EMPAT PULUH TUJUH

3.4K 463 29
                                    

Sasuke bukannya tidak menyadari itu. Ia menyadari sepenuhnya kalau Sakura tidak ingin bicara dengan dirinya, sejak kejadian semalam. Jadi Sasuke memberikan jarak yang Sakura inginkan itu. Percuma saja ia berusaha memperjelas obrolan mereka semalam. jangankan itu, untuk menyapa saja Sasuke takut akan kembali bertengkar dengan sahabat pink-nya. Sahabatnya itu akan kembali mengatakan kata-kata yang Sasuke tidak mengerti.

Oke, dia mengerti, hanya saja ia tidak begitu paham dengan Sakura. Semalam setelah dirinya mengatakan bahwa ia sangat mendukung  keputusan Sakura. Sakura mengusirnya pulang. Kalau Sakura ingin menjadi dokter, baiklah Sasuke tidak masalah. Karena itu adalah keinginannya sendiri. Sasuke malah ikut senang karena akhirnya Sakura mau mengejar cita-citanya. Bukan mengikuti dirinya. Lalu apa dimana letak masalahnya?

Sasuke menatap Sakura yang juga menatapnya dari tengah kantin. Sasuke mencari sosok itu, sosok Sakura yang dikenalnya. Sosok Sakura yang selalu memujanya. Kemana perginya sosok itu?

"... Sasuke kau dengar aku kan? Kau menatap apa?"Tanya Shion mengikuti tatapan Sasuke.

Sasuke mengangguk, "Bisa kau ulangi?"Sasuke kembali menyendokan makanan kedalam mulutnya.

"Huh... Pantas saja. Aku malas mengulanginya."

"Jangan bertingkah seperti kekasih yang cemburu."

"Kau pikir aku tidak sedang melakukannya?"

Naruto datang sembari menggebrak pelan meja.

"Hey Hey Love birds!"

Diikuti dengan Sai dan Shikamaru. Sasuke tidak memandang lagi ke meja Sakura. Melihat Sabaku merah itu membuat Sasuke ingin menyeretnya pergi dari Jepang. Menyebalkan.

...

Sasuke menganggap ini semakin serius menginjak hari ke empat Sakura menolak untuk bicara dengannya. Sepertinya sahabatnya itu benar-benar menabuh genderang perang dingin dengannya. Masih pergi sekolah bersama, namun perempuan merah muda itu selalu menolak berbicara ataupun berinteraksi dengannya. Bahkan ia selalu menjaga jarah satu meter dengan keberadaan Sasuke. Hal ini membuatnya semakin jengah.

Apa Sakura masih membutuhkan jarak itu?

Tentang apa yang Ino katakan, masalah menyadari perasaan. Sasuke kira semuanya sudah cukup. Sasuke disini bukan tidak ingin Ino menang, karena saat si pirang itu datang dan berbicara seakan membuat taruhan dengannya di toilet, lalu ratu gosip sekolah mereka itu sepertinya telah salah mengartikan ucapannya.

Apa yang dilakukan Ino kini malah membuat Sasuke berpikir bahwa bukan untuk membuat Sakura sadar dengan perasaannya terhadapnya. Lebih ke membuang semua perasaan Sakura untuk dirinya.

Sasuke hanya ingin Sakura menyadari bahwa, perasaannya itu sebenarnya bukan itu. Sakura hanya takut, mereka berdua akan kesepian jika berpisah. Karena selama ini mereka berdua terlalu sering menemani satu sama lain.

...

Apakah Sakura harus memberikan tepuk tangan dan piala besar terhadap dirinya? Ia tidak berbicara dengan sahabatnya hampir di sisa akhir minggu ini. Minggu depan ujian akhir menanti mereka. Saat ini yang Sakura rasakan adalah tertekan. Ia ingin sekali bicara dengan Sasuke. Mengeluh seperti biasa, namun jika ego-nya tidak bisa ia tahan, ia kalah. Sakura tidak bisa membuang perasaannya untuk Sasuke.

Sahabatnya itu sama sekali tidak ada usaha. Entah tidak peka atau tidak peduli. Intinya Sakura merasa bahwa Sasuke menganggap mereka baik-baik saja dengan ketidakbicaraannya mereka. Hal ini menambah rasa kesal Sakura terhadap Sasuke.

Lihat sahabatnya kini, duduk di mejanya sambil membaca buku seakan memang tidak ada yang perlu dipusingkan dan dipikirkan masalah mereka berdua.

...

Sasuke membuka lembar buku selanjutnya.
"Aku tidak yakin kau membacanya."

Sasuke mendengus, "Tau apa kau Sai?"

Sai terkekeh, "Astaga Sasuke, tidak ada orang yang membaca hanya dalam 20 detik perlembar."

Sasuke menatap Sai malas, tidak suka kenyataan bahwa Sai memperhatikan dirinya. Apalagi menghitung berapa lama ia membaca, kurang kerjaan. Kepalanya terasa pening, urusannya dengan Sakura, urusannya dengan ujian beasiswa, dan ujian akhir belum menemukan titik terang yang baik.

"Ada, Aku orangnya. Berhentilah menggangguku."Sasuke menarik earphonenya.

Sai kembali terkekeh, "Kau hanya perlu mengatakan 'maaf'.  Semudah itu, dan Aku yakin semua akan kembali normal."

Sasuke tertawa mendengus. "Aku tidak mengerti maksudmu."

"Ya, berbohong lagi. Aku tahu kau mengerti. Karena kita sama."

Sasuke menyerit memakai earphonenya. Naruto semakin menggila, pemuda blonde itu kembali berteriak-teriak tidak jelas di depan kelas.

Sebelum memulai playlist song-nya Sasuke menepuk bahu Sai. Ia menyadari sesuatu.

"Kita berbeda, aku bukan sepertimu yang terus memperhatikan pantat adik kelas. Tapi di galeri penuh dengan foto..."

"Sialan, kau."

Sasuke terkekeh berusaha fokus membaca bukunya. Kali ini benar dibaca.

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang