti perintah, tapi Sakura tidak bisa menunggu.

Sakura tersenyum meminta maaf, "Aku punya sesuatu yang harus kutunjukan kepada Sasuke, paman. Lebih baik aku memberitahunya dulu, lalu aku akan menghampiri Bibi dan mencoba kuenya."Sakura merasa tidak sabar ingin memberitahu Sasuke berita ini. Sasuke pasti akan terkejut dan bangga padanya. Sasuke pasti akan senang, mereka berdua akan tetap bersama-sama.

Fugaku menahan lengan Sakura yang bergegas menuju ke lantai dua, "Biar paman yang memanggil Sasuke, kau ke dapur. Kau bisa memberitahunya sembari memakan kue."Fugaku kembali berusaha menahan Sakura.

Sakura mengerutkan keningnya, tapi berita ini tidak bisa menunggu. Sakura sama sekali tidak sabar dengan reaksi Sasuke.

Sakura kembali berlari naik ke lantai dua menuju kamar Sasuke, "Maaf paman tapi ini tidak bisa menunggu aku harus..."

"Sakura..."Panggil Fugaku dengan nada permohonan. Namun melihat ekpresi Sakura yang berubah juga semangatnya yang berapi-api seakan padam dan terdiam diundakan teratas anak tangga, Fugaku tahu bahwa ia tidak akan ikut campur, jadi ia melangkah pergi.

Mungkin saja, ini dapat menunggu.

Sakura terpaku, bingung dengan apa yang dilihatnya. Semangatnya seakan mati begitu saja. Pikirannya yang sedari tadi dipenuhi kata-kata menjadi kosong serta lidahnya yang tidak sabar mengatakan banyak hal berubah kelu. Ia melihat Shion dan Sasuke berpelukan di depan kamar Sasuke.

Shion yang menyadari hal ini lebih dulu dengan cepat melepaskan pelukannya. Perempuan itu tampak sama terkejutnya dengan Sakura. Sasuke yang menyadari keterkejutan Shion berbalik dan mendapati Sakura yang nampak pucat dan terbata-bata.

"...Ak... a... Aku.. aku... Aku akan kembali lagi nanti. Dah."Sakura menuruni anak tangga secepat kilat, tanpa sadar ia melompati dua anak tangga sekaligus. Sakura menutup pintu rumah Uchiha dengan bingung. Tapi perlahan perasaan itu kembali muncul. Perasaan yang Sakura benci, namun tetap saja terus menghantuinya. Datang disaat Sakura merasa bahwa ia bisa mengendalikannya. Seakan datang hanya untuk membuktikan bahwa Sakura masih saja kalah dengan perasaannya.

Sakura merutuki dirinya, bahkan disaat seperti ia masih bisa mengucapkan Dah. Dimana otakmu?

Sakura berjalan tanpa berbalik sama sekalipun kebelakang.

Yang telah Sakura pelajari beberapa waktu terakhir ialah, Ada sesuatu yang tidak pantas mendapatkan air matanya.

Meski bodohnya air mata itu ingin sekali menetes mengugurkan senyumannya akan kebahagian yang harusnya ia rayakan.

Karena terlalu sering merasakan hal ini, Ia sampai hapal hal apa saja yang bisa meredakan nyeri di Jantungnya yang konstan menyebar ke seluruh tubuhnya.

Sakura kembali masuk ke dalam rumah dengan tenang.

Sampai Sakura melihat Ibunya menangis dan Bibinya yang memeluk ibunya berusaha meredakan tangisannya. Sakura berjalan dengan bingung mendekati keduanya. Bibinya menarik Sakura ikut dalam pelukannya. Kemudian bisikan pelan dari ibunya membuat Sakura mati rasa dan meluapkan semua tangisannya. Semua tangisan yang dipendamnya.

Lalu Sakura tersadar bahwa ia tidak memiliki kabar bahagia apapun hari ini.

Ayahmu sudah pergi, Sakura. Ayahmu tidak akan kembali. Ia kecelakaan.

Tentu saja, tidak akan semudah itu.

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang